Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia ( Perdoski) melakukan sejumlah kajian ilmiah mengenai paparan sinar ultraviolet (UV) yang belakangan menjadi polemik di masyarakat.
Kajian tersebut antara lain melibatkan sejumlah pakar Fotobiologi anggota Perdoski dari berbagai Indonesia.
Hal tersebut dikemukakan dr. Andreas Widiansyah, SpKK, FINSDV, FAADV, selaku Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Pusat (PP) Perdoski.
Dengan kajian ilmiah tersebut, diharapkan adanya minimalisasi polemik di masyarakat mengenai kabar yang beredar, khususnya tentang waktu, lama dan manfaat berjemur, selama masa pandemi Covid-19.
“Permasalahannya, saat ini berkembang berbagai pendapat di dalam masyarakat Indonesia tentang waktu ideal untuk berjemur,” kata dr. Andreas didampingi Dr. dr. Prasetyadi Mawardi, SpKK (K), FINSDV, FAADV, yang ditunjuk PP Perdoski menjadi person in charge (PIC) Kajian Ilmiah Paparan Sinar UV, dikutip dari Kompas.com.
Baca: Pola Tidur Bermasalah saat Puasa Ramadan? Ini 5 Kiat Mengatasinya
Baca: Harga Pengadaan Ayam Rp 770 Ribu Per Ekor di Tengah Pandemi Corona, Kementan Beri Klarifikasi
dr. Prasetyadi menerangkan, sinar matahari merupakan sumber utama kehidupan dan energi di planet bumi.
Hanya saja, paparan berlebihan terhadap energi matahari jelas merusak sistem biologis manusia.
Maka diperlukan keseimbangan yang tepat dari paparan cahaya UV yang untuk pemeliharaan kesehatan bervariasi secara masing-masing individu.
Dokter spesialis kulit dan kelamin RSUD dr. Moewardi itu menjelaskan, sinar matahari yang mencapai bumi berfluktuasi secara dramatis.
Bukan hanya dalam hal intensitas keseluruhan tetapi juga dalam komposisi spektralnya berdasarkan waktu, ketinggian, dan garis lintang.
Efek-efek ini pada radiasi dapat memengaruhi komponen UV dari spektrum matahari.
Ada 6 faktor yang berperan dalam menentukan kualitas dan kuantitas sinar UV terhadap kesehatan, yaitu:
- Ketinggian permukaan dan garis lintang zona atau daerah
- Musim, waktu, dan cuaca atau kondisi awan
- Aerosol
- Ozon
- Tipe Kulit
- UV Index (UVI)
Masyarakat Indonesia wajib paham, bahwa siapa saja tidak boleh berjemur secara sembarangan karena sinar matahari juga berisiko dapat merugikan kesehatan.
Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo tersebut menjelaskan, tingkat radiasi UV secara bertahap menurun dengan meningkatnya garis lintang.
Daerah di khatulistiwa pun memiliki tingkat radiasi UV yang lebih tinggi dibandingkan daerah lain.
Tingkat radiasi UV akan naik dengan meningkatnya ketinggian karena pengurangan jumlah aerosol, molekul udara, dan ozon di atmosfer.
Di sisi lain, radiasi UV di permukaan bumi berubah dengan musim, waktu, dan hari dalam setahun, UVR berubah karena perubahan sudut zenit matahari (solar zenith angle).
Ozon diproduksi di lapisan stratosfer (pada ketinggian di atas 20 km) sebagai hasil dari reaksi fotokimia di atmosfer.
Sinar UV memecah O2 untuk menghasilkan atom oksigen bebas.
Atom oksigen ini kemudian bereaksi dengan O2 dan molekul mediator untuk menghasilkan O3 (ozon).
Ozon akan menyerap seluruh sinar UV-C yang membahayakan kesehatan manusia.
Seperti diketahui, sinar matahari memiliki 3 spektrum sinar ultra violet, yaitu UV-A, UV-B dan UV-C.
