Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menilai Indonesia terlalu terlena dengan melakukan impor bahan baku obat-obatan dan alat kesehatan ketimbang memproduksi sendiri.
Hal tersebut berimbas ketika terjadi pagebluk seperti virus corona.
Menurutnya, Indonesia mengalami ketergantungan dengan negara lain yang memiliki bahan baku obat dan alat kesehatan.
Hal tersebut dikemukakan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga.
“Di sinilah Pak Erick Thohir menyatakan bahwa kita terlalu sibuk selama ini dengan trading, tidak berusaha membangun industri dalam negeri untuk mengadakan alat kesehatan,” ujar Arya, dikutip dari Kompas.com, pada Jumat (17/4/2020).
Saat ini Indonesia tak memiliki bahan baku untuk masker.
Padahal, Indonesia mempunyai kemampuan sumber daya manusia (SDM) untuk memproduksi masker.
“Pabriknya ada, tapi bahan baku dari luar semua, Indonesia hanya tukang jahitnya doang.
Orang luar bawa bahan baku ke tukang jahit, dia bayar tukang jahitnya, diambil barangnya.
Itu proses yang terjadi selama ini dan kita akhirnya impor juga barang tersebut, karena bukan punya kita, itu milik yang punya bahan,” kata Arya.
Melihat fenomena tersebut, Erick Thohir pun beranggapan selama ini ada mafia yang menjadikan Indonesia terus-menerus mengimpor bahan baku obat dan alat kesehatan.
Baca: Pelajar Asal China Diserang di Melbourne, Dipukul dan Diteriaki Keluarlah Kamu dari Negara Kami!
Baca: Sempat Nol Kasus Kematian Akibat Covid-19, China Kembali Cantumkan 1.290 Kasus Kematian, Ada Apa?
Padahal, Indonesia mampu memproduksi barang tersebut.
“Nah, di sini akhirnya Pak Erick melihat ada mafia-mafia besar baik global dan lokal yang mungkin bergabung, yang akhirnya membuat bangsa kita hanya sibuk berdagang, bukan sibuk produksi,” ucap Arya.
Atas dasar itu, Presiden Joko Widodo memerintahkan Erick untuk membangun industri farmasi di Indonesia.
“Jelas arahan Pak Jokowi kepada Pak Erick supaya memberantas mafia-mafia ini dengan membangun industri farmasi kita, sehingga bisa produksi sendiri kebutuhan kita,” ujar Arya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, saat ini mayoritas bahan baku untuk obat-obatan dan alat kesehatan yang beredar di Indonesia masih impor.
Mantan bos klub sepak bola Inter Milan ini mengaku prihatin dengan kondisi tersebut.
“Mohon maaf kalau saya bicara ini, sangat menyedihkan kalau negara sebesar Indonesia ini, 90 persen bahan baku dari luar negeri untuk industri obat.
Sama juga alat kesehatan, mayoritas dari luar negeri,” ujar Erick usai meninjau RS Pertamina Jaya, Kamis (16/4/2020).
Menurut Erick, mewabahnya virus corona di Indonesia harus dijadikan cambukan untuk mengubah hal tersebut.
Dengan demikian, nantinya bangsa Indonesia tak akan lagi tergantung dengan negara lain.
“Saya mohon maaf kalau menyinggung beberapa pihak.
Janganlah negara kita yang besar ini selalu terjebak praktik-praktik yang kotor, sehingga alat kesehatan mesti impor, bahan baku mesti impor,” kata Erick.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyinggung soal mafia terkait tata niaga alat kesehatan atau alkes. Hal itu terjadi karena impor alat kesehatan Indonesia sangat besar.
Mafia, kata Erick, merujuk pada para trader yang lebih suka terus-terusan mengimpor alat kesehatan ketimbang memproduksinya di dalam negeri, lantaran dinilai jauh lebih menguntungkan.
Erick mengatakan, saat ini Indonesia masih 90 persen impor alat kesehatan dari luar negeri.
