WHO Peringatkan Pemicu Covid-19 Sulit Diberantas dan Hilang Meski Ada Vaksin

Penulis: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rapid tes covid-19 (Kompas.com)

TRIBUNNEWSWIKI.COM - WHO peringatkan virus pemicu Covid-19 tak akan musnah meski sudah ada vaksi yang tercipta.

Direktur kedaruratan WHO, dr Mike Ryan, memperingatkan virus corona SARS-CoV-2 yang menjadi penyebab Covid-19 tak akan hilang, meski sudah ditemukan vaksin.

Vaksin berfungsi untuk mencegah penularan virus corona SARS-CoV-2 agar tidak menginfeksi tubuh seseorang.

Namun, bukan untuk menghilangkan virus tersebut.

Terkait hal tersebut, Indra Rudiansyah, kandidat doktor riset vaksin di Jenner Institute, Oxford University mengungkapkan kenapa virus corona tak akan hilang dari muka Bumi.

Indra menguraikan, SARS-CoV-2 awalnya memang ditularkan dari hewan ke manusia.

Hanya saja, setelah virus ini bermutasi, virus penyebab Covid-19 ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia.

Untuk diketahui, hingga Senin (18/5/2020) malam, setidaknya lebih dari 4,8 juta orang terinfeksi dan lebih dari 317 ribu orang meninggal dunia.

Baca: WHO: Waspadai Sindrom Misterius pada Anak-anak yang Mungkin Terkait dengan Covid-19

Baca: Dihujani Kritik, Presiden Donald Trump Pertimbangkan untuk Danai WHO 10 Persen dari Jumlah Biasanya

Dalam  Webinar Zoom bertajuk 'Big Questions Forum 9, Menghadapi Covid-19: Kebijakan, Sains, Solidaritas Nasional dan Global'  Jumat (15/5/2020), Indra menjelaskan apa yang sudah diketahui para ilmuwan tentang virus ini.

" Virus corona (SARS-CoV-2) saat ini menular dari manusia ke manusia dan dari manusia juga bisa menularkan ke hewan, contohnya kucing dan harimau.

Namun, tidak ada bukti dia (virus SARS-CoV-2) bisa menularkan virus dari hewan yang terinfeksi balik ke manusia, itu tidak bisa," ucap Indra, dikutip dari Kompas.com.

Ilustrasi virus corona (Pixabay/Tumisu)

Jika virus corona hanya menular di antara manusia - dari manusia ke manusia - maka keberadaan vaksin sangat mungkin menghilangkan virus dari muka bumi.

Penggunaan vaksin untuk membasmi suatu penyakit pernah terjadi pada wabah smallpox atau cacar pada 1960-an.

"Jadi pada 1960-an itu ada wabah smallpox, dan smallpox ini hanya beredar di manusia.

(Setelah ada vaksin), sekarang kita tidak pernah mendapat pasien dengan gejala smallpox karena virus itu sudah dieradikasi (diberantas)," paparnya.

Dilansir Hello Sehat, pada 1980 WHO secara resmi menyatakan penyakit smallpox atau cacar yang disebabkan virus variolla sudah tidak lagi ditemukan kasusnya.

Program vaksinasi untuk cacar pun tidak lagi dipioritaskan sehingga vaksinnya hampir sulit untuk didapatkan saat ini. Virus tersebut selanjutnya digunakan untuk kepentingan penelitian medis.

Keberhasilan vaksin cacar tidak hanya sampai pada menghentikan infeksi virus di dalam tubuh, tapi juga membasmi sepenuhnya keberadaan penyakit ini.

Vaksinasi cacar yang dilakukan sejak akhir abad ke-18 hingga akhir abad ke-20 berhasil menghentikan penyebaran dan menghilangkan penyakit cacar di seluruh bagian dunia.

Kasus terakhir penyakit cacar yang ditemukan adalah di Kongo tahun 1977.

Untuk diketahui, penyakit cacar tidak sama dengan cacar air.

