Pilih Kesehatan atau Ekonomi, Politikus Nasdem Sebut Pemerintah Sedang Bingung Tangani Covid-19

Penulis: Haris Chaebar
Editor: Archieva Prisyta
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemerintah masih galau memilih sektor ekonomi atau kesehatan di situasi krisis pandemi Corona.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Jumlah positif Covid-19 di Indonesia per hari Rabu (20/5/2020) mencapai 19.189 orang.

Terdapat penambahan kasus sebanyak 693 kasus positif pada hari Rabu dan merupakan rekor pertambahan jumlah kasus positif harian di Indonesia semenjak kemunculan kasus positif pertama tanggal 2 Maret 2020 lalu.

Masih belum efektifnya kebijakan pemerintah dan tidak patuhnya masyarakat terhadap anjuran-anjuran semasa pandemi Covid-19 ikut berpartisipasi pada terus bertambahnya jumlah pasien positif.

Baca: Pemerintah Harus Penuhi Tiga Syarat Ini Jika Ingin Bisa Longgarkan PSBB

Kebijakan pemerintah yang masih tarik ulur dalam penanggulangan pandemi virus corona pun menghadirkan banyak kritik.

Hillary Brigitta Lasut, anggota DPR fraksi Partai NasDem menggangap saat ini pemerintah sedang bingung alias galau dalam menimbang antara meminimalisir korban jiwa, berkaitan kesehatan masyarakat atau potensi kerugian ekonomi yang diakibatkan pandemi virus Corona.

Menurut Hillary Brigitta Lasut, hal itu terlihat dari beberapa kebijakan pemerintah yang inkonsisten dalam menghadapi pandemi Corona.

Ratusan Pedagang nekat berjualan di tengah pandemi corona dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB): Lebih takut kelaparan daripada corona, FOTO: Terlihat banyak pedagang dan pengunjung memadati kawasan Pasar Baru di Jalan Otto Iskandadinata, Kota Bandung, Rabu (20/5/2020). (Tribun Jabar)

"Saat ini pemerintah galau menimbang antara meminimalisir jumlah potensi kerugian (korban jiwa) akibat infeksi Covid-19 dan potensi kerugian akibat resesi ekonomi," kata Hillary dikutip dari Tribunnews.com, Kamis (21/5/2020).

Selain itu, Hillary Brigitta Lasut juga sependapat dengan pernyataan Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), yang mengatakan virus Corona tidak bisa diajak berdamai.

Sebab, semua orang di Indonesia berpotensi terinfeksi Covid-19 dan orang yang terkena virus itu bisa berpotensi meninggal dunia.

Baca: Jangan Sembarangan, Begini Cara Cuci Masker Kain yang Baik dan Benar untuk Cegah Covid-19

"Belajar dari Brazil yang korban jiwa mencapai belasan ribu bahkan mungkin sudah puluhan ribu per detik ini."

"Apalagi kepada penduduk senior yang jauh lebih rentan," ujar Hillary Brigitta.

Hillary Brigitta Lasut, politikus Partai Nasdem. (Kompas.com)

Namun ia menegaskan di situasi seperti ini tidak bisa menyalahkan pemerintah karena pasti kebijakan yang dibuat telah dihitung baik dan buruknya.

Ia menilai semua pihak harus bergotong royong untuk bisa melalui bencana non-alam tersebut.

"Kalau pandemi di saat pemerintah dan ekonomi masih bertahan, masih bisa ada upaya untuk menangani Covid-19."

"Yaitu swasta dan para pengusaha bergotong royong membagikan sembako, mencukupi kebutuhan medis."

"Mungkin masih ada harapan buat Indonesia," pungkasnya.

Kritik Jusuf Kalla

Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla (JK) memberikan sejumlah tanggapan terkait langkah pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19.

Kalla bahkan turut menanggapi ajakan Presiden Joko Widodo agar masyarakat dapat berdamai dengan Covid-19.

Jokowi diketahui mengajak masyarakat untuk hidup berdampingan dengan virus corona (Covid-19).

Hal tersebut lantaran WHO telah menyatakan bahwa terdapat potensi bahwa virus ini tidak akan segera menghilang dan tetap ada di tengah masyarakat.

Baca: WHO Ungkap Gejala Baru Virus Corona: Kesulitan Bicara dan Bergerak, hingga Halusinasi

Baca: Uji Klinis Tak Kunjung Berbuah Manis, Jepang Hibahkan 12 Ribu Tablet Avigan ke Pemerintah Indonesia

"Artinya kita harus hidup berdampingan dengan Covid-19. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, berdamai dengan Covid," kata Presiden seperti dikutip Kompas.com dari siaran pers resmi, Jumat (15/5/2020).

"Sekali lagi, yang penting masyarakat produktif, aman, dan nyaman," lanjutnya.

Meski begitu, menurut Kalla, istilah “berdamai” baru bisa dilakukan apabila kedua belah pihak sama-sama menginginkan perbaikan.

Penghargaan Palang Merah Indonesia (PMI) kepada PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Indonesia (MMKI), dan diserahkan oleh Ketua PMI Jusuf Kalla. (Tribunnews.com)

"Berdamai itu kalau dua-duanya ingin berdamai. Kalau kita hanya ingin damai, tapi virusnya enggak, bagaimana?" ujar Kalla dalam diskusi Universitas Indonesia Webinar "Segitiga Virus Corona", Selasa (19/5/2020) seperti dilansir oleh Kompas.com.

Di sisi lain, ia juga menyinggung bahwa ajakan untuk berdamai cukup kontras dengan sifat virus corona itu sendiri.

Menurut dia, keganasan virus yang menyebabkan penyakit Covid-19 itu semestinya tidak bisa untuk diajak berdamai.

Baca: Jokowi Luncurkan 55 Produk Inovasi untuk Tangani Wabah Covid-19 yang Terus Bertambah di Indonesia

Baca: Pemprov Jatim Siapkan Sistem Ganjil Genap untuk Antisipasi Kluster Covid-19 dari Pasar Tradisional

Apalagi, virus corona juga tidak memilih atau memilah siapa korbannya.

Untuk itu, ia memandang istilah berdamai kurang tepat ketika terjadi pandemi Covid-19.

"Jadi istilah damai agak kurang pas karena damai itu harus kedua belah pihak," kata Wapres yang pernah mendampingi Jokowi pada periode 2014-2019 ini.

Jusuf Kalla berasumsi ajakan berdamai tersebut sebagai dorongan agar masyarakat dapat disiplin menggunakan masker hingga rajin mencuci tangan.

"Mungkin kebiasaan kita yang harus pakai masker terus, cuci tangan terus," ucap Kalla.

 "Tidak berarti kita berdamai, risikonya mati," kata dia.

(Tribunnewswiki.com/Ris)

Artikel ini sebagian tayang di Tribunnews.com berjudul Sepakat dengan JK, Politikus Nasdem Sebut Pemerintahan Jokowi Sedang Galau Tangani Covid-19



Penulis: Haris Chaebar
Editor: Archieva Prisyta
BERITA TERKAIT

Berita Populer