“Faktor lain yang berpengaruh adalah tipe kulit seseorang dan Indeks UV (UV Index),” jelas dr. Pras.
Baca: Sempat Tak Sadarkan Diri 14 Hari, Menhub Budi Karya Kisahkan Masa-masa Lawan Covid-19: Ini Mukjizat
Baca: Kasus Positif Covid-19 Capai 20 Ribu Sehari, Trump Berencana Bubarkan Gugus Tugas Virus Corona
Kulit orang Indonesia sebagian besar termasuk tipe kulit 3 dan 4, hanya sebagian kecil tipe kulit 5 atau 6.
Tipe kulit tersebut merujuk pada Fitzpatrick Skin Scale.
Ciri-ciri kulit manusia menurut skala Fitzpatrick, yakni:
- Tipe kulit 1: Selalu terbakar surya, tidak pernah tanning (menjadi coklat)
- Tipe kulit 2: Selalu terbakar surya, kemudian tanning
- Tipe kulit 3: Kadang terbakar surya, dapat tanning, tanpa didahului terbakar surya
- Tipe kulit 4: Biasanya tidak terbakar surya, mudah tanning
- Tipe kulit 5: Jarang terbakar surya, mudah tanning
- Tipe kulit 6: Terbakar surya hanya pada terjadi pada dosis UV yang ekstrem
Faktor lain yang berperan dalam menentukan kualitas dan kuantitas sinar UV adalah Ultraviolet Index (UVI).
UVI sebagai perhitungan kekuatan radiasi UV yang menembus lapisan ozon hingga mempunyai dampak ke tubuh kita berupa terbakar surya (sunburn) pada tempat dan waktu tertentu.
Dengan demikian, ukuran UVI ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat kewaspadaan seseorang terhadap pajanan sinar surya yang dapat merusak tubuh disesuaikan dengan lokasi geografis.
Bagi masyarakat di daerah tropis seperti Indonesia dan mempunyai UVI yang tinggi (bisa mencapai > 10 pada siang hari) perlu mewaspadai bahaya atau efek samping dari paparan sinar matahari terutama pada siang hari.
Untuk individu yang normal dan sehat, sinar surya diperlukan untuk meningkatkan rasa nyaman dan untuk asupan energi sintesis vitamin D.
Di sisi lain, sinar surya berlebihan menyebabkan:
- Photoaging atau proses penuaan yang diakibatkan oleh sinar ultraviolet dari matahar
- Imunosupresi atau penurunan daya tahan tubuh
- Fotokarsinogenesis atau pembentukan keganasan yang dipicu akibat proses kompleks dari pajanan sinar surya terutama sinar UV
dr. Pras menambahkan, letak geografis Indonesia terbentang pada 6° lintang utara dan 11° lintang selatan. Sementara, matahari beredar di 0° khatulistiwa. Dengan demikian, paparan matahari tegak lurus di atas bumi.
Menurut dia, hampir setiap hari rata-rata UVI di berbagai kota di Indonesia pada pukul 10.00-14.00 sudah mencapai angka 8 hingga lebih dari 11, dan bahkan bisa sangat ekstrem di angka 14.
“Padahal UVI ideal yang dibutuhkan untuk membentuk vitamin D adalah hanya 3,5 – 6,” jelas dia.
dr. Pras menegaskan, semakin tinggi derajat UVI berarti semakin sedikit waktu yang dibutuhkan untuk berjemur.
Begitu juga, semakin luas area tubuh yang terpapar, maka sebenarnya semakin singkat waktu berjemur yang diperlukan untuk memperoleh kadar vitamin D yang dibutuhkan.
Sebagai contoh, pada UVI tingkat 5 pada tipe kulit 4, hanya dibutuhkan paparan sinar matahari di area wajah dan kedua lengan sekitar 10 menit.
