Orang-orang yang tidak punya rumah dan biasanya tidur di sembarang tempat, sengaja diambil dari jalanan agar tidak tertular serta menularkan wabah.
Satu diantaranya adalah Sofiane Rahmani yang bercerita kepada AFP ihwal apa yang dialaminya selama pandemi.
Sofiane mengaku sulit percaya atas apa yang didapatkannya selama pandemi corona.
Setelah beberapa tahun tinggal di jalan dan berpindah-pindah dari shelter satu ke shelter lain di tempat penampungan imigran, ia kini tinggal di sebuah kamar hotelnya sendiri.
Baca: Kisah Hayfa Adi, Imigran Australia yang Diculik ISIS, Suaminya Dihilangkan
Fasilitas yang disediakan begitu komplit, mulai dari kamar mandi pribadi, dan makanan gratis yang disediakan.
"Ini benar-benar kemewahan," kata imigran ilegal asal Aljazair berusia 16 tahun itu di Hotel Bel Esperance, hotel bintang tiga di Jenewa, Swiss, dilansir AFP, Selasa (21/4/2020).
Rahmani tentu senang dengan segala fasilitas yang diberikan.
Perjalanannya keluar dari Aljazair begitu tragis saat ia menumpang sebuah kapal boat menyeberangi lautan menuju Spanyol tiga tahun lalu.
Setelah sampai Spanyol, ia kemudian bertahan hidup menelusuri jalanan hingga sampai ke Paris, dan akhirnya tiba di Jenewa pada bulan lalu.
Sejak pandemi corona, ia ditempatkan di hotel bintang tiga di mana semua fasilitasnya telah disediakan gratis.
Ia menyebut bahwa kehidupan di hotel adalah "kenyamanan total".
"Kita tidak harus memikirkan apa yang bisa dimakan, kita tak perlu khawatir di mana harus tidur, dan kita tidak akan kedinginan," katanya.
"Aku ingin tinggal di sini selamanya," kata Rahmani.
Kota Jenewa resmi menyediakan tempat bagi para imigran perempuan dan anak di bawah umur dengan ketentuan khusus.
Para imigran ini wajib mendaftarkan diri mereka ke organisasi penampungan yang nantinya akan memberikan akses pada makanan dan tempat tinggal.
Kepala program penampungan imigran di Jenewa dari organisasi Salvation Army, Valerie Spagna menjelaskan bahwa ada sedikit perbedaan sistem untuk tunawisma.
Selain disediakannya tempat bagi imigran agar bisa tinggal di waktu yang cukup lama, terdapat shelter lain yang disediakan dengan sistem di mana orang bisa masuk pada malam hari untuk tidur, dan harus pergi lebih awal pada pagi hari.
"Mereka akhirnya bisa bersantai, merawat diri mereka, tidur dengan nyenyak," katanya.
"Mereka akhirnya bisa merasakan sedikit kehidupan yang lebih baik" tambah Valerie.
Namun, Valerie cemas lantaran para tunawisma ini akan diminta untuk pergi pada 1 Juni 2020.
"Mereka harus kembali ke kehidupan nyata mereka
Ini akan menyakitkan," tambahnya.
Pada bulan lalu, saat perhotelan menghadapi instruksi pembatalan pengunjung, bisnis ini kemudian mengalokasikan seluruh bangunannya untuk para wanita dan anak muda tunawisma.
Ini bertujuan untuk membantu mereka agar tidak berkeliaran di jalanan selama pandemi COVID-19.
Di sebuah hotel di pusat kota tua Jenewa, Swiss, setidaknya terdapat 20 kamar yang disediakan untuk para perempuan tunawisma.
Sementara 11 kamar lainnya diberikan kepada anak-anak di bawah umur, termasuk Sofiane RahmanI yang tidak memiliki akses untuk mencari suaka di Swiss.
