Bahkan tak tanggung-tanggung, DPR RI meminta Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang sebesar Rp 500 triliun demi menambal keuangan negara di tengah pandemi Covid-19.
Uang Rp 500 triliun itu pun direncanakan akan dijadikan stimulus bantuan langsung tunai ke masyarakat.
Kebijakan cetak uang untuk menambah likuiditas di masa pandemi dinilai tidak tepat karena hanya akan menimbulkan inflasi di tengah-tengah masyarakat.
Seperti diketahui sepanjang tahun 2019 saja, Bank Indonesia (BI) telah mencetak uang sebanyak Rp 1.129,49 triliun.
Jumlah ini meningkat pesat dari jumlah yang yang dicetak oleh bank sentral di sepanjang tahun 2018 yang sebesar Rp 971,95 triliun.
Dalam Laporan Tahunan Bank Indonesia (LTBI) 2019, bank sentral menjelaskan telah menerapkan clean money policy.
Kebijakan ini adalah menyediakan uang layak edar dalam jumlah cukup, serta menarik uang yang tidak layak edar.
Baca: Muncul Kabar Viral Seluruh Nasabah Bank BRI Terima Rp 600 Ribu, Ini Penjelasan Kementerian Sosial
Baca: Terkait Kebijakan Bank Indonesia, Bank-Bank BUMN Mulai Turunkan Bunga Kredit
Baca: Bank Indonesia Siapkan Langkah-Langkah untuk Agenda Redenominasi: Ini Saat yang Tepat
"Ini dalam upaya menjaga ketersediaan uang layak edar untuk masyarakat di seluruh wilayah Indonesia," tulis BI dalam LTBI 2019 pada Selasa (26/05/2020).
Dari total jumlah yang dicetak, rupanya tidak semua uang beredar di masyarakat.
Ada setidaknya Rp 335,75 triliun uang yang berada dalam penguasaan BI. Jumlah ini meningkat dari jumlah di sepanjang tahun 2018 yang sebesar Rp 222,77 triliun.
Dengan demikian, jumlah uang dalam peredaran di sepanjang tahun 2019 tercatat sebesar Rp 793,74 triliun.
Nominal ini lebih besar daripada uang dalam peredaran di sepanjang tahun 2018 yang sebesar Rp 749,18 triliun.
Sebagai tambahan informasi, uang dalam peredaran yang dimaksud oleh BI adalah alat pembayaran yang sah dan tidak berada dalam penguasaan bank sentral.
Bank Indonesia (BI) telah melakukan pemusnahan uang rupiah senilai Rp 205,13 triliun di tahun 2019.
Uang tersebut terdiri dari 6.818,7 juta lembar uang rupiah kertas dan 56,5 juta keping uang rupiah logam.
Dalam Laporan Tahunan Bank Indonesia (LTBI) 2019, bank sentral rupanya tak asal dalam memusnahkan uang.
Uang yang dimusnahkan harus memiliki kriteria seperti tidak layak edar atau yang sudah ditarik dari peredaran.
"Uang rupiah yang tidak layak edar dan masuk ke BI, uang rupiah yang sudah dicabut dari peredaran, atau uang rupiah yang dinyatakan tidak berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dan telah ditukarkan oleh masyarakat," tulis BI dalam laporan tersebut.
Pemusnahan uang dilakukan oleh BI ini telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam UU tersebut, BI bisa melakukan kegiatan pemusnahan rupiah dengan melakukan koordinasi dengan pemerintah.
Koordinasi yang dilakukan juga harus berdasarkan nota kesepahaman kedua belah pihak, antara lain dengan mengatur tata cara pemusnahan rupiah, membuat berita acara pemusnahan rupiah, dan menyampaikan informasinya setiap tiga bulan sekali.
Baca: Inilah 42 Bank dan Perusahaan Pendanaan yang Beri Kelonggaran Kredit, Sesuai Kebijakan Jokowi
Baca: 5 Fakta Karyawan Bank CIMB Niaga yang Positif Terinfeksi Virus Corona, Sudah Dirawat Sejak 2 Maret
Baca: Thomas Jane Terpaksa Rampok Bank demi Keluarga dalam Film Drive Hard, Tayang 23.00 WIB di Trans TV
Selain itu, UU itu juga mengatur bahwa jumlah dan nilai nominal rupiah yang dimusnahkan wajib ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Lebih lanjut, selain memusnahkan uang rupiah, BI juga tercatat telah menerima uang Hasil Cetak Sempurna (HCS) dari Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) sebanyak Rp 362,66 triliun.
Ini terdiri dari uang kertas senilai Rp 362,36 triliun alias sebanyak 11.558 juta lembar serta uang rupiah logam senilai Rp 292,97 miliar atau sebanyak 999 juta keping.
Artikel ini sudah tayang di Kontan dengan judul Wow, Bank Indonesia musnahkan uang rupiah sebanyak Rp 205,13 triliun di 2019.