Virus ini awalnya ditemui di Wuhan, China.
Virus corona saat ini telah menjangkiti setidaknya 2.565.768 orang per Rabu (22/4/2020).
Dilansir oleh Tribunnewswiki dari Worldometers, total kesembuhan pasien telah mencapai 696.807 dan 177.780 dinyatakan meninggal dunia.
Virus corona banyak diteliti oleh ilmuwan di dunia.
Satu diantaranya adalah ilmuwan di China.
Baca: Studi Baru di China Temukan Virus Corona yang Telah Bermutasi Menjadi 30 Jenis Berbeda
Baca: Gelombang Kedua COVID-19 di Amerika Serikat: Bertemunya Virus Corona dan Datangnya Musim Dingin
Ilmuwan China sudah memperingatkan kemampuan mutasi virus corona jenis baru, SARS-CoV-2.
Virus ini mungkin telah memberi dampak berbeda terhadap penyakit Covid-19 di seluruh dunia.
Hal tersebut djelaskan oleh Profesor Li Lanjuan dan rekan-rekannya dari Zhejiang University seperti dikutip dari South China Morning Post (SCMP), Selasa (21/4/2020).
Studi baru dilakukan ilmuwan yang pertama kali menyarankan lockdown kota Wuhan, China, tempat pertama kali virus corona, SARS-CoV-2 terdeteksi ini menampilkan bukti mutasi tertentu dari virus yang telah menyebar ke 210 negara di dunia.
Dia berpendapat, mutasi tertentu pada virus corona baru ini bisa menciptakan jenis yang lebih mematikan dari jenis lainnya.
"SARS-CoV-2 telah memperoleh mutasi yang mampu secara substansial mengubah patogenisitasnya," jelas Prof Li.
Guna menyelidiki mutasi virus corona, SARS-CoV-2, Prof Li dan timnya menganalisa strain virus yang diisolasi dari 11 pasien Covid-19 yang diambil secara acak dari Hangzhou di provinsi Zhejiang.
Hasil analisa tersebut mengungkapkan mutasi virus paling mematikan pada pasien di Zhejiang juga ditemukan di sebagian besar pasien di seluruh Eropa.
Strain virus corona yang lebih ringan merupakan varietas dominan yang ditemukan negara bagian Washington, Amerika Serikat.
Baca: Virus Corona Sumber Covid-19 Ditemukan di Saluran Air Paris, Bahayakah untuk Manusia?
Tim Li mendeteksi lebih dari 30 mutasi virus corona.
Di antara mereka sebanyak 19 mutasi atau sekitar 60 persen merupakan mutasi virus baru.
Mereka menemukan beberapa mutasi tersebut bisa dapat menyebabkan perubahan fungsional pada spike protein virus, struktur unik di atas selubung virus yang memungkinkan virus corona mengikat sel manusia.
Untuk memverifikasi teorinya, Li dan rekannya menginfeksi sel dengan strain virus corona yang membawa mutasi berbeda.
Jenis yang paling agresif dari SARS-CoV-2 dapat menghasilkan viral load hingga 270 kali lebih banyak dibandingkan jenis yang paling lemah.
Strain virus corona tersebut juga membunuh sel-sel dengan sangat cepat.
"Itu adalah hasil tak terduga dari sedikitnya selusinan pasien yang menunjukkan perbedaan dari strain virus yang sebagian besar masih diremehkan," kata Prof Li.
Tiga perubahan yang terjadi secara berturut-turut yang dikenal sebagai mutasi tri-nukleotida yang terjadi pada seorang pasien berusia 60 tahun yang juga ditemukan oleh peneliti.
Ilmuwan mengaku hal itu merupakan peristiwa yang langka terjadi.
Karena biasanya gen bermutasi pada satu situs dalam satu waktu.
Pasien tersebut menghabiskan masa perawatan sekitar 50 hari di rumah sakit, lebih lama dari pasien Covid-19 lainnya.
Bahkan, feses pasien tersebut sangat menular dengan strain virus yang hidup.
"Menyelidiki dampak fungsional dari mutasi tri-nukleotida ini akan sangat menarik," ujar Prof Li.
Ternyata gen virus corona yang bermutasi sekarang ini berbeda dari strain paling awal yang diisolasi di Wuhan, tempat Covid-19 pertama kali terdeteksi.
Menurut peneliti, pada umumnya virus corona berubah dengan kecepatan rata-rata satu mutasi per bulan.
Akan tetapi, pada hari Senin, dilaporkan lebih dari 10.000 strain sudah diurutkan oleh para ilmuwan di seluruh dunia.
Berdasarkan informasi dari China National Centre for Bioinformation, dari strain virus corona tersebut mengandung 4.300 mutasi.
Profesor Zhang Xuegong, kepala divisi bioinformatika di National Laboratory for Information Science and Technology, Tsinghua University mengapresiasi metode pengurutan sekuensing ultra-deep.
Metode ini digunakan Prof Li untuk melacak mutasi virus, yaitu pada mutasi virus corona, SARS-CoV-2.
"Metode ini adalah strategi efektif untuk melacak mutasi virus dan dapat menghasilkan beberapa informasi bermanfaat," kata Prof Zhang.
Meski begitu, pelacakan mutasi virus menggunakan pendekatan tersebut dapat memakan waktu lebih lama dan harus mengeluarkan lebih banyak biaya.
Tak hanya itu saja, metode itu pun tak bisa diterapkan pada seluruh sampel strain virus corona.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul, "Ilmuwan Temukan Mutasi Langka Virus Corona SARS-CoV-2, Ini Penjelasannya"