Pakar Epidemiologi UI Akui Sulit Minta Masyarakat Diam di Rumah, Biarkan Latihan 'New Normal'

Penulis: Niken Nining Aninsi
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi lebaran

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Kasus Virus Corona di Indonesia mengalami lonjakan tertinggi pada Kamis (21/5/2020).

Terjadi penambahan sebanyak 973 kasus positif baru Virus Corona, 502 kasus terdapat di provinsi Jawa Timur.

Dilansir oleh TribunWow.com, pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat, UI Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan bahwa kasus Virus Corona jelas belum melandai.

"Ya jadi kalau Indonesia sih menurut saya secara total belum ada kata melandainya masih tetap penambahan kasus baru 500, 600 dan hari Kamis melonjak tinggi begitu," ujar Tri Yunis dikutip dari Kompas TV, Jumat (22/5/2020).

Ia menduga lonjakan kasus Virus Corona di Indonesia turut dipengaruhi oleh banyaknya sejumlah tempat yang kembali ramai.

"Itu disebabkan oleh satu event begitu yang sama kemudian mungkin pasar-pasar pakaian pada buka begitu atau PSBBnya sudah tidak berlaku pada daerah-daerah tersebut."

"Atau dilanggar secara massal oleh penduduk kabupaten atau kota tersebut," ungkapnya.

Baca: VIRAL Pria Berhazmat Sindir Warga yang Belanja Baju di Mal: Ayo Keluar Rumah Semua, Kami Capek!

Baca: Kasus Baru di China Tunjukkan Kemungkinan Gejala Virus Corona Bisa Berubah

Menurut Tri Yunis sulit membendung keinginan masyarakat untuk tidak berlebaran.

Sehingga, Tri Yunis menilai masyarakat boleh berlebaran namun dengan syarat tetap melakukan protokol kesehatan.

"Ya jadi keinginan masyarakat untuk berlebaran susah dibendung."

"Jadi pada Idul Fitri itu kemudian kita harus boleh mereka berlebaran tapi jangan bersentuhan, jadi jaga jarak," kata dia.

Henry Sulfianto, pria yang melakukan aksi tunggal untuk merespons ramainya mall atau pusat perbelanjaan di tengah pandemi Covid-19, Kamis (21/5/2020) di kawasan Bangil, Pasuruan. (Surya.co.id/Galih Lintartika)

Kalau menyuruh masyarakat di dalam rumah itu sulit.

Sehingga diperbolehkan bertemu namun tetap menjaga jarak.

"Kalau di rumah saja itu sama saja enggak lebaran, harusnya berlebaran jaga jarak dua meter betul-betul dan tidak salaman hanya ketemu dan mengangguk badan salaman secara jarak jauh itu mungkin," ucap dia.

Selain itu penggunaan masker juga sangat penting.

Baca: Pasien OTG Diduga Tularkan Virus Corona ke 24 Perawat di RSUD Kota Depok

Baca: Masyarakat Berkerumun di Mal dan Perbelanjaan, Pengunjung: Saya Tak Khawatir Corona

"Terus pakai masker itu keharusan pada lebaran kalau dibendung lebaran di rumah mana ada lebaran di rumah jadi kalau lebaran di rumah kemudian tidak menjadi lebaran," sambungnya.

Tri Yunis menyebutkan hal tersebut bisa menjadi latihan bagi masyarakat untuk menerapkan 'The New Normal'

"Biarkan satu hari mereka berlebaran kemudian jaga jarak, pakai masker dan ini sekalian untuk melakukan the new normal, untuk melatih new normal pada masyarakat," ungkap dia.

Gejala virus Corona dapat berubah 

Seorang dokter di China melihat bentuk virus corona berbeda-beda di tiap pasien dalam kasus baru di wilayah timur laut China.

Perubahan bentuk tersebut terlihat berbeda dengan kasus yang ada di Wuhan.

Hal tersebut menunjukkan jika patogen kemungkinan berubah dengan cara yang tidak diketahui, sehingga bisa menyulitan untuk mengatasinya.

Dilansir dari Stratits Times, Rabu (20/5/2020), pasien yang ditemukan di provinsi Jilin dan Heilongjiang tampaknya membawa virus untuk jangka waktu yang lebih lama dan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih.

Fakta tersebut disampaikan oleh salah satu dokter perawatan klinis top China Dr Qiu Haibo, Selasa (19/5/2020) setelah melakukan tes asam nukleat negatif.

