Dikutip dari Reuters, sejak Maret 2020 produksi klorokuin di Indonesia mengalami peningkatan drastis.
Diketahui, klorokuin merupakan sejenis obat-obatan yang digunakan untuk penderita malaria.
Klorokuin telah digunakan di Indonesia untuk mengobati pasien Covid-19 dengan gejala ringan hingga berat.
Penggunaan klorokuin untuk penderita Covid-19 populer ketika Presiden AS, Donald Trump menyebut obat tersebut bisa menjadi alternatif selama vaksin belum ditemukan.
Namun WHO kini mendesak Indonesia untuk tidak lagi mengunakan klorokuin sebagai pengobatan pasien positif Covid-19.
Mengapa WHO melarang penggunaan klorokuin untuk pengobatan Covid-19?
Baca: Hydroxychloroquine (Hidroksiklorokuin)
Baca: Klorokuin (Chloroquine)
Kepada Reuters, sumber anonim mengatakan bahwa WHO sebenarnya telah memberi tahu Kementerian Kesehatan Indonesia untuk tak lagi menggunakan klorokuin.
Meski demikian, hingga saat ini, menurut sumber tersebut belum ada perintah resmi untuk tak lagi menggunakan klorokuim.
Hal serupa juga dikatakan oleh Erlina Burhan, seorang dokter yang membantu menyusun pedoman pengobatan virus Corona COVID-19 sekaligus anggota Asosiasi Pulmonolog Indonesia.
Erlina mengkonfirmasi bahwa asosiasi tersebut telah menerima saran baru dari WHO untuk menangguhkan pengobatan-pengobatan.
"Kami membahas masalah dan masih ada beberapa perselisihan. Kami belum memiliki kesimpulan," kata dr Erlina kepada Reuters.
Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), juru bicara satuan tugas COVID-19 Indonesia juga belum bisa dimintai komentar terkait dengan hal tersebut.
Alasan WHO desak tak lagi gunakan klorokuin untuk obati Covid-19
Desakan WHO untuk paramedis tak lagi gunakan klorokuin untuk obati pasien Covid-19 muncul setelah adanya penelitian baru.
Hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet dan mengatakan klorokuin tak efektif obati Covid-19.
Bahkan jurnal tersebut juga menginformasikan bahwa beberapa pasien Covid-19 yang mengonsumsi klorokuin dilaporkan alami masalah jantung.
Sehingga risiko kematian akibat mengonsumsi klorokuin sangat dimungkinkan.
Sehingga, WHO kemudian menghentikan sementara uji coba obat malaria berdasarkan studi tersebut.
"Kelompok eksekutif menghentikan sementara hidroksiklorokuin dalam uji coba Solidaritas, sementara dewan pemantauan keamanan data meninjau data keselamatan," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus seperti dikutip Reuters.
Uji Coba Vaksin di China
Dikutip dari Tribunnewswiki.com, para ilmuwan di China menyebutkan, 108 orang dewasa yang sehat diberi dosis Covid-19 vektor adenovirus tipe 5 (Ad5-nCoV) selama masa percobaan ini.
Obat ini menggunakan jenis flu biasa (adenovirus) yang melemah untuk mengirimkan materi genetik yang "mengkode" dirinya menemukan protein dalam SARS-CoV-2-virus yang menyebabkan Covid-19.
Sel-sel kode ini selanjutnya menuju ke kelenjar getah bening tempat sistem kekebalan menciptakan antibodi yang dapat mengenali virus dan menyerangnya.
“Hasil ini merupakan tonggak penting. Percobaan menunjukkan bahwa dosis tunggal dari vektor adenovirus tipe 5 baru Covid-19 (Ad5-nCoV) adenovirus menghasilkan vaksin khusus virus dan sel T dalam 14 hari.”
Pernyataan ini disebutkan oleh Profesor Wei Chen dari Institut Bioteknologi Beijing.
Walapun Ad5 ditemukan untuk membuat respons imun yang cepat dalam tubuh, para ilmuwan memperingatkan, masih belum ada jaminan obat ini akan secara efektif melawan Sars-CoV-2 alias virus corona.
"Hasil ini harus ditafsirkan dengan hati-hati. Kemampuan untuk memicu respons kekebalan ini tidak selalu menunjukkan bahwa vaksin akan melindungi manusia dari Covid-19."
"Namun, hasil ini menunjukkan visi yang menjanjikan untuk pengembangan vaksin Covid-19, meski kami masih jauh dari vaksin yang bisa dipakai tersedia untuk semua orang," terang Chen.
Dia memberikan penjelasan, dalam pengujuan ini, kelompok uji terdiri dari sukarelawan berusia 18-60 tahun yang dibagi menjadi tiga kelompok berisi 36 orang.
Tiap-tiap kelompok diberi Ad5 dalam dosis kecil, sedang, dan besar.
Para peneliti pun menemukan, tidak ada sukarelawan yang menderita reaksi serius terhadap vaksin setelah empat minggu percobaan.
Efek samping yang paling umum yang muncul adalah nyeri ringan di daerah injeksi, demam, dan kelelahan.
Akan tetapi, gejala tersebut biasanya hanya berlangsung kurang dari dua hari.
Baca: Hidroksiklorokuin Sempat Ramai Disebut Obat Corona, WHO Justru Stop Pengujiannya, Ada Apa?
Baca: Rutin Dikonsumsi Donald Trump, Hidroksiklorokuin Disebut Tingkatkan Risiko Kematian Pasien Covid-19
Baca: Trump Mengaku Rutin Mengkonsumsi Hidroksiklorokuin Setiap Hari Demi Mencegah Terpapar Covid-19
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul "Hidroksiklorokuin Sempat Ramai Disebut Obat Corona, WHO Justru Stop Pengujiannya, Ada Apa?"