Namun, dibolehkannya calon pemudik yang memenuhi syarat-syarat tertentu bisa mudik dan sebagian warga yang nekat mudik dengan berbagai cara, bisa menyebabkan penanganan wabah corona di Indonesia semakin sulit karena ada mobilitas dari zona merah ke daerah lainnya.
Selain itu, ahli memperkirakan kasus Covid-19 per hari di Pulau Jawa akan mengalami kenaikan signifikan mulai minggu kedua bulan Ramadan, dan mencapai puncaknya saat Lebaran.
Prediksi ini dibuat oleh Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, bersama timnya di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI).
Pandu menyebutkan bahwa pemodelan yang mereka buat berdasarkan kecenderungan tindak mobilitas masyarakat melalui perilaku mudik dan tidak mudik.
Menurut Pandu, efek dari mobilitas atau pergerakan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 sangat berpengaruh terhadap bertambahnya jumlah kasus konfirmasi positif Covid-19 di wilayah lain pulau Jawa non-Jakarta.
"Kembalinya pekerja informal ke kampung halaman atau mudik terbukti secara empiris terjadi pertambahan jumlah kasus per hari di Pulau Jawa selain Jakarta," kata Pandu dalam diskusi daring bertajuk "Mobilitas Penduduk dan Covid-19: Implikasi Sosial, Ekonomi dan Politik" pada Senin (4/5/2020) dikutip dari Kompas.com.
Baca: Meski Mudik Lokal Tak Dilarang, Ada Syarat dan Aturan yang Wajib Dipatuhi
Baca: Blunder Terkait Perbedaan Definisi Mudik Versi Presiden Jokowi dengan Menhub Budi Karya
Pemodelan data estimasi kumulatif kasus akibat mobilitas penduduk ini dihimpun oleh Pandu dan timnya berdasarkan data utama terkait orang dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) yang melakukan mudik lebaran ke provinsi Jawa lainnya.
Berdasarkan survei potensi pemudik angkutan lebaran tahun 2019 oleh Kementerian Perhubungan, tercatat ada 14,9 juta orang atau sekitar 44,1 persen dari warga Jabodetabek yang mudik lebaran pada tahun 2019.
Selanjutnya, data dari survei oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek pada 2020 ini memprediksikan ada 56 persen warga Jabodetabek yang tidak mudik, 37 persen masih mempertimbangkan akan mudik, dan 7 persen yang telah mudik.
Lantas, pemodelan yang dibuat oleh Pandu dan timnya mengasumsikan ada sekitar 20 persen penduduk Jabodetabek yang mudik ke wilayah lainnya di Pulau Jawa selama rata-rata 7 hari.
Diprediksikan, kenaikan kasus secara signifikan untuk mereka yang perlu perawatan di rumah sakit mulai terjadi pada minggu ke-2 bulan Ramadhan.
"Kenaikan signifikan kasus yang perlu perawatan rumah sakit, mulai (terjadi) di minggu ke 2 bulan puasa dengan puncak saat Lebaran," ujar dia.
Baca: Kabar Gembira, Mudik Lokal Diperbolehkan di Tengah PSBB, Pemudik Wajib Taati Aturan Ini
Baca: Nekat Mudik saat Pandemi dan Melawan Petugas? Bisa Kena Denda Rp 100 Juta atau Penjara Setahun
Estimasi kasus puncaknya (24/5/2020) akan mencapai 40.000 saat warga Jabodetabek melakukan mudik ke wilayah pulau Jawa lainnya (Jawa non-Jakarta), meskipun dengan estimasi mudik hanya 20 persen.
Hal ini juga sama dengan estimasi puncak kasus yang diprediksi akan terjadi pada saat Lebaran, ketika masyarakat Jabodetabek tidak mudik.
Namun, jumlah kasusnya lebih rendah lagi yaitu sekitar 30.000 kasus.
Sementara itu, estimasi kasus di Jabodetabek sendiri diprediksi mengalami penurunan apabila 20 persen warganya mudik.
Jumlah kasus yang membutuhkan perawatan rumah sakit pun di bawah 10.000 kasus.
Akan tetapi, jumlah kasus di Jabodetabek memiliki indikasi untuk kembali meningkat pasca-Idul Fitri.
Tepatnya setelah 20 persen warga yang mudik kembali ke Jabodetabek pada 31/5/2020.
Dengan asumsi, ada tambahan warga yang kembali ke Jabodetabek menjadi 25 persen.
Maka, mulai dari 1 Juni bahkan diprediksikan bisa mencapai 1.000 jumlah kasus yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
"Pemodelan ini mengindikasikan adanya eskalasi penularan Covid-19 akibat mobilitas penduduk (melakukan) mudik," tutur Pandu.
Iqbal Elyazar selaku peneliti di Eijkman-Oxford Clinical Research Unit menyebutkan bahwa larangan mudik adalah upaya yang positif, serta membantu membuat skenario dampak dalam beberapa waktu mendatang.
“Seberapa besar dampak larangan mudik ini tidak bisa terlihat secara instan. Setelah satu minggu, dua minggu, tiga minggu, akan ada skenario sebab dan akibat jika masyarakat patuh atau tidak patuh terhadap larangan tersebut,” tutur Iqbal dalam seminar online yang diadakan The Conversation Indonesia berjudul “Mengukur Efektivitas Intervensi Pemerintah dalam Penanganan Covid-19”, Selasa (21/4/2020).
Kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan ini memiliki andil yang sangat penting.
Baca: Pemudik Bisa Lolos Jika Menyuap? Dirlantas Polda Metro Jaya: Polisi Terima Suap Langsung Dipecat
Baca: Cara-Cara Pemudik Kelabuhi Petugas Pemeriksa, dari Naik Truk hingga Gunakan Ambulans
Hal itu menentukan seberapa besar efektivitas yang dihasilkan dari intervensi tersebut.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki konektivitas antarpulau yang masif.
Iqbal mengatakan bahwa perjalanan darat dan udara mayoritas berlangsung di barat dan bagian tengah Indonesia, sementara perjalanan laut mendominasi Indonesia bagian timur.
“Kenaikan kasus Covid-19 sekarang telah terjadi di Sulawesi, Kalimantan, dan Papua yang bahkan mencapai 100 kasus. Kita memang harus berhati-hati terhadap hal ini,” tuturnya. Data yang diambil dari Wuhan, episenter awal penyebaran Covid-19, sebelum dan setelah lockdown bisa menjawab pertanyaan tersebut.
“Datanya sangat terlihat, saat diberlakukannya lockdown di Wuhan, angka kasus Covid-19 menurun. Hal itu bisa menjadi acuan bahwa efektivitas larangan mudik dan PSBB bisa dilihat dari mobilitas penduduknya,” papar Iqbal.
Meski begitu, kebijakan berupa larangan mudik memiliki peran yang krusial karena kasus baru Covid-19 di Indonesia masih berada dalam fase eksponensial dan belum mencapai puncak pandemi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Seberapa Efektif Larangan Mudik untuk Cegah Corona Covid-19? Ini Kata Ahli" dan "Ahli Prediksikan 40.000 Kasus Corona Baru Akan Terjadi di Jawa Akibat Mudik"
dan di Tribunnews.com dengan judul Hasil Pemodelan Pakar UI: 40.000 Kasus Covid-19 Baru Diprediksi Akan Muncul di Jawa akibat Mudik