Padahal, alkes merupakan komoditas penting yang menyangkut kesehataan jutaan nyawa, sehingga ketergantungan perlu dikurangi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki), Ahyahudin Sodri, mengungkapkan fakta di lapangan memang alkes yang ada di fasilitas-fasilitas kesehatan sebagian besar merupakan barang impor.
"Poduk impor sudah digunakan sejak awal kemerdekaan.
Merek-merek impor sudah sangat kuat melekat di kalangan pengguna," jelas Ahyahudin, Jumat (17/4/2020), dikutip dari Kompas.com.
Menurut dia, agar industri alkes di dalam negeri bisa tumbuh, pemerintah perlu memberikan sejumlah insentif yang bisa mendorong pelaku usaha alkes dalam negeri seperti yang dilakukan negara lain.
"Pemerintah dapat mendorong penggunaan wajib alat kesehatan nasional, seperti yang dilakukan oleh Malaysia, Korea, China dan India.
Jika penyerapan pasar meningkat, maka akan mendorong tumbuhnya industri alkes dan bahan baku alkes," tutur Ahyahudin.
"Maka efek bola salju akan terjadi pada industri alkes nasional.
Sehingga porsi produk impor dan lokal alkes dapat berimbang.
Selain kendala bahan baku di atas, akses pasar juga menjadi hambatan yang sudah menahun," kata dia lagi.
Diungkapkan Ahyahudin, sebagian produk alkes memiliki standar yang tinggi dan bukan produk yang bisa diproduksi secara massal. Sehingga untuk beberapa jenis alkes, belum bisa dibuat di dalam negeri.
"Tata niaga Alkes juga dicirikan oleh standar keamanan pasien yang tinggi dan bukan produk masal.
Beberapa produk alkes hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit oleh pasar," jelas dia.
Ia mengatakan, dilema industri alkes dalam negeri, juga harus menghadapi masalah kesulitan bahan baku hingga komponen untuk memproduksinya dalam negeri.
Karena negara dengan industri alkes yang sudah maju, memiliki rantai pasok yang sudah memadai.
"Indonesia harus membangun kemampuan Industri bahan dasar dan setengah jadi untuk industri alkes, jika ingin mengurangi impor.
Baca: Chord Kunci Gitar Ratu - Lelaki Buaya Darat, Mulutnya Manis Sekali Tapi Hati Bagai Serigala
Baca: Chord Kunci Gitar Jamrud - Rasa Cinta Padamu, Memang Ku Sadari Aku Rindu Padamu
Peran ini dapat dilakukan oleh BUMN dan industri nasional yang sudah mapan.
Industri hilir (produk jadi) alkes dapat akses ke komponen lokal dengan harga ekonomis, tanpa harus tergantung impor," kata dia.
Hal inilah yang perlu dibenahi oleh pemerintah untuk mengurangi ketergantungan impor alkes.
"Akan tetapi membatasi produk impor, tanpa mempersiapkan kemampuan industri dalam negeri akan menjadi langkah yang tidak tepat untuk menjaga ketersediaan barang.
Kalau keliru akan menggangu pelayanan rumah sakit dan pasien," kata Ahyahudin.
Produksi alat kesehatan merupakan industri yang terkait dengan rantai pasok.
Sehingga, pengurangan atau bahkan mandiri alkes bisa dilakukan dengan meniru Korea Selatan atau China.
"Indonesia harus membangun industri alkes dalam negeri secara komprehensif, terstruktur, dan konsisten.
Indonesia adalah negeri yang belum memiliki pondasi yang kuat untuk menjadi negara Industri," kata Ahyahudin.
"Indonesia harus belajar dari kegagalan memiliki brand nasional di bidang otomotif, smartphone, dan lainnya.
Kita harus belajar dari Jepang yang dapat menyamai industri Eropa-Amerika, dan kemudian ditiru oleh Korea," tambah dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Erick Thohir: Ada Mafia Besar yang Buat Bangsa Kita Sibuk Impor Alkes" dan Asosiasi Alkes Jelaskan Soal Mafia Impor yang Disinggung Erick Thohir