"Itu terjadi secara wajar," kata Direktur Hotel, Alain Meuwly kepada AFP, sembari duduk di ruang sarapan, di mana meja-meja telah ditempatkan berjauhan dan masing-masing hanya diberikan satu kursi.
Alain menjelaskan semenjak adanya kebijakan larangan kegiatan publik dan penutupan restoran serta toko, bisnis perhotelan juga mendapat imbasnya.
"Lebih dari 90 persen pemesanan (hotel) kami dibatalkan," katanya.
Hotel Bel Esperance, sebuah bisnis yang dijalankan oleh Salvation Army (organisasi sosial berskala internasional dari umat Kristen di Swiss) saat pandemi muncul, kamar-kamar terpantau kosong.
Salvation Army bersama dengan sejumlah badan amal umat Kristen dilaporkan berjuang mencari cara agar dapat menampung sekitar 1.000 orang yang kehilangan tempat tinggal di Jenewa.
Sementara di negara tetangga Jerman, salah satu negara di Eropa yang terbilang berhasil mengatasi penyakit COVID-19 sudah membuka sejumlah pusat perbelanjaan di sejumlah daerah pada Senin, (20/4/2020).
Pihak berwenang Jerman menyebut bahwa situasi di sejumlah daerah telah terkendali.
Adapun toko-toko kecil di beberapa daerah serempak dibuka dan perekonomian diproyeksikan akan menuju normal kembali.
Diwartakan AFP, tak hanya toko-toko kecil, sejumlah toko-toko besar di kota-kota metropolitan Jerman juga akan dibuka sebagai bagian dari program pencabutan pembatasan secara bertahap.
Namun, anak-anak baru akan diizinkan kembali ke sekolahnya pada 4 Mei 2020.
Baca: Kanselir Jerman Angela Merkel Resmi Umumkan Rencana Cabut Sejumlah Pembatasan COVID-19
Di kota Leipzig, Jerman, seorang pemilik toko, Manuela Fischer mengatakan dirinya senang bisa menyambut pembeli lagi.
Jerman, yang dipuji karena berhasil menjaga angka kematian tetap rendah meskipun kasusnya cukup besar, memungkinkan toko-toko kecil dibuka kembali di beberapa daerah mulai Senin.
Kanselir Jerman, Angela Merkel memerintahkan para pejabat di Jerman untuk mengawasi warganya dengan cermat untuk menjaga agar semangat melawan virus corona tidak surut.
Diwartakan sebelumnya Rabu (15/4/2020) waktu setempat, Merkel siap akan mencabut sejumlah pembatasan yang telah membuat ekonominya terperosok dalam resesi.
Ia mengizinkan sebagian besar toko untuk beroperasi kembali.
Merkel mengingatkan agar toko-toko tersebut memiliki rencana dan cara-cara untuk menjaga kebersihan.
Namun, kebijakan pembukaan ekonomi ini tidak berlaku bagi pendidikan.
Baca: Mulai Bosan di Rumah sampai Tak Sanggup Bayar THR Karyawan, Nikita Mirzani: Gua Udah Gila Ini
Pasalnya, institusi pendidikan di Jerman masih ditutup sampai 4 Mei 2020.
Adapun larangan mengadakan kegiatan publik berskala besar masih tetap berlaku sampai 31 Agustus 2020.
Sekolah-sekolah di Jerman akan dibuka secara bertahap dengan memprioritaskan bagi siswa yang sudah meninggalkan ujian.
Pemerintah Jerman dengan tegas mendesak warganya untuk selalu memakai masker saat berbelanja ataupun saat menggunakan transportasi umum.
Namun, ketegasan itu nampaknya berbeda dari apa yang dilakukan negara tetangganya, Austria, yang masih berupa imbauan.
Negara Jerman menjadi negara terbesar dari sejumlah negara di Eropa yang mengumumkan kebijakan untuk membuka kembali ekonomi dan aktivitas masyarakatnya.
-