Update Pasien Virus Corona hingga 5 April 2020 di Seluruh Dunia, Total Tembus 1.203.923 Kasus

Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Berikut adalah update terbaru pasien virus corona hingga 5 April 2020, Foto: Dokter Ai Fen, yang mengungkapkan pertama kali terkait virus corona, dikabarkan menghilang (Weibo via New York Post)

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Perkembangan terbaru pasien virus corona di seluruh dunia hingga 5 April 2020, total mencapai 1.203.923 kasus.

Sementara itu, jumlah korban meninggal dunia mencapai 64.795 orang.

Kabar terbaru ini sejalan dengan meningkatnya angka jumlah pasien sembuh yang mencapai 247.273 orang.

Laporan data dari John Hopkins University, Minggu (5/4/2020) ini juga menyebut virus corona telah menyebar ke 199 negara di dunia.

Baca: Bukan China atau AS, Ada Studi yang Beberkan Wabah Corona adalah Senjata Biologis Rusia, Alasannya?

Seorang staf medis ambulans menyemprotkan disinfektan pada koleganya setelah tiba di Rumah Sakit Palang Merah Wuhan dengan seorang wanita tua, yang pulih dari COVID-19, di Wuhan di provinsi Hubei tengah Cina pada 30 Maret 2020, setelah pembatasan perjalanan ke kota berkurang setelah lebih dari dua bulan terkunci karena wabah coronavirus COVID-19. Wuhan, kota di Cina tengah tempat virus korona pertama kali muncul tahun lalu, sebagian dibuka kembali pada 28 Maret setelah lebih dari dua bulan isolasi total hampir untuk populasi 11 juta. (Hector RETAMAL / AFP)

Masa Depan Klub Sepak Bola di Italia Terancam

Serie A sebagai puncak tertinggi liga sepak bola Italia, memang belum mampu menandingi pamor Liga Inggris dalam beberapa tahun terakhir.

Meski begitu, Serie A masih digemari banyak pecinta sepak bola diseluruh dunia, termasuk mereka yang berasal dari Indonesia.

Kondisi terkini, Italia menjadi negara yang paling terdampak pandemi virus corona.

Nasib Liga Italia Serie A dan turunannya pun setali tiga uang, turut diberhentikan sementara waktu sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Beberapa klub di Italia pun menerapkan pemotongan gaji selama kompetisi dihentikan.

Baca: Sempat Diundur karena Virus Corona, Tanggal Rilis Baru Film Mulan Akhirnya Terungkap

Penduduk, yang memakai masker wajah sebagai tindakan pencegahan terhadap penyebaran virus corona COVID-19, mempraktikkan social distancing ketika mereka menunggu untuk diuji di pusat pengujian cepat sementara dekat rumah sakit Bach Mai di Hanoi pada 31 Maret 2020. (VATSYAYANA / AFP)

Namun, mereka yang merasakan nasib mengenaskan bukanlah para pemain Juventus, Inter atau AC Milan, melainkan mereka yang bermain liga amatir di Negeri Pizza itu lah yang paling terdampak dari pandemi yang berasal dari Wuhan, China, tersebut.

Melansir Tuttosport, kompetisis Serie D ke bawah adalah kompetisi yang paling terkena dampak dari Covid-19.

Dari Serie D ke kategori-kategori kompetisi amatir di bawahnya, ada 12.000 klub dan satu juta pemain amatir yang masa depannya terancam akibat Covid-19.

Mereka mencakup 98 persen dari pesepak bola di Italia.

"Ketika membicarakan gaji pemain, kita berpikir soal Cristiano Ronaldo dll."

"Namun, ada banyak sekali pemain yang membawa pulang gaji tak sampai 2000 euro per bulan," tutur Alfonso Morrone, Presiden Asosiasi Direktur dan Kolaborator Olahraga.

Liga Italia resmi dihentikan sejak Selasa (10/3/2020). (Lega Serie A)

"Mereka perlu membayar kebutuhan sehari-hari, cicilan rumah, dll."

"Pada periode darurat ini, kontrak para pesepak bola profesional terlindungi sementara para amatir tidak."

Oleh karena itu, banyak pihak mendukung upaya Menteri Pemuda dan Olahraga Italia, Vincenzo Spadafora, untuk mewujudkan proposal bantuan keuangan sebesar 400 juta euro bagi olahraga akar rumput dan asosiasi amatir di Italia.

Salah satunya datang dari Cosimo Sibilia, Presiden Liga Amatir Nasional Italia (LND).

"Saya selalu mengatakan, satu euro yang diinvestasikan ke olahraga terbalaskan 300 kali dalam bentuk kesehatan," tutur Sibilia di situs resmi LND.

"Saya bahagia dan mengucapkan terima kasih kepada sang menteri untuk dana ini."

"Saya menghadapkan langkah-langkah penting bagi gerakan grassroots karena kami adalah fabrik sosial masyarat negeri ini."

Injeksi dana pemerintah setara Rp 7,2 triliun itu diyakini akan membuat sepak bola kasta bawah Liga Italia bergelora lagi walau Morrone tak yakin kompetisi 2019-2020 bakal kembali bergulir.

Walau tengah menjalani masa sulit, LND sendiri tengah menjalani kampanye "Jantung Sepak Bola" sebagai upaya solidaritas kepada para pekerja medis dan dokter yang berdiri di garis depan melawan pandemi virus corona.

Nepal tutup jalur pendakian ke Gunung Everest, Foto: Para pria berjalan di jalur pendakian yang sepi selama lockdown yang diberlakukan pemerintah sebagai tindakan pencegahan terhadap coronavirus COVID-19, di Namche Bazar di wilayah Everest, sekitar 140 Km di timur laut Kathmandu pada 25 Maret 2020. (PRAKASH MATHEMA / AFP)

Baca: 2 Dokter Prancis Dikritik Setelah Menyarankan Uji Coba Vaksin Covid-19 pada Masyarakat Afrika

Antisipasi Penyebaran Covid-19 Mengancam Pekerja di Himalaya

Sebagai bentuk antisipasi penyebaran virus corona / Covid-19, pemerintah Nepal menutup sejumlah spot wisata, satu di antaranya adalah sejumlah desa-desa di pegunungan Himalaya, desa terakhir menuju Gunung Everest.

Sebuah kota di Himalaya, tepatnya di Khumjung resmi ditutup untuk mengantisipasi penyebaran virus corona.

Khumjung, sebuah kota perbukitan di Himalaya yang seharusnya ramai menjelang masuknya musim pendakian Gunung Everest, gunung tertinggi di dunia, tutup mengikuti kebijakan negara Nepal yang menutup sejumlah spot wisata.

Tutupnya kota Khumjung ini mengancam mata pencaharian warga lokal sekitar yang dikenal dengan nama Sherpa / orang-orang Sherpa.

Belum Ada Kasus

Penutupan kota tempat pendakian Gunung Everest yang mempunyai tinggi 8.848 meter (29.029 kaki) ini dilakukan untuk mengantisipasi masuknya pandemi virus corona ke Nepal.

Kendati sementara tidak ada kasus yang dilaporkan di dalam kota tersebut, pegunungan Himalaya resmi ditutup.

Tutupnya Himalaya mencakup perbatasan dan perjalanan udara dari berbagai negara.

Mengancam Mata Pencaharian

Sejumlah tali dan pick terlihat masih digantung di rumah-rumah di Khumjung yang memiliki atap batu berwarna hijau.

Hostel-hostel dan sejumlah kedai teh di wilayah yang sering digunakan para pendaki melakukan aklimatisasi (penyesuaian fisiologis / adaptasi terhadap suatu ketinggian tertentu) ini mulai kosong.

Seorang pemandu pendaki, Phurba Nyamgal Sherpa mengaku khawatir mata pencahariannya terancam.

"Kami tidak pergi ke gunung karena kami harus melakukannya, itu (Everest) adalah satu-satunya pilihan kami untuk bekerja," kata Sherpa kepada AFP, Rabu (1/4/2020) di rumahnya di Khumjung, di mana ia tinggal bersama istrinya dan seorang putra berusia enam tahun.

Ia yang telah mendaki Gunung Everest dan gunung-gunung lain sejak berusia 17 tahun ini dilaporkan tidak mendapat permintaan dari para pendaki.

Bersama ratusan pemandu, porter pembawa barang, dan pekerja lainnya, nasib pekerjannya terancam.

Bagi para warga Sherpa dan para pekerja lainnya, aktivitas pendakian di Gunung Everest merupakan satu-satunya lumbung pemasukan mereka.

Sejumlah warga mengaku bahwa dirinya adalah tulang punggung keluarga.

Aktivitas pendakian Gunung Everest yang berlangsung dari April hingga akhir Mei ini merupakan pemasukan utama bagi para warga Sherpa.

Mereka mengaku bahwa pada periode tersebut, mereka dapat memberi makan keluarganya selama setahun penuh.

Setiap pemandu diperkirakan akan menghasilkan antara 5000 hingga 10.000 dollar selama periode pendakian tersebut.

Kebijakan Nepal

Tercatat untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19, Nepal menangguhkan izin untuk semua pendakian gunung sejak 12 Maret 2020.

Sejumlah basecamp juga secara efektif menutup kegiatan pendakiannya.

Akibat kebijakan ini, kerugian ditaksir mencapai hampir 4 juta dollar, di mana satu izin pendakian Gunung Everest seharga 11.000 dollar.

Baca: Bukan China atau AS, Ada Studi yang Beberkan Wabah Corona adalah Senjata Biologis Rusia, Alasannya?

Seperti Kota Hantu

Seorang anak penggembala, yang juga bernama Sherpa (31) mengungkapkan dirinya telah mencapai puncak Everest selama delapan kali.

Selama puluhan kali pula, ia menolong pendaki lain mencapai puncak.

Sebagai bentuk antisipasi terhadap penyebaran virus corona, Sherpa meyakini bahwa masalah yang dialaminya juga dirasakan oleh semua.

“Saya pikir semua orang menderita masalah yang sama,” katanya.

Sherpa biasanya berada di basecamp Everest, tempat para pendaki menunggu cuaca yang baik untuk bergegas ke puncak.

Pada musim semi tahun lalu, terdapat 885 orang yang telah mencapai puncak Everest.

Hal itu merupakan rekor terbaru dari catatan sebelumnya yang mencapai 644 orang.

Namun angka tersebut tidak berarti apapun, saat pandemi virus corona membungkam Everest.

Antisipasi penyebaran virus corona telah membuat basecamp kosong.

Sebuah kota terakhir sebelum basecamp, Namche, terpantau juga kosong.

Para pemandu, porter / juru angkut, tukang masak, dan para pekerja pendukung aktivitas naik gunung lainnya harus berjalan kaki menuruni lereng dengan tangan kosong.

“Akibat musim (pendakian) dibatalkan, maka tak ada yang mendapat pekerjaan. Dari mulai penerbangan, toko-toko, hingga para porter/juru angkut, tidak ada pekerjaan.

“Semua orang pulang,” kata Pemba Galzen Sherpa, yang mengaku telah mencapai puncak Everest selama 14 kali.

Seorang pemandu, Damian Benegas yang sering mengantarkan tim pendaki ke Everest selama hampir dua dekade mengatakan bahwa para porter dan pekerja dapur lah yang paling terpukul atas penutupan ini.

Menurutnya, dua pekerjaan tersebut bergantung dengan aktivitas pendakian.

Ia juga menyebut bahwa dua pekerjaan ini sering membuat jalannya pendakian berjalan dengan baik

“Orang-orang itu tak punya rencana lain ataupun cadangan serta sejumlah kesepakatan bahwa ekspedisi pendakian akan terus berjalan,” tutur Damian Benegas.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha/Haris) 



Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
BERITA TERKAIT

Berita Populer