Keputusan tersebut disepakati dalam batasan wilayah yang bebas Covid-19.
Plt Dirjen PAUD Dikdasmen Hamid Muhammad mengatakan kalau pembukaan sekolah tersebut akan dilakukan di wilayah yang telah dinyatakan bebas dari penyebaran virus corona.
Menanggapi hal tersebut, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti pun meminta agar pemerintah benar-benar menimbang keputusan tersebut.
Ia pun menyarankan Kemendikbud RI untuk menyiapkan beberapa hal penting terkait penanganan Covid-19 secara matang.
Pembukaan kembali sekolah di wilayah bebas corona tersebut akan diterapkan dengan tiga skenario jam pembelajaran.
Skenario yang dicanangkan oleh Kemendikbud adalah memastikan bahwa pada pertengahan Juli 2020, sekolah yang akan dibuka berada pada daerah yang dinyatakan bebas pandemi Covid-19.
Baca: KUNCI JAWABAN Belajar dari Rumah TVRI SMP, Senin 11 Mei 2020, Aktivitas yang Sebabkan Polusi Air
Baca: KUNCI JAWABAN Belajar dari Rumah TVRI untuk SMP, Selasa 12 Mei 2020: Bunyi dan Cahaya
Baca: Tutorial Penulisan Skenario, Kunci Jawaban Soal Belajar dari Rumah TVRI SMA/SMK (11/5/2020)
Kemudian, kegitan belajar mengajar aka dimulai kembali pada triwulan tahun ajaran baru sekitar September 2020.
Pembelajaran pun akan dilaksanakan dalam satu semester sampai Januari 2021.
Terkait skenario tersebut, KPAI mengingatkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk melakukan empat hal ini ketika membuka kembali kegiatan di sekolah.
Pertama, memastikan sekolah-sekolah yang akan dibuka telah disterilisasi sesuai protokol kesehatan Covid-19.
Pembuatan atau pelaksanaan sterilisasi tersebut dilakukan menggunakan anggaran yang diambil dari dana BOS yang di terima setiap sekolah.
Kemudian, sisa anggaran yang ditetapkan dibantu oleh APBD setempat melalui Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan setempat.
"Perlu juga ditekankan strerilisasi yang harus dipastikan sesuai protokol kesehatan," kata Retno, Minggu (10/5/2020).
Retno pun menegaskan bahwa setiap sekolah harus benar-benar melakukan sterilisasi, terlebih untuk sekolah yang pernah dipakai sebagai tempat karantina.
"Terutama untuk sekolah-sekolah yang digunakan sebagai ruang isolasi ODP (orang dalam pengawasan-Red) Covid 19 saat pandemic berlangsung," katanya lagi.
Kedua, perlu adanya pemetaan penggunaan protokol kesehatan terkait virus corona di setiap sekolah.
Nantinya penggunaan protokol kesehatan di setiap area institusi pendidikan tersebut harus sesuai dengan anjuran pemerintah.
Pemetaan yang dilakukan pun ditujukan untuk sekolah yang memerlukan adanya wastafel tambahan agar para siswanya mendapat jaminan kebersihan.
Tidak hanya wastafel, pemerintah harus menjamin jika siswa yang sekolahnya telah dibuka mendapatkan serta menggunakan air bersih serta sabun bersih.
"Ini jaminan agar mereka tetap bersih dan sehat. Idealnya, satu kelas memiliki satu wastafel," katanya.
Bahkan, menurut Retno, jika perlu di setiap kelas tersedia handsanitizer yang dapat digunakan para siswa, jika wastafel sekolah terbatas.
Baca: Pemerintah Buka Operasional Moda Transportasi, Natuna Masih Batasi Akses Masuk Wilayah
Baca: Orang Tua ABK Kapal China Akui Tak Bisa Hubungi Anaknya Sejak Bekerja, Dapat Kabar Setelah Dilarung
Baca: Mengenal Faktor Penyebab Polusi Air, Kunci Jawaban Soal Belajar dari Rumah TVRI SMP (11/5/2020)
Pembangunan wastafel harus didukung pembiayaannya oleh APBD.
"Sedangkan sabun dan handsanitizer bisa menggunakan anggaran yang dikelola sekolah dibantu para orangtua siswa yang mampu secara bergotong royong," katanya.
Ketiga, kata Retno, perlu adanya peraturan yang mewajibkan setiap anak didik, pendidik dan tenaga kependidikan harus menggunakan masker di lingkungan sekolah.
"Maka pemerintah pusat dan daerah juga harus mempertimbangkan memberikan bantuan masker bahan ke setiap siswa dan sekolah," katanya.
Dia juga mengingatkan bahwa masker kain hanya bisa digunakan maksimal 4 jam.
Jika jam belajar lebih dari 4 jam, maka 1 siswa wajib membawa masker cadangan.
Keempat, Kemendikbud perlu melakukan protokol kesehatan tersendiri ketika sekolah akan dibuka kembali.
Salah satunya yaitu dengan pembatasan jumlah siswa yang belajar dalam satu ruangan.
"Misalnya terkait pembatasan jumlah siswa dalam satu ruang kelas, mengingat kita semua wajib menjaga jarak," kata Retno.
Dia menambahkan, Kemendikbud harus mempertimbangkan siswa masuk secara bergantian dengan menerapkan jam sekolah yang disesuaikan kondisi.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan pengurangan jam mengajar atau membentuk shift kegiatan belajar mengajar.
"Atau justru jam belajar yang semula maksimal 8 jam, untuk sementara di perpendek menjadi 4-5 jam saja, secara bertahap nantinya akan dinormalkan setelah kondisinya sudah aman atau zero tambahan kasus," katanya.
Kemudian setelah itu pemerintah harus benar-benar memperhatikan dampak yang akan terjadi jika sekolah dibuka kembali.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Rencana Kemendikbud Buka Sekolah Juli 2020, KPAI Minta 4 Hal Ini Harus Diperhatikan