Jika penyakit cacar atau smallpox disebabkan oleh virus variolla, penyakit cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster. Penularan penyakit cacar air pun lebih mudah dibanding cacar.

Indra menambahkan, selain penyakit cacar, penyakit lain yang bisa dihilangkan dengan vaksin adalah virus polio.

"Virus polio juga hanya beredar di manusia. Virus polio yang memiliki tiga tipe, yakni tipe 1, tipe 2, dan tipe 3.

Nah, (virus polio) tipe 2 itu sudah hampir menghilang dari muka Bumi.

Di Indonesia tidak ada outbreak dan sangat bisa dieradikasi," ujar Indra.

Baca: Pejabat WHO Sebut Ada Kemungkinan Covid-19 Tak Akan Pernah Hilang, seperti Penyakit Campak

Baca: Beberapa Pasien Covid-19 yang Sembuh Positif Lagi setelah Dites, WHO: Bukan karena Terinfeksi Lagi

Beda kasus dengan Covid-19

Dikatakan Indra, jika suatu penyakit bersifat zoonosis - menular dari hewan ke manusia, atau penyakit tersebut bisa menginfeksi dari manusia ke hewan, virus tersebut akan sangat sulit diberantas.

"Jadi kalau penyakitnya zoonosis atau bisa menularkan dari manusia ke hewan, seperti malaria dan DBD, itu akan sangat sulit dieradikasi," ungkap Indra.

"Karena melibatkan dua organisme berbeda dan penyakit itu sulit dikontrol.

Namun bisa dicegah," tutupnya.

Pasien Sembuh Covid-19 Dilarang Berhubungan Intim dan Berciuman hingga 1 Bulan

Seseorang yang pernah terinfeksi Covid-19 dan sudah sembuh sangat mungkin segera kembali ke tengah keluarganya dan merindukan sesi bercinta.

Namun, ternyata penyintas Covid-19 perlu menunggu hingga 30 hari alias satu bulan, sebelum bisa berhubungan intim lagi.

Bahkan bentuk kasih sayang lainnya dengan berciuman pun tak boleh dilakukan.

Peringatan tersebut muncul berdasarkan sebuah penelitian di China menemukan, tidak hanya saliva (air liur), namun sperma juga berpotensi membawa virus.

Dikutip dari Kompas.com, studi yang dipublikasikan di Journal of the American Medical Association (JAMA) mengambil sejumlah sampel sperma dari 38 pasien pria di Provinsi Henan.

Untuk diketahui, Henan letaknya berbatasan dengan Wuhan, tempat yang diyakini menjadi sumber pertama Covid-19.

Para peneliti menganalisa sampel pada 26 Januari dan 16 Februari, dan menemukan 16 persen responden yang di alam sperma mereka terlacak adanya Covid-19.

Kendati masih diragukan apakah penyakit ini bisa menular secara seksual, namun lebih aman jika siapa pun mengambil langkah pencegahan.

Apalagi, penyakit menular non-seksual lain, seperti zika dan ebola, belakangan diketahui bisa menyebar melalui hubungan intim.

Ilustrasi pasangan bermesraan (Kompas.com)

Covid-19 pada dasarnya menyebar melalui tetesan air liur (droplet), namun demikian belum jelas apakah virus tersebut direplikasi dalam testis pria.

Studi JAMA menunjukkan, bisa jadi jejak virus ditemukan dalam sperma karena penghalang tidak sempurna antara aliran darah, dan bagian testis di mana sperma dibuat.

Oleh karena itu, virus mungkin menemukan jalannya dari darah ke dalam sperma.

Setelah tidak berhubungan intim selama 30 hari, pria yang pulih dari Covid-19 juga masih disarankan memakai kondom saat berhubungan.

Hal ini diungkapkan pakar medis senior dari Thai Disease Control Department, Veerawat Manosutthi kepada Insider.

(Tribunnewswiki.com/Putradi Pamungkas, Kompas.com/Gloria Setyvani Putri)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Alasan Kenapa Virus Corona Tak Akan Hilang Meski Ada Vaksin"



Penulis: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer