Informasi Awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki atau yang lebih dikenal dengan nama Taman Ismail Marzuki (TMI) diresmikan pada tanggal 10 November 1968 oleh Gubernur DKI Jakarta pada masanya, Ali Sadikin.
Bangunan yang berlokasi di Jalan Cikini Raya No 73, Jakarta Pusat ini didirikan oleh Gubernur Ali sebagai pusat kebudayaan.
Ali Sadikin yang saat itu berperan sebagai Gubernur DKI Jakarta yang kotanya tengah mengembangkan pembangunan, industri, perdagangan, dan pariwisata, menginginkan Jakarta juga sebagai pusat kebudayaan.
Baginya, kota yang hanya sibuk dengan geliat ekonomi hanya akan membuatnya gersang.
Oleh karena itu, Ali Sadikin lalu mengajak para seniman untuk berkumpul membicarakan hal itu lebih lanjut.
Setelah pertemuan dengan para seniman, kesepakatan pun lahir, yaitu sebuah pusat kesenian akan dibangun di jantung ibukota, yaitu yang sekarang dikenal sebagai Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki. (4)
Sejarah
Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki berlokasi di Jalan Cikini Raya No 73, Jakarta Pusat.
Tempat ini diresmikan pembukaannya oleh Gubernur Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta, Jenderal Marinir Ali Sadikin pada tanggal 10 November 1968.
Ismail Marzuki (1914-1957) yang menjadi nama tempat ini adalah seorang komponis pejuang kelahiran Betawi (Jakarta) yang telah menciptakan lebih dari 200 lagu yang di antaranya merupakan lagu-lagu perjuangan bangsa yang hingga kini masih sering diperdengarkan.
Lagu-lagu tersebut antara lain Halo-Halo Bandung, Berkibarlah Benderaku, Nyiur Melambai, dan Sepasang Mata Bola.
Latar belakang tersebutlah yang kemudian membuat tempat kesenian ini diberi nama Ismail Marzuki, Pusat Kesenian Jakarta - Taman Ismail Marzuki (TIM).
TIM dibangun di atas tanah seluas sembilan hektar.
Dulu tempat ini dikenal sebagai ruang rekreasi umum Taman Raden Saleh (TRS).
Pengunjung TRS dapat menikmati kesejukan paru-paru kota, menonton sejumlah hewan, menonton balap anjing di trek Balap Anjing yang kini telah berubah menjadi kantor dan ruang kuliah mahasiswa Fakultas Perfilman dan Televisi Institut Kesenian Jakarta.
Selain itu, terdapat juga lapangan bermain sepatu roda berlantai semen, dua gedung bioskop, Garden Hall dan Podium untuk melengkapi suasana hiburan malam bagi warga yang suka nonton film.
Namun, sejak 37 tahun lalu suasana seperti itu tidak lagi dapat ditemukan, khususnya setelah Gubernur Ali menyulap tempat ini menjadi Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki.
Kejelian Gubernur Ali dalam mengatur tatanan kota Jakarta menjadi bagian penting dalam sejarah pembangunan Jakarta sebagai Ibukota negara.
Kejelian tersebut juga diterapkannya dalam mendirikan TIM.
TIM dijadikannya sebagai upaya menyatukan para seniman Jakarta yang pada saat itu berceceran dan terpecah-belah oleh kekuatan politik.
Selain sebagai upayanya menyatukan para seniman, TIM juga dijadikannya wadah para seniman tersebut berkarya. (1)
Baca: Museum Fatahillah (Museum Sejarah Jakarta)
Baca: Museum Kebangkitan Nasional
Ruang Ekspresi Seniman
Sejak berdiri dari tahun 1968 hingga kini Taman Ismail Marzuki telah menjadi ruang ekspresi bagi seniman yang ingin menyajikan karya-karya inovatif.
Pertunjukan, eksperimen, suatu dunia atau karya seni yang sarat dengan dunia ide.
Taman Ismail Marzuki membuka pintu seluas-luasnya bagi ruang berpikir seniman dalam berkreasi menuju seni yang berkualitas.
Dalam beberapa waktu yang lama harapan muncul lalu mewujud suatu karya dalam dunia penciptaan menjadi sebuah kenyataan.
Panggung TIM menjadi ramai oleh karya-karya eksperimen yang sarat ide.
Hal ini ditandai oleh sejumlah kreator seni yang sempat membuka peta baru di atas pentas.
Kreator seni tersebut di antaranya adalah Rendra, pimpinan Bengkel Teater Yogya dari kampung Ketanggungan Wetan Yogyakarta.
Awalnya karya Rendra, berupa drama Be Bop atau drama mini kata SSSTTT ditayangkan di layar kaca TVRI.
Menyusul pentas drama klasik Yunani Oedipus Rex, Menunggu Godot, Hamlet dan karya pentas mini kata lainnya.
Koregrafer kondang, Sardono W. Kusumo, lewat pentas tari Samgita Pancasona menyuguhkan konsep gerak yang memiliki skala tak terbatas.
Balerina terkemuka, Farida Oetojo mewarnai TIM denga karya baletnya yang berani.
Slamet Abdul Sjukur yang lama bermukim di Perancis, menggedor publik dengan konser piano Sumbat yang membuat penonton terpana.
Sutradara teater Arifin C. Noer, Teguh Karya, Suyatna Anirun (Bandung), yang membuat public terpesona.
Koreografer senior, Bagong Kusudiardjo, Huriah Adam, pelukis Affandi, Trisno Soemardjo, Hendra Gunawan, Agus Djaya, Oesman Effendi, S. Sudjojono, Rusli, Rustamadji, dan Mustika yang mengisi TIM dengan karya-karya mereka yang indah dan artistik. (2)
Baca: Willibrordus Surendra Broto Rendra
Baca: Joko Pinurbo
Filosofi Logo
- Daun Palma, daun ini menggambarkan Pancasila dalam kehidupan Seni Budaya
- Buah Tujuh, buah ini melambangkan tujuh bidang seni yaitu musik, tari, sastra, seni rupa, teater, film, dan tradisi.
- Umum, Pohon Nyiur merupakan pohon yang sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia. Dari batang, daun, lidi, daun muda, buah, air buah, sari air buah, hingga akar, kesemuanya memiliki manfaat nyata bagi kehidupan.
Tulisan “Cipta” mengartikan agar para seniman disiplin untuk selalu berkreasi dan mencipta keindahan untuk sesama. (3)