Pencabutan status darurat itu diberlakukan di 39 dari 47 prefektur yang ada di Jepang.
Perdana Menteri Shinzo Abe mengatakan kebijakan itu diambil mengingat tingkat infeksi Jepang telah berkurang, seperti diberitakan BBC pada Kamis (14/5/2020).
Akan tetapi dia mengimbau masyarakat untuk waspada, memakai masker, dan terus mengikuti panduan jaga jarak.
"Jika mungkin, sebelum 31 Mei, kami ingin mencabut keadaan darurat untuk daerah lain juga," kata Abe.
Sempat Hadapi Gelombang Kedua Covid-19
Baca: Dulu Viral dan Dianggap Lelucon, Kini Masker Bra Berenda Dijual di Jepang, Laris dan Langsung Ludes
Daerah yang status daruratnya belum dicabut antara lain Tokyo, Osaka, dan bagian utara pulau Hokkaido.
Hokkaido sempat, sempat dianggap sebagai daerah yang berhasil menekan laju penularan Covid-19.
Hokkaido menjadi daerah pertama di Jepang yang menyatakan keadaan darurat akibat Covid-19.
Setelahnya, sekolah mulai ditutup, pertemuan besar dibatalkan, dan orang-orang mulai didorong untuk beraktivitas dari rumah saja.
Selain itu, Hokkaido juga melakukan pelacakan siapa saja yang telah melakukan kontak dengan pasien positif Covid-19, seperti diberitakan BBC, Jumat (17/4/2020).
Kebijakan itu berhasil menekan angka penularan.
Status keadaan darurat dicabut pada 19 Maret.
Sementara itu, sekolah mulai dibuka pada awal April.
Akan tetapi, hanya 26 hari setelah keadaan darurat dicabut, Hokkaido harus memberlakukannya kembali.
Gelombang kedua Covid-19 menyebar di daerah itu.
Dinilai Lamban, tapi Berhasil Tekan Laju Penularan
Baca: Seorang Ilmuwan Kritik Pemerintah Jepang Lantaran Lambat dalam Tangani Pandemi Covid-19
Hokkaido cukup mudah mengendalikan wabah karena mereka terserang di awal, sehingga masih bisa mengendalikan ketika angka belum begitu tinggi.
"Relatif mudah untuk menangani cluster, untuk melacak jejak dan mengisolasi," kata Profesor Kenji Shibuya dari King's College London.
"Pihak berwenang cukup sukses dalam pendekatan kontrol cluster mereka. Jepang berada pada fase paling awal dari wabah saat itu. Itu dilokalkan dan itu adalah kisah sukses."
Dalam hal ini, Hokkaido memiliki beberapa kesamaan dengan apa yang terjadi di kota Daegu, Korea Selatan.
Di sana, penyebaran wabah dilacak secara massif.
Mereka yang terinfeksi diisolasi dan angka penularan ditekan.
Tapi tindakan kedua dari Hokkaido jauh lebih tidak meyakinkan.
Setelah wabah Daegu, pemerintah Korea Selatan memulai program pengujian besar-besaran untuk mencoba dan melacak epidemi.
Jepang telah melakukan yang sebaliknya.
Baca: Jepang Darurat Corona, Pikotaro Ubah Lirik Pen Pineapple Apple Pen Menjadi Lagu Ajakan Cuci Tangan
Bahkan hingga lebih dari tiga bulan setelah Jepang mencatat kasus pertama, masih hanya menguji sebagian kecil dari populasi.
Awalnya, pemerintah mengatakan hal itu itu karena pengujian skala besar adalah "pemborosan sumber daya".
Beberapa waktu berikutnya, mereka harus mengakui akan meningkatkan pengujian, meski beberapa alasan tampaknya akan membuat usaha itu tak begitu mudah.
Pertama, Kementerian Kesehatan Jepang khawatir rumah sakit akan kewalahan oleh orang yang dites positif, tetapi hanya memiliki gejala kecil.
Pada skala yang lebih luas, pengujian adalah tanggung jawab pusat kesehatan setempat dan bukan pada tingkat pemerintah nasional.
Sayangnya, beberapa pusat kesehatan lokal ini tidak dilengkapi dengan staf atau peralatan untuk menangani pengujian dalam skala besar.
Karena hal ini, Jepang sempat mendapat berbagai kritikan tajam.
Terlepas dari semua itu, kini Pemerintah Jepang berhasil membuktikan bahwa mereka mampu mengendalikan laju penularan Covid-19.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Laju Penularan Berkurang, Jepang Cabut Status Darurat Covid-19 di Sebagian Besar Wilayah