Peneliti Berhasil Lacak Kasus Pertama Corona, Terungkap Siapa Pasien Awal Terjangkit Covid-19

Penulis: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi wabah Covid-19

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Peneliti Berhasil Lacak Kasus Pertama Corona, Terungkap Siapa Pasien Awal yang Terjangkit Covid-19.

Peneliti terus berusaha untuk mengungkap bagaimana dan sumber kemunculan virus SARS-CoV-2, yang kini telah menjadi pandemi global ini, menjangkiti manusia.

Dikutip dari Kompas.com, upaya yang dilakukan adalah dengan melacak pasien pertama virus SARS-CoV-2.

Sebelumnya ilmuwan menduga bahwa virus tersebut berasal dari kelelawar yang melompat ke hewan lain.

Kemudian, hewan tersebut menularkan ke manusia.

Namun kini virus corona telah menyebar di antara orang-orang tanpa perantara hewan.

Apabila peneliti dapat melacak kasus paling awal, mereka mungkin dapat mengidentifikasi hewan inang tempat virus bersembunyi.

Selain itu, peneliti juga butuh mengetahui bagaimana penyakit ini menyebar.

Kemudian menentukan kasus yang tak terdokumentasi berkontribusi terhadap penularannya akan sangat meningkatkan pemahaman tentan ancaman virus ini.

Baca: Jika Rumah Sakit Tak Cukup Tampung Pasien Corona, Ini yang Akan Dilakukan Pemerintah untuk Isolasi

Baca: Studi Ungkap 86% Orang yang Terinfeksi Virus Corona Masih Berkeliaran dan Menulari Orang Sekitarnya

Berdasarkan data yang diperoleh South Morning China Post, kasus pertama pertama virus corona berhasil terlacak.

Seorang individu berusia 55 tahun yang berasal dari provinsi Hubei, China disebut menjadi orang pertama yang terjangkit Covid-19.

Kasus tersebut menurut data tercatat pada 17 November 2019, atau sebulan lebih awal dari catatan dokter di Wuhan.

Gambar mikroskop elektron pemindai ini menunjukkan virus corona Wuhan atau Covid-19 (kuning) di antara sel manusia (merah) (Kompas.com, Hai.Grid.id)

Setelah terjadi kasus 17 November 2019, sekitar satu hingga lima kasus baru dilaporkan setiap hari.

Pada 15 Desember, total infeksi mencapai 27.

Kasus harian tampaknya telah meningkat setelah itu, dengan jumlah kasus mencapai 60 pada 20 Desember 2019.

Dokter di China baru menyadari jika mereka sedang menghadapi penyakit baru akhir Desember 2019.

Pada 27 Desember 2019, Zhang Jixian, seorang dokter dari RS Pengobatan Terpadu China dan Barat China Provinsi Hubei memberi tahu otoritas kesehatan bahwa penyakit disebabkan oleh virus corona baru.

Saat itu, lebih dari 180 orang telah terinfeksi.

BACA JUGA

10 Cara Pencegahan Corona dari Kementerian Kesehatan, Hindari Segitiga Wajah

Gejala Awal Infeksi Virus Corona Hari per Hari, Lakukan Langkah Tepat Jika Alami Gejala Covid-19

Cara Pencegahan Corona: Jangan Sentuh Hidung hingga Cuci Tangan

China Klaim Obat Flu Jepang Efektif Obati Virus Corona

Meski pasien kasus 17 November 2019 ini telah terindentifikasi, masih ada keraguan benarkan individu tersebut benar menjadi orang pertama yang terjangkit.

Masih ada kemungkinan kasus yang lebih awal lagi untuk ditemukan.

Sementara itu para ahli di seluruh dunia tak berhenti untuk terus mempelajari virus SARS-CoV-2, menguji vaksin, serta memberikan perawatan supaya pandemi global ini segera berlalu.

Dampak Pandemi Virus Corona pada Lingkungan, Polusi Udara Global Turun

Pandemi virus corona yang menyebabkan Covid-19 semakin memberi pukulan keras terhadap ekonomi global.

Namun, ada dampak lain yang sangat positif bagi lingkungan.

Kabar baik di tengah kabar buruk terkait semakin luasnya penyebaran virus corona di dunia.

Sebab, lagi-lagi Covid-19 menunjukkan pengaruh positif terhadap polusi udara secara global.

Saat China menyatakan lockdown karena penyebaran virus corona yang semakin liar, citra satelit menunjukkan tingkat polusi yang menurun drastis di langit Negeri Tirai Bambu itu.

Baca: WHO Imbau Hindari Konsumsi Ibuprofen untuk Gejala Covid-19, Dapat Memperburuk Efek Virus Corona

Baca: FAKTA Rumah Sakit Rujukan Pasien Virus Corona: Ruang Isolasi Ukuran 3x4 meter Berisi 6 orang, Layak?

Kali ini, seperti melansir Science Alert, Selasa (17/3/2020), para astronom menunjukkan penurunan emisi nitrogen dioksida di langit Eropa.

Menggunakan instrumen Tropomi pada satelit Copernicus Sentinel-5P, astronom mengambil gambar permukaan Bumi yang diambil dari 1 Januari hingga 11 Maret 2020.

Gambar tersebut menunjukkan penurunan nitrogen dioksida, yakni emisi gas buang dari kendaraan bermotor dan asap industri, yang turun secara drastis.

"Penurunan emisi nitrogen dioksida di atas Lembah Po di Italia utara sangat nyata," jelas Claus Zehner, manajer misi Badan Antariksa Eropa ( ESA) Copernicus Sentinel-5P, dikutip dari Kompas.com.

Zehner mengatakan meski mungkin ada variasi dalam data karena tutupan awan dan perubahan cuaca, namun dia meyakini pengurangan emisi terjadi bersamaan dengan lockdown di Italia.

"Hal ini menyebabkan lebih sedikit lalu lintas dan kegiatan industri (berlangsung di Italia)," ungkap dia.

Pada 8 Maret lalu, peneliti sumber daya lingkungan dari Standford University, Marshall Burke melakukan beberapa perhitungan baik tentang penurunan polusi udara baru-baru ini di beberapa wilayah di China.

Seperti diketahui, virus corona yang kali pertama mewabah di Wuhan, telah menewaskan ribuan orang.

Bahkan hingga saat ini, jumlah korban tewas karena Covid-19 terus bertambah di seluruh dunia.

Kendati demikian, menurut Burke, secara konservatif, sangat mungkin nyawa yang diselamatkan secara lokal dari adanya pengurangan polusi akan melebihi kematian akibat Covid-19.

"Mengingat sejumlah besar bukti bahwa menghirup udara kotor berkontribusi besar terhadap kematian dini," kata Burke.

Suasana kota Wuhan, China setelah ditutup karena wabah virus Corona yang berasal dari tempat ini. (AFP)

Burke kembali mempertanyakan apakah mungkin nyawa yang diselamatkan dari pengurangan polusi yang disebabkan oleh gangguan ekonomi dari Covid-19 ini melebihi angka kematian akibat virus itu sendiri.

"Bahkan di bawah asumsi yang sangat konservatif, saya pikir jawabannya jelas 'ya'," jelas dia.

Peneliti ini kemudian mencoba menghitung pengurangan polusi selama dua bulan. Hasilnya, mungkin saja pengurangan polusi ini telah menyelamatkan nyawa 4.000 anak di bawah 5 dan 73.000 orang dewasa di atas 70 di Cina.

Itu secara signifikan lebih dari jumlah kematian global saat ini dari virus corona.

Meskipun ini mungkin tampak sedikit mengejutkan, namun itu adalah sesuatu yang telah diketahui untuk waktu yang cukup lama.

Awal bulan ini, penelitian menunjukkan polusi udara menghabiskan biaya tiga tahun, dari rata-rata harapan hidup global.

"Sungguh luar biasa, jumlah kematian dan hilangnya harapan hidup dari polusi udara menyaingi efek dari merokok tembakau dan jauh lebih tinggi daripada penyebab kematian lainnya," kata fisikawan Jos Lelieveld dari Cyprus Institute di Nicosia.

File foto ini diambil pada 30 Januari 2020 yang memperlihatkan seorang pria yang mengenakan sungkup muka melewati seorang lelaki tua pingsan dan meninggal di trotoar di sepanjang jalan dekat sebuah rumah sakit di Wuhan. (HECTOR RETAMAL / AFP)

Menurut dia, polusi udara melebihi malaria sebagai penyebab global kematian dini dengan faktor 19.

Angka tersebut melebihi kekerasan dengan faktor 16, HIV/AIDS dengan faktor 9, alkohol dengan faktor 45, dan penyalahgunaan narkoba oleh faktor 60.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa polusi udara benar-benar dapat membunuh. Tetapi analisis Burke hanya menggunakan data dari China, dan diselesaikan sebelum ada informasi lebih lanjut tentang bagaimana Covid-19 telah memengaruhi seluruh dunia.

Baca: Update 49 TKA China yang Masuk Kendari, Sempat Dikarantina di Bangkok, Kapolda Sultra Minta Maaf

Baca: Tegaskan Pemerintah Siap Tangani Covid-19, Wapres Maruf Amin Ingatkan Soal Social Distancing

Dengan jumlah kasus terbesar kedua yang terjadi di Italia, dan negara itu memberlakukan tindakan karantina yang ketat, data satelit di Italia utara kini telah menunjukkan penurunan besar dalam polusi udara.

Khususnya penurunan nitrogen dioksida, gas yang sebagian besar dikeluarkan oleh mobil, truk dan beberapa industri.

Untuk saat ini, Zehner mengaku tidak memiliki studi peer-review yang mengukur dampak kesehatan sejati dari pengurangan emisi.

Akan tetapi, mengingat apa yang diketahui tentang bahaya pencemaran udara yang meluas, kemungkinan akan ada manfaat langsung dalam bentuk polusi yang lebih sedikit.

Kendati demikian, angka-angka pendahuluan ini menunjukkan pandemi virus corona sebagai bencana kesehatan global ini adalah kesempatan untuk menilai.

Salah satunya aspek mana dari kehidupan modern yang mutlak diperlukan.

Selain itu, perubahan positif apa yang mungkin terjadi jika kita mengubah kebiasaan dalam skala global setelah besarnya dampak pandemi virus corona yang akibatkan Covid-19 ini.

(Tribunnewswiki.com/Putradi Pamungkas, Kompas.com/Monika Novena/Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas)



Penulis: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer