Informasi awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Penyair Indonesia Chairil Anwar meninggal dunia pada 28 April 1949 karena terserang berbagai penyakit.
Chairil Anwar meninggalkan seorang putri bernama Evawani Alissa yang saat itu belum genap berusia dua tahun.
Sebagai penyair, Chairil Anwar dianggap telah berhasil memberi pembaruan dalam kesusastraan puisi sesudah Pujangga Baru.
Atas jasanya sebagai pelopor Angkatan 45, pemerintah Anugerah Seni pada Chairil Anwar pada 12 Agustus 1969 dan diterima putrinya.[1]
Baca: Hari Ini dalam Sejarah, 27 April 1994 - Pemilihan Umum Multi-Ras Pertama di Afrika Selatan
Baca: Hari Ini dalam Sejarah: 18 Anggota Tim Nasional Sepak Bola Zambia Tewas dalam Kecelakaan Pesawat
Sekilas Chairil Anwar
Chairil Anwar lahir di Medan pada 22 Juli 1922 sebagai putra seorang pamong praja bernama Tulus dengan istrinya bernama Saleha.
Dia memiliki seorang kakak perempuan bernama Chairani.
Keluarga Chairil konservatif dan sangat taat pada ajaran Islam sehingga jiwanya merasa terkekang ketika masih kecil.
Namun, Chairil hidup berkecukupan dan dimanja orangtuanya.
Chairil mendapat pendidikan pertamanya di Hollandsch Inlandsche School di Medan kemudian lanjut ke MULO Medan.
Namun, dia keluar ketika masih kelas dua dan merantau ke Batvia dan bergaul dengan semua orang yang ditemukannya.
Selain itu, dia gemar membaca dan menguasai bahasa Belanda dengan baik.
Dalam penggambaran Achdiat K. Mihardja, Chairil adalah seorang seniman anarkis dari Jakarta.
Pakaiannya kumal seperti montir dan dia suka tertawa serta bicaranya keras.
Pada Zaman Jepang, Chairil dikenal sebagai sastrawan yang tidak mau menjadi alat propaganda Jepang.
Dia tidak mau membuat saja-sajak untuk mendukung Jepang.
Ketika Revolusi Kemerdekaan, Chairil giat menulis sajak dan terjemahan yang mendukung revolusi.
Dia juga berada di Menteng 31, tempat berkumpulnya pada pemuda revolusioner.
Chairil kemudian bertemu Hapsyah yang akan dinikahinya pada 6 September 1946.
Mereka dianugerahi seorang putri bernama Evawani Alissa yang lahir pada 4 Oktober 1947.
Chairil dikenal sebagai pelopor Angkatan 45 dan sajak-sajaknya revolusioner dilihat dari bentuk maupun isi.
Dia menghendaki sesuatu yang baru dan ukuran dan ikatan lama ditinggalkannya.
Chairil meninggalkan segala yang dimuat seniman-seniman sebelumnya kemudian mengembangkan corak dan iklim baru.
Kecengengan dan bujuk rayu yang mendayu dia singkirkan.[2]
Baca: Hari Ini dalam Sejarah: Me at the Zoo Menjadi Video Pertama yang Diunggah di Youtube
Baca: Hari Ini dalam Sejarah 22 April: Zaragoza Ditandatangani, Spanyol Terusir dari Kepulauan Maluku
Sakit-sakitan dan tutup usia
Karena hidup tidak teratur, penyair ini terserang berbagai pernyakit dan jatuh sakut pada April 1949
Saat itu, dia sudah tidak serumah dengan istrinya dan menumpang di rumah teman-temannya.
Chairil telah bercerai dari Hapsyah karena Chairil dianggap terlalu fokus mengarang dan membaca.
Dia dianggap tidak bisa diandalkan sebagai tulang punggung ekonomi keluarga.
Bahkan ketika memiliki uang, tidak dibelikan kebutuhan dapur tetapi justru buku.
Saat sakit, Chairil menumpang di rumah yang ditinggalo temannya di Jalan Paseban 36 Jakarta.
Chairil sering marah-marah, pusing, dan muntah-muntah ketika sakit,
Karena sakitnya semakin berat, dia dibawa oleh Rivai Apin ke C B Z, sekarang RS DR. Cipto Mangunkusumo.
Teman-teman dekat yang mengurus Chairil antara lain M. Balfas, Rivai Apin, dan H.B. Jassin.
Chairil sempat akan dibawa ke Medan agar lebih terawat, tetapi dia terlebih dulu meninggal di Jakarta pada 28 April 1949 pukul 14.40.
Keluarganya terkejut ketika mendapat telegram berita kematian Chairil dari H.B. Jassin.
Chairil ternyata menderita penyakit paru-oaru, infeksi darah kotor, dan usus.
Meski dikenal sering mengejek nilai-nilai moral dan agama, dia selalu memuliakan Tuhan.
Dia sering menyebut nama Tuhan saat mengigau.
Chairil dimakamkan keesokan harinya pada 29 April 1949 di Pekuburan Karet, Jakarta.[3]