Para ahli pun menanggapi letupan awan panas yang keluar dari gunung api tersebut dengan mengatakan kalau kemungkinan besar letusan Gunung Merapi akan sering terjadi.
Berdasarkan rilis yang disampaikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (KESDM), Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencaan Geologi, letusan Gunung Merapi berlangsung selama 4 menit 3 detik.
Ketinggian kolom abu erupsi Gunung Merapi diketahui mencapai 3.000 meter diatas puncak atau sekitar 5.968 meter di atas permukaan laut.
Baca: BREAKING NEWS: Gunung Merapi Erupsi, Asap Tebal Kembali Muncul Siang Ini
Ahli Vulkanologi Surono mengatakan sejak erupsi terakhir tahun 2010 berakhir, karakter Gunung Merapi akan berubah.
Biasanya, letusan yang dikeluarkan oleh gunung tersebut akan diakhiri dengan pembentukan kubah lava yang nantinya akan terjadi guguran kubah.
Selanjutnya, pasti akan diikuti oleh awan panas guguran dan ini namanya letusan tipe Merapi.
"Sebab, di mana pun gunung merapi berada, kalau ada sumbatan lava, lalu sumbatan itu gugur dan terjadi awan panas guguran, maka itu disebut dengan Erupsi Tipe Merapi," terang pakar bernama Mbah Rono saat dihubungi Kompas.com, Minggu (29/3/2020).
Ia pun menjelaskan kalau erupsi pada 2010, terjadi eksplosit besar-besaran pada Gunung Merapi.
Dengan letusan tipe Merapi yang terjadi pada saat itu, isi kantong magma gunung tersebut telah berkurang akibat letusan besar yang terjadi pada 2010.
Baca: Jika Covid-19 Masih Mewabah hingga Lebaran, Muhammadiyah Akan Tiadakan Tarawih dan Salat Idul Fitri
"Maka Gunung Merapi memerlukan waktu untuk pengisian ulang (energi), dan di akhir letusan pada 2020, tidak terjadi penyumbatan lava, sehingga sistem letusan dari Merapi ini relatif terbuka," sambungnya.
Hal itu mengidentifikasikan bahwa sistem letusan yang relatif terbuka saat ini membuat pembentukan kubah lava relatif rapuh, sehingga Gunung Merapi tidak mampun menghimpun energi yang besar.
"Paling (letusan) seperti yang terjadi pada 28 Maret kemarin, dengan kolom abu setinggi 5.000 meter di atas permukaan laut, kemudian disusul dengan letusan-letusan kecil," ungkap Surono.
Surono kemudian menjelaskan kalau karakter yang berubah dari Gunung Merapi tidak hanya letusannya saja, tetapi juga tanda-tanda aktivitas vulkaniknya.
"Saya berharap, selama sistem (letusan) ini tidak berubah, maka letusan-letusan seperti (yang terjadi 28 Maret) ini akan sering terjadi," papar mantan Kepala PVMBG ini
Saat ini, status Gunung Merapi dinyatakan berada di Level II atau waspada.
"Status ini bukan untuk meramalkan seberapa besar letusan dari gunung api tersebut. Tetapi agar masyarakat tahu bahwa aktivitas gunung api seperti itu dan menjelaskan resikonya," jelas Mbah Rono.
Walaupun begitu, ia juga menegaskan kalau sejauh ini karakter Gunung Merapi belum banyak berubah.
Kubah lava gunung tersebut masih rapuh, sehingga kata dia, tidak seperti Gunung Merapi jelang erupsi 2010, maupun di tahun-tahun sebelumnya.
"Merapi tidak mampu menghimpun energi yang besar, energi yang dihimpun ditransfer dengan cepat menjadi energi letusan. Mudah-mudahan Merapi akan bertahan seperti ini untuk waktu yang lama, sehingga akan sering meletus, tetapi tidak bahaya untuk masyarakatnya," ungkap Surono.
Kendati demikian, ia menambahkan kalau letusan yang dihasilkan oleh Gunung Merapi akan begitu-begitu saja, tidak terlalu berbahaya namun tetap harus waspada jika suatu saat pembentukan kubah lava berubah dengan cepat dan kuat.
Sebab, jika terjadi pembentukan kubah lava yang demikian cepat dan kuat, maka dapat terjadi akumulasi energi yang cukup besar.
Apabila terjadi tanda-tanda tersebut, Surono berharap para ahli geologi maupun vulkanologi lainnya dapat segera mengetahuinya.
"Sehingga, para ahli dapat segera memberikan suatu prediksi, proses yang akan terjadi (pada gunung berapi tersebut) dan ancaman bahaya, tujuannya untuk mengurangi risikonya," jelas Surono.
Pada intinya, perubahan itu dapat terjadi dalam waktu yang cepat dan kuat, dengan ditandai beberapa hal.
Misalnya dari sisi guguran, deformasi atau perubahan bentuk permukaan Gunung Merapi, seimisitas atau dari gas yang diemisikan.
"Banyak parameter yang harus diamati, mungkin tidak dengan metode-metode klasik yang biasa digunakan untuk mengamati aktivitas erupsi Gunung Merapi seperti sebelumnya," pungkas Surono.
Dari pengamatan dari akun twitter resmi BPPTKG, aktifitas di atas puncak merapi menunjukkan terjadinya hujan deras disertai petir yang terjadi pada pukul 12.20 sampai 13.20 WIB.
"Terjadi hujan di puncak #Merapi pukul 12:20-13.20 WIB dgn total curah hujan 17 mm. Hujan disertai suara geluduk petir.
#dataMerapi
#statuswaspada sejak 21 Mei 2018" tulis @BPPTKG.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gunung Merapi Meletus, Surono Sebut Letusan ini akan Sering Terjadi".