Di mana, bagian wajah, kedua lengan, dan kedua tungkai hanya perlu paparan sinar matahari sekitar 6 menit, sementara seluruh tubuh sekitar 4 menit.
Sementara itu, dr. Andreas menyampaikan, manfaat sinar surya yang paling utama adalah membantu sintesis vitamin D pada tubuh.
Kebanyakan kasus kekurangan vitamin D disebabkan oleh kurangnya pajanan sinar surya di luar ruangan.
Vitamin D dapat diproduksi di kulit melalui reaksi fotosintesis yang dipicu oleh pajanan radiasi UV-B.
Efisiensi produksi tergantung pada jumlah foton UV-B yang menembus kulit, yakni suatu proses yang dapat dibatasi oleh pakaian, kelebihan lemak tubuh, tabir surya, dan melanin pigmen kulit.
dr. Andreas menuturan, tanpa vitamin D yang cukup, tulang tidak akan terbentuk dengan baik.
Kadar vitamin D yang rendah juga akan memicu dan memperburuk osteoporosis pada pria dan wanita.
Baca: Seandainya Jadi Digelar Tanpa Penonton, MotoGP 2020 Tetap Bisa Raup Ratusan Miliar Rupiah
Baca: Kasus Positif Covid-19 Capai 20 Ribu Sehari, Trump Berencana Bubarkan Gugus Tugas Virus Corona
Pada anak-anak, hal itu dapat menyebabkan rakhitis, penyakit yang ditandai oleh retardasi pertumbuhan dan berbagai kelainan bentuk tulang, termasuk ciri khas kaki yang bengkok.
“Vitamin D adalah antioksidan yang cukup tersedia di kulit, berperan penting dalam metabolisme kalsium,” jelas dr. Andreas.
Luas paparan area tubuh terpapar sinar surya mempunyai peranan penting dalam sintesisnya vitamin D.
Semakin luas kulit yang terpapar, maka kian sedikit energi surya yang dibutuhkan.
Begitu juga sebaliknya, semakin rendah area yang terpapar, berarti risiko juga semakin rendah.
Vitamin D yang cukup bermanfaat dalam memelihara imunitas atau daya kekebalan tubuh seseorang.
dr. Andreas pun menuturkan, berdasar hasil kajian berbagai faktor yang dapat memengaruhi energi sinar UV-B dalam pembentukan vitamin D, maka Perdoski merekomendasikan beberapa hal berikut terkait dengan aktivitas berjemur:
Berjemur memang dapat membentuk vitamin D. Namun, vitamin D juga bisa diperoleh dari makanan bergizi.
Sebanyak 10 persen kebutuhan vitamin D dapat diperoleh dari makanan bergizi seperti:
- Keju
- Susu
- Telur
- Ikan salmon
- Sayuran hijau tua
Imunitas atau kekebalan tubuh yang baik sudah terbukti mampu menangkal infeksi.
Berjemurlah hanya pada sekitar pukul 09.00 pagi.
Sebaiknya, berjemur 5 menit dahulu, kemudian naikkan secara bertahap maksimum 15 menit.
Berjemur pada pukul 10.00-14.00 berisiko membuat kulit terbakar surya serta penurunan imunitas.
Rata-rata kota di Indonesia mempunyai puncak indeks UV pada rentang waktu tersebut.
Intensitas berjemur ini juga cukup hanya dilakukan 2-3 kali seminggu.
Bagi masyarakat yang memiliki kondisi sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya tidak berjemur.
Sedangkan bagi masyarakat umum, hentikan berjemur jika kulit mulai merah muda.
Jemur kedua lengan dan tungkai saja atau lindungi anggota tubuh lainnya.
Hindari paparan sinar matahari pada area kepala dan leher. Sebagai solusi, masyarakat bisa menggunakan topi dan tabir surya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sudahi Perdebatan, Ini Waktu Berjemur yang Tepat Hasil Kajian Perdoski"