Informasi Awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM – Karen Agustiawan merupakan mantan Direktur PT Pertamina (Persero).
Dia mejadi satu-satunya perempuan yang menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina.
Setelah mundur dari Pertamina, Karen Agustiawan menjadi guru besar di Harvard Univesrity, Boston, Amerika Serikat.
Karen Agustiawan pernah ditahan jaksa penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung).
Ia terjerat kasus dugaan korupsi investasi blok migas Basker Manta Gummy (BMG), Australia pada 2009.
Namun setelah 1,5 tahun mendekam dibalik jeruji besi, akhirnya Karen menghidup udara bebas.(1)
Baca: Mahfud MD Ungkap Dirinya Pernah Gagal Tes CPNS: Tuhan Membuka Pintu Agar Saya Jadi Menteri
Informasi Pribadi
Nama aslinya ialah Galaila Karen yang lahir pada 19 Oktober 1958 di Bandung, Jawa Barat.
Galaila diambil dari nama balerina Rusia yang disukai oleh ayahnya, Dr Soemiatno, yang pernah bertugas di Rusia.
Sewaktu masih kecil, Karen juga belajar balet. Bahkan ia bisa melakukan voete—gerakan memutar dengan posisi berdiri dengan ujung kaki—yang sulit.
Sedangkan “Karen” berasal dari bahasa Jawa, artinya paling belakang. Karen memang anak bungsu dari sembilan bersaudara.
Adapun nama belakangnya ia ambil dari nama suaminya, Herman Agustiawan.
Ia merupakan jebolan Teknik Fisika di Institut Teknologi Bandung (ITB).(2)
Karier
Karen Agustiawan memulai kariernya di perusahaan minyak Mobil Oil Indonesia hingga 1996, atau saat perusahaan tersebut diakuisisi oleh Exxon Mobil.
Kemampuan kepemimpinan serta pengalamannya di bidang migas mulai mendapat perhatian.
Karen Agustiawan diangkat sebagai salah satu staff ahli oleh Ari H. Soemarno, yang saat itu menjadi Dirut Pertamina.
Pada Maret 2008, ganti pemerintah Indonesia yang mengangkatnya sebagai Direktur Hulu, menggantikan Sukusen Soemarinda.
Belum genap setahun menjabat sebagai Direktur Hulu, Karen telah mengampu amanat sebagai perempuan pertama yang menduduki jabatan Direktur Utama PT Pertamina.
Salah satu gebrakan perempuan kelahiran 19 Oktober 1958 ini adalah merombak manajemen Pertamina.
Pada 2010, Pertamina berhasil melampaui target produksi dan lifting yang ditetapkan pemerintah.
Laba bersih Pertamina meningkat dari US$ 1,55 miliar pada 2009 menjadi US$ 2,77 miliar tiga tahun kemudian, dan naik menjadi US$ 3,07 miliar pada 2013.
Sempat gagal mengakuisisi blok migas Venezuela, Karen membuat Pertamina bisa mengakuisisi ConocoPhilips Algeria Ltd, anak perusahaan ConocoPhilips. Lalu, pada Desember, Blok Siak, Riau, diambil alih dari Chevron Pacific Indonesia.
Pada pertengahan tahun 2017, Pertamina meraih penghargaan internasional pertama.
Majalah Fortune menempatkannya sebagai perusahaan terbesar dunia ke-122 di antara 500 raksasa dunia.
Posisi Karen sebagai Most Powerful Women in Business versi Fortune Global naik menjadi urutan ke-6 dari ke-19 pada 2012.(3)
Di bawah kepemimpinannya, Pertamina terlihat aktif berekspansi bisnis migas di sejumlah negara.
Salah satu prestasi besarnya adalah pembelian aset milik Conoco Phillips di Aljazair pada Desember 2012.
Di laman resmi Pertamina, Karen mengatakan dengan mengakuisisi aset milik Conoco Philips maka dapat menambah produksi Pertamina secara signifikan dalam waktu cepat dengan minyak mentah yang berkualitas tinggi.
Target peningkatan produksinya sebesar 35.000 bopd, yang efektif pada 1 Juli 2013.
Usai enam tahun memimpin PT Pertamina, Karen kemudian memutuskan untuk mundur pada Agustus 2014.
Keputusan Karen itu sempat mendapatkan sorotan publik lantaran ia memilih mundur diduga karena adanya tekanan politik yang kuat.
Namun, kabar itu ditepis oleh Menteri BUMN ketika itu, Dahlan Iskan.
Usai tak lagi menjadi pimpinan di Pertamina, Karen memutuskan hijrah ke Amerika Serikat.
Dalam sebuah acara yang digelar pada 2014 lalu di sebuah hotel di Jakarta Pusat, Karen mengaku tengah fokus menjadi dosen tamu di Harvard Kennedy School, Amerika Serikat.
Di Harvard, Karen memberikan seminar untuk para pengajar serta memaparkan potret energi dunia, terutama perubahan pasokan dan harganya, setelah pengembangan gas nonkonvensional di Amerika Serikat.
Nama Karen sempat santer disebut sebagai calon Menteri ESDM ketika Joko "Jokowi" Widodo dan Jusuf "JK" Kalla terpilih sebagai Presiden dan Wapres pada 2014 lalu.(4)
Kontroversi
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan bisa tersenyum lega.
Alasannya, Majelis Hakim MA mengeluarkan putusan lepas atau onslag van recht vervolging kepada Karen.
Putusan lepas ini atas vