Informasi Pribadi
TRIBUNNEWSWIKI.COM – Nama Evi Novida Ginting Manik mencuat setelah dia diberhentikan sebagai komisioner KPU oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada 18 Maret 2020.
Evi Novida Ginting lahir di Medan 11 November 1966.
Ia menikah dengan Sulaiman Harahap.
Evi meperoleh pendidikan dasar di SD Bhayangkara, Medan, Sumatera Utara.
Lalu ia melanjutkan sekolahnya di SMP Swasta Bhayangkari hingga 1982 yang dilanjutkan ke jenjang SMA di SMA Negeri 1 Medan.
Selepas itu pada ia meneruskan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di Universitas Sumatera Utara jurusan Administrasi Negara dan mendapatkan ijazahnya pada 1992.
Tak puas dengan pendidikan sajana, Evi kemudian melanjutkan pendidikan S-2 jurusan Studi Pembangunan hingga memperoleh gelar Magister pada 2007 di universitas yang sama.
Sedangkan pendidikan non formal, Evi mengikuti Pelarihan Perempuan Memimpin : Partisipasi Perempuan di KPU RI dan Bawaslu RI pada September 2016.
Selain itu ia juga mengikuti Orientasi Tugas Anggota KPU Provinsi Sumatera Utara pada September 2013.(1)
Pengalaman Organisasi
Berikut ini adalah pengalaman organisasi yang pernah diikuti peh Evi Novida Ginting.
- Anggota Bidang Politik dan Hubungan Internasional, Ikatan Alumni USU Wilayah Sumatera Utara, 2014-2018
- Bendahara Umum, Ikatan Alumni FISIP USU, 2006-2010
- Bendahara, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Cabang Medan, 2005-2008.(1)
Karier
Evi Novida Ginting mengawali kariernya sebagai staf pengajar di Universitas Sumatera Utara pada 1995.
Dilanjutkan sebagai Sekretaris Labolatorium Ilmu Politik FISIP, Universitas Sumatera pada 19992-2001.
Kariernya meningkat ketika ia menduduki jabatan Sekretaris Jurusan Ilmu Politik FISIP, Universitas Sumatera Utara pada 2001 hingga 2003.
Evi terpilih sebagai komisiner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022.
Evi Novida sekaligus menjadi satu-satunya perempuan dari tujuh Komisoner KPU yang dilantik Presiden Joko Widodo.
Sebelum menjadi Komisioner KPU, Evi tercatat pernah menjabat sebagai Anggota KPU Medan periode 2004-2009.
Lalu Ketua KPU Kota Medan perode 2009-2013 dan Anggota KPU Sumut periode 2013-2018.(2)
Diberhentikan sebagai Komisoner KPU
Evi Novida Ginting Manik dipecat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada 18 Maret 2020.
Evi diputuskan melanggar kode etik terkait kasus manipulasi perolehan suara calon legislative (caleg) Partai Gerindra Daerah Pemilihan (Dapil) Kalimantan Barat 6.
Pemecatan Evi diputuskan dalam sidang DKPP yang digelar Rabu (18/3/2020).
Menurut DKPP, pelaksanaan tugas dan wewenang KPU di samping bersfat collegial, secara personal dan fungsional masing-masing anggota bertanggung jawab penuh terhadap seluruh tugas dan wewenang yang menjadi lingkup urusan divisi yang dibidangi.(3)
Selain menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Evi, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Teradu I Arief Budiman selaku Ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia.
Peringatan keras juga diberikan kepada komisioner KPU lain, yaitu Teradu II Pramono Ubaid Tanthowi, Teradu IV Ilham Saputra, Teradu V Viryan Azis, dan Teradu VI Hasyim Asy’ari.
Sanksi berupa peringatan juga diberikan kepada anggota KPU tingkat daerah.
Mereka adalah Teradu VIII Ramdan selaku Ketua merangkap Anggota KPU Provinsi Kalimantan Barat, Teradu IX Erwin Irawan, Teradu X Mujiyo, dan Teradu XI Zainab masing-masing selaku Anggota KPU Provinsi Kalimantan Barat.
DKPP juga telah meminta Badan Pengawas Pemilu untuk mengawasi putusan ini.
Kemudian, Presiden diminta untuk segera melaksanakan putusan ini paling lambat sepekan ke depan.(4)
Evi Novida Ginting Manik menyebut putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI yang mencopotnya dari jabatan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI cacat hukum.
Ada sejumlah hal yang dia soroti.
Evi menilai Putusan DKPP Nomor 317 Tahun 2019 tidak sesuai Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2019 yang mewajibkan pengambilan keputusan minimal dihadiri lima orang.
Sementara sidang hanya dihadiri empat orang anggota.
Dia juga mengatakan gugatan kasus itu telah dicabut oleh pengadu Hendri Makaluasc pada sidang DKPP RI tanggal 13 November 2019.
Dengan begitu, lanjutnya, tidak ada lagi pihak yang merasa dirugikan.
Evi lalu menganggap DKPP RI hanya memiliki kewenangan secara pasif mengadili pelanggaran kode etik.
Menurutnya kasus itu seharusnya telah selesai saat Hendri menarik aduannya.
Ia mengaku tak pernah mengintervensi KPU Kalimantan Barat untuk melakukan perubahan suara.
Ia hanya mengabil keputusan saat ada perbedaan putusan sengketa hasil pemilu Antara Bawaslu RI dengan Mahkamah Konstitusi.
Berpegangan pada UU Pemilu, Evi saat itu lalu meminta KPU Kalimantan Barat merujuk pada putusan sengketa pemilu yang telah ditetapkan oleh MK.
Evi menyatakan tidak terima dengan putusan DKPP RI yang mencopotnya dari jabatan Komisioner KPU RI
Karennya, ia akan melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).(5)