Ahli Temukan Gejala Baru Virus Corona, Kulit Merah dan Gatal, Tanpa Disertai Masalah Pernapasan

Penulis: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi menggaruk gatal

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Ahli Perancis mendapati temuan bahwa virus corona SARS-CoV-2 dapat menyebabkan gejala dermatologis, seperti pseudo-frostbite (radang dingin semu), kulit kemerahan yang kadang menyakitkan, dan gatal-gatal.

Persatuan dokter spesialis kulit dan penyakit kelamin Perancis (SNDV) mengungkapkan, gejala dermatologis itu memengaruhi tubuh di luar sistem pernapasan.

Semua itu kemungkinan terkait dengan infeksi virus corona baru penyebab Covid-19.

Hal itu diperkuat dengan banyaknya pasien Covid-19 yang melaporkan gejala di atas.

"Gejala dermatologis dapat muncul tanpa disertai gejala pernapasan," ungkap SNDV dalam siaran persnya, seperti dilansir The Jerusalem Post, Minggu (12/4/2020).

Sekitar 400 pakar kulit di Perancis melakukan diskusi seputar gejala baru ini melalui grup WhatsApp khusus.

Mereka menyoroti lesi kulit yang mungkin terkait dengan tanda Covid-19 lainnya, seperti halnya masalah pernapasan.

Sebagai informasi, lesi kulit adalah jaringan kulit yang tumbuh abnormal, baik di permukaan maupun di bawah permukaan kulit.

Ilustrasi wabah Covid-19 (pixabay.com)

Dari diskusi itu diketahui bahwa tidak semua pasien Covid-19 mengalami komplikasi dan banyak yang tidak mengalami gangguan pernapasan sama sekali.

Baca: Anggaran Terpotong Covid-19, ASN Eselon I-II Tak Dapat THR, Eselon III ke Bawah Cair Tapi Berkurang

Baca: Pernah Diprediksi Tak Alami Resesi Pasca-Pandemi Corona, Jokowi: Kita Harus Bicara Apa Adanya

Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa pasien Covid-19 yang tidak merasakan gejala apa pun masih berpotensi menginfeksi orang lain.

Maka, tetap berada di rumah saja adalah cara tepat untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona baru.

"Analisis dari banyak kasus yang dilaporkan ke SNDV menunjukkan bahwa manifestasi kulit ini dapat dikaitkan dengan Covid-19.

Kami memperingatkan masyarakat dan tenaga medis untuk mendeteksi pasien yang berpotensi menularkan virus secepat mungkin," kata SNDV dalam siaran pers yang dilansir New York Times.

Meski demikian, beberapa gejala baru telah ditemukan selama sebulan terakhir yang mungkin terkait dengan virus corona baru.

Termasuk tanpa disertai gejala pernapasan.

Pada akhir Maret, British Rhinological Society dan American Academy of Otolaryngology melaporkan bukti anekdotal yang menunjukkan bahwa hilangnya indera penciuman dan pengecap sebagai gejala Covid-19.

Laporan dari berbagai negara telah mengindikasikan bahwa sejumlah besar pasien Covid-19 mengalami anosmia (gangguan pada indera penciuman), kehilangan indera penciuman, dan ageusia (masih bisa merasakan makanan, tapi kepekaannya berkurang).

Para profesional medis belum mengetahui pasti apa yang menyebabkan gangguan pada indera penciuman dan perasa pada pasien Covid-19.

Beberapa virus mungkin menghancurkan sel atau reseptor sel di hidung, sementara yang lain menginfeksi otak melalui saraf sensor penciuman.

Kemampuan menginfeksi otak dapat menjelaskan beberapa kasus gangguan pernapasan pada pasien Covid-19.

Bukti menunjukkan bahwa virus corona dapat menyerang sistem saraf pusat.

Beberapa pasien Covid-19 juga mengalami masalah neurologis, termasuk kebingungan, stroke, dan kejang.

Mereka juga melaporkan acroparesthesia, kesemutan, atau mati rasa di area tangan dan kaki.

Sementara pasien yang lain mengalami serangan jantung serius, namun tanpa penyumbatan pembuluh darah.

Banyak gejala baru yang mungkin merupakan tanda virus corona. 

Hanya saja, hal ini belum dapat ditangani lebih jauh karena semua dokter di seluruh dunia sibuk menangani pasien Covid-19 yang terus berdatangan.

Ahli Sudah Ingatkan Potensi Gelombang Wabah Kedua

Para ahli menyatakan wabah Covid-19 di Indonesia belum mencapai puncak pandemi.

Namun, jika sistem melemah, masyarakat juga harus bersiap pada gelombang kedua pandemi virus corona.

Hal tersebut dikemukakan Perwakilan Solidaritas Berantas Covid-19, Prof. Akmal Taher.

"Saya kira memang gelombang kedua (pandemi) itu bisa terjadi, saat puncak sudah lewat, yang sakit itu sudah turun," kata Akmal dalam diskusi daring bertajuk Hari Kesehatan Dunia 2020: Aksi Nyata Masyarakat Sipil di Masa Pandemi, Kamis (9/4/2020), dikutip dari Kompas.com.

Foto ini diambil pada 7 April 2020 menunjukkan seorang anggota staf menyemprotkan desinfektan pada kereta peluru dalam persiapan untuk melanjutkan operasi setelah pihak berwenang mencabut larangan lebih dari dua bulan untuk perjalanan keluar, di Wuhan di provinsi Hubei, China tengah. Ribuan warga yang lega mengalir keluar dari Wuhan China pada 8 April setelah pihak berwenang mencabut kebijakan lockdown atau penguncian berbulan-bulan di epicntre coronavirus, menawarkan beberapa harapan kepada dunia meskipun rekor kematian di Eropa dan Amerika Serikat. STR / AFP (STR / AFP)

Potensi terjadinya gelombang kedua pandemi di Indonesia ini tetap terbuka.

Terlebih jika sistem yang saat ini sudah dibuat oleh pemerintah dan dilakukan oleh masyarakat sipil melonggar.

Saat pandemi sudah mencapai puncaknya, sebaiknya pemerintah dan masyarakat tetap bekerjasama dan terus berkoordinasi.

Baca: RSUD Kabupaten Kediri

Baca: RSUD Ciawi

Kemudian terus melakukan berbagai sistem strategis hingga transmisi Covid-19 ini benar-benar berakhir.

Apabila tidak, maka bisa terjadi hal yang dialami China.

Yakni transmisi masih terjadi saat masyarakat sudah merasa aman saat wilayahnya sudah melewati puncak pandemi.

Kemudian, jika ada satu wilayah yang ditemukan lagi kasus infeksi, akan di lockdown wilayah tersebut.

Akmal berkata, saat jumlah kasus terjadi penurunan setelah mencapai puncaknya nanti.

Bukan berarti di masyarakat tidak ada sama sekali transmisi atau penularan terjadi tanpa diketahui.

"Kalau sistem tetap jalan itu bisa teratasi.

Tapi kalau sistem kita longgar.

Wah, itu masih mungkin terjadi (gelombang kedua pandemi virus corona di Indonesia)," ujar dia.

(Tribunnewswiki.com/Putradi Pamungkas, Kompas.com/Gloria Setyvani Putri)

Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gejala Baru Virus Corona, Kulit Merah dan Gatal-gatal"



Penulis: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer