Keputusan tersebut diambil di tengah krisis yang disebabkan oleh pandemi virus corona (Covid-19).
Aturan mengenai kenaikan iuran tersebut tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020) lalu.
Langkah Presiden Joko Widodo yang kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Covid-19 menuai kritik.
Kebijakan itu juga dianggap melawan putusan Mahkamah Agung yang sebelumnya membatalkan peraturan presiden yang mengatur soal rencana kenaikan iuran BPJS.
Terkait hal tersebut, lt Deputi II Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan menjawab kritik soal langkah Presiden Joko Widodo menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi virus corona Covid-19.
Baca: Nasib Warga Pilih Turun Kelas Lantaran Iuran BPJS Naik di Tengah Perekonomian yang Merosot
Baca: Jokowi Kembali Naikkan BPJS Kesehatan, Pemerintah Beri Alasan dan Komentar Langsung Pihak BPJS
Dilansir oleh Kompa.com, Abetnego tak menyangkal jika kenaikan BPJS ini akan memberatkan masyarakat yang sudah terdampak oleh pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Namun, ia mengingatkan bahwa negara juga saat ini dalam masa sulit.
"Negara juga dalam situasi yang sulit. Penerimaan negara juga menurun drastis. Jadi justru semangat solidaritas kita dalam situasi ini," kata Abetnego kepada Kompas.com, Kamis (14/5/2020).
Ia juga menegaskan, kenaikan iuran itu adalah dalam rangka perbaikan jaminan kesehatan nasional.
Namun, ia membantah jika kenaikan ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan sebelumnya.
"Sebab dalam peraturan yang terbaru ini pemerintah turut memberi subsidi bagi peserta mandiri Kelas III," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah menjelaskan alasan pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi virus corona Covid-19.
"Sesuai dengan apa yang sudah diterbitkan, dan tentunya ini adalah untuk menjaga keberlanjutan dari BPJS Kesehatan," kata Airlangga dalam video conference usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Rabu (13/5/2020) seperti dilansir oleh Kompas.com.
Baca: Presiden Jokowi Kembali Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Rinciannya
Airlangga menambahkan, meski iuran naik, ia memastikan bahwa pemerintah tetap memberikan subsidi.
Menurutnya, subsidi dan iuran tetap diperlukan agar operasional BPJS Kesehatan dapat terus berjalan.
"Nah ini yang tetap diberikan subsidi. Sedangkan yang lain tentu menjadi iuran yang diharapkan bisa menjalankan keberlanjutan daripada operasi BPJS Kesehatan," tutur dia.
Di tengah pandemi wabah virus corona (Covid-19), pemerintah memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Padahal, sebelumnya dalam putusan pada 31 Maret 2020, Mahkamah Agung (MA) sudah membatalkan kenaikan iuran yang dibuat pemerintah pada 2019.
Langkah Jokowi inipun dinilai dinilai sebagai tindakan yang menentang hukum.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari.
Tindakan itu, kata Feri, dapat disebut sebagai pengabaian terhadap hukum atau disobedience of law. "Tidak boleh lagi ada peraturan yang bertentangan dengan putusan MA. Sebab itu sama saja dengan menentang putusan peradilan," kata Feri kepada Kompas.com, Rabu (13/5/2020).
Menurut Feri, putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada presiden.
Hal itu tertuang dalam Undang-undang tentang MA dan Undang-undang Kekuasaan Kehakiman.
"Pasal 31 UU MA menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibatalkan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Artinya dia tidak dapat digunakan lagi, termasuk tidak boleh dibuat lagi," ujar Feri.
Feri mengatakan bahwa putusan MA bernomor 7/P/HUM/2020 itu pada pokoknya melarang pemerintah menaikkan iuran BPJS kesehatan.
Baca: Jokowi Naikkan Iuran BPJS Meski Telah Dibatalkan MA, Pemerintah Dinilai Melawan Hukum
Baca: Iuran BPJS Kesehatan Naik di Tengah Pandemi, Menko Perekonomian: Ini Demi Keberlangsungan BPJS
Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Kenaikan tersebut tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Perpres tersebut diteken Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020).
Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34.
Berikut rinciannya:
- Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000.
- Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.
- Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Iuran BPJS Naik Lagi, Istana: Negara Juga dalam Situasi Sulit"