Kemudian, kasus baru yang ada di daerah timur laut China menunjukkan gejala yang memakan waktu lebih lama, sekitar satu hingga dua minggu setelah terinfeksi.

Hal itu tentunya akan menyulitkan pihak berwenang untuk menemukan kasus infeksi sebelum benar-benar menyebar.

Baca: Total Pasien Sembuh Tembus 2 Juta Jiwa, Simak Update Terbaru Covid-19 di Seluruh Dunia 23 Mei 2020

Baca: Pasien OTG Diduga Tularkan Virus Corona ke 24 Perawat di RSUD Kota Depok

"Periode yang lebih lama, yaitu ketika pasien yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala telah menciptakan klaster infeksi baru," kata Dr Qiu.

Sekitar 46 kasus telah dilaporkan selama dua minggu terakhir di tiga kota, yaitu Shulan, Jilin dan Shengyang yang memicu tindakan lockdown baru di wilayah itu.

Namun, para ilmuwan masih belum sepenuhnya memahami apakah virus ini berubah secara signifikan atau tidak.

Perbedaan itu dimungkinkan juga karena para dokter dapat mengamati pasien secara lebih menyeluruh dari tahap lebih awal dibandingkan di Wuhan.

Ketika wabah pertama kali meledak di Wuhan, sistem perawatan kesehatan setempat begitu kewalahan sehingga hanya kasus-kasus paling serius yang sedang dirawat.

Mutasi virus corona

Para peneliti memperkirakan sebuah temuan yang menunjukan ketidakpastian akan bagaimana virus tersebut bermanifestasi.

Dari temuan tersebut, kemungkinan bisa menghambat upaya pemerintah untuk menghentikan penyebaran dan membuka kembali perekonomian yang telah hancur.

Para peneliti di seluruh dunia berusaha memastikan apakah virus tersebut bermutasi dengan cara yang signifikan untuk menjadi lebih menular ketika menyebar melalui populasi manusia, meski menuai banyak kritikan.

Baca: Pakai Strategi Sederhana, 3 Negara di Asia Ini Berhasil Taklukkan Virus Corona, Bagaimana Caranya?

Baca: Bukan Wuhan China atau Amerika Serikat, Ahli Prediksi Tempat Ini Jadi Sarang Corona Terbesar Dunia

Baca: WHO Ungkap Gejala Baru Virus Corona: Kesulitan Bicara dan Bergerak, hingga Halusinasi

Dr Qiu mengatakan bahwa dokter juga memperhatikan bahwa pasien di klaster timur laut tampaknya mengalami kerusakan sebagian besar di paru-paru mereka.

Sementara pasien di Wuhan menderita kerusakan multi-organ di jantung, ginjal, dan usus.

Para pejabat meyakini klaster baru di negaranya berasal dari orang yang melakukan kontak dengan pendatang dari Rusia.

Kasus di Rusia

Menurut Dr Qiu, urutan genetik yang diteliti telah menunjukkan kecocokan antara kasus di timur laut dan yang terkait dengan Rusia.

Di antara kasus itu, hanya sepuluh persen yang mengalami kritis dan 26 orang telah dirawat di rumah sakit.

Provinsi-provinsi di timur laut telah memerintahkan penerapan penguncian, menghentikan layanan kereta api, menutup sekolah-sekolah, dan menyegel tempat tinggal.

"Orang tidak boleh berasumsi bahwa puncak pandemi telah lewat atau menurunkan penjaga mereka. Sangat mungkin epidemi itu akan berlangsung lama," kata Dr Wu Anhua, seorang dokter penyakit menular senior China.

Baca: VIRAL, Tak Terima Dibangunkan Sahur, Segerombol Pemuda di Palembang Keroyok Remaja Masjid

Baca: Berikut Syarat Khusus Naik Kereta selama PSBB Berlangsung agar Tidak Ditolak oleh Petugas

(TribunnewsWiki.com/Niken Aninsi, Restu, TribunWow.com/Mariah Gipty, Kompas.com/Ahmad Naufal Dzulfaroh)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kasus Baru di China Menunjukkan Tanda Virus Corona Bisa Berubah" dan di Tribunwow.com dengan judul Corona Melonjak, Pakar UI Bolehkan Berlebaran dengan Syarat: Sambil Latihan 'The New Normal'



Penulis: Niken Nining Aninsi
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
BERITA TERKAIT

Berita Populer