Khawatir Penularan Covid-19, Abu Bakar Ba'asyir Ajukan Permohonan Bebas ke Presiden Jokowi

Penulis: Amy Happy Setyawan
Editor: Archieva Prisyta
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Abu Bakar Ba'asyir (tengah)

TRIBUNNEWSWIKI.COM – Terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Ba'asyir mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo minta untuk dibebaskan dari penjara di tengah pandemi corona atau Covid-19.

Dilansir oleh Tribunnews.com, surat tersebut dikirim lewat pengacara Achmad Michdan pada hari Jumat (3/4/2020).

Baca: Yasonna Laoly Ingin Bebaskan Napi Koruptor, Najwa Shihab: Cek Lagi Sel Papa Setya Novanto

Kuasa hukum Abu Bakar Ba'asyir, Achmad Michdan menyatakan, surat permohonan itu disampaikan kepada Presiden Jokowi dan Menteri Hukum dan HAM.

"Surat ini kami sampaikan kepada Bapak Presiden Joko Widodo dan Menteri Hukum dan HAM Bapak Prof Yasonna Hamonangan Laoly untuk menyampaikan pendapat kami perihal Asimilasi dan Hak Integrasi KH Abu Bakar Baasyir dari sisa pemidanaan beliau," kata Michdan, dikutip Tribunnews.com dari StraitsTimes.com.

Merujuk pada pedoman risiko yang dikeluarkan oleh Center for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat dan praktik yang dilakukan di beberapa negara, kuasa hukumnya berpendapat, Ba'asyir adalah salah satu narapidana yang wajib diprioritaskan karena rentan kesehatan.

Selain itu, Baasyir juga saat ini berusia 81 tahun.

Baca: Yasonna Laoly Ingin Bebaskan Napi Koruptor, Najwa Shihab: Cek Lagi Sel Papa Setya Novanto

Baca: Roro Fitria Bersama 30 Ribu Narapidana Lain Dibebaskan dari Penjara oleh Kemenkumham

Hal senada juga diungkapkan anak Abu Bakar Baasyir yang berharap ayahnya dibebaskan melalui kebijakan pembebasan napi melalui asimilasi dan hak integrasi.

"Dengan situasi seperti sekarang ini kita ingin mengambil kesempatan itu untuk bisa kita gunakan, supaya beliau bisa diberikan hak asimilasinya," kata Rahim kepada wartawan, Senin (6/4/2020), seperti dikutip dari Kompas.com.

Rahim mengatakan, ayahnya berhak menerima asimilasi karena sudah berusia lebih dari 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidananya.

Rahim berharap, pemerintah dapat mengabulkan permohonan Ba'asyir dengan alasan kemanusiaan karena Ba'asyir sudah berusia 81 tahun dan masih harus tinggal di LP Gunung Sindur.

Pihak keluarga juga mengkhawatirkan kondisi kesehatan Ba'asyir karena layanan kesehatan di penjara dinilai tidak memenuhi standar dan membuat Ba'asyir rentan tertular Covid-19.

"Kita minta pada pemerintah untuk memiliki kebijaksanan dan melihat sisi kemanusiannya pada beliau bisa mendapat perlindungan lebih baik dan bisa berkumpul dengan keluarga," kata Rahim.

Abu Bakar Ba'asyir merupakan narapidana teroris yang divonis 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada 2011.

Baca: Dampak Corona, Sri Mulyani Ungkap Presiden Sedang Pertimbangkan Potong Gaji Ke-13 dan THR PNS

Baca: Menkeu: Korban PHK Akibat Corona Akan Terima Santunan Rp 1 Juta Per Bulan dan Pelatihan

Putusan itu tak berubah hingga tingkat kasasi.

Baasyir yang merupakan pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo itu terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) memutuskan akan membebaskan 30.000 narapidana dewasa hingga anak untuk mencegah penyebaran virus corona atau COVID-19.

Pengeluaran dan pembebasan tersebut didasarkan pada peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19.

Serta Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No.M.HH-19 PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan permohonan maaf di Kantor Kemenkumham, Rabu (22/1/2020).(KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D) (Kompas.com)

"Pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi adalah upaya pencegahan dan penyelamatan narapidana dan Anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, dan Rumah Tahanan Negara dari penyebaran Covid-19," bunyi diktum pertama Keputusan Menkumham tersebut.

Baca: Sekjen PBB: Perempuan dan Anak Jadi Ancaman Terbesar di Dalam Rumah Saat Pandemi Covid-19

Baca: Tembus Angka 8 Ribu, Trump Sebut Kematian Akibat Covid-19 di AS Akan Lebih Banyak Lagi Pekan Depan

Dalam kepmen tersebut, dijelaskan bahwa salah satu pertimbangan dalam membebaskan para tahanan itu adalah tingginya tingkat hunian di lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, dan rumah tahanan negara sehingga rentan terhadap penyebaran virus Corona.

"Kami perhitungkan kami bisa mengeluarkan di angka minimal 30 ribu, dan dari beberapa exrcise kami bisa mencapai 35 ribu minimal," ungkap Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.

Yasonna menegaskan pembebasan itu sudah berdasarkan persetujuan Presiden Joko Widodo.

Ia pun meminta Kepala Lapas dan Kepala Rutan memantau pelaksanaan pelepasan ribuan napi ini.

Kendati demikian, narapidana yang terkait dengan PP 99 Tahun 2012, salah satunya terpidana kasus terorisme, tidak ikut dibebaskan.

"Ini hanya untuk Narapidana/Anak yang tidak terkait kasus terorisme, narkotika psikotropika, korupsi, kejahatan HAM berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi warga negara asing," kata Plt Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham Nugroho.

(Tribunnewswiki.com/Ami Heppy, Kompas.com)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Abu Bakar Ba'asyir Ajukan Permohonan Asimilasi ke Presiden Jokowi"



Penulis: Amy Happy Setyawan
Editor: Archieva Prisyta
BERITA TERKAIT

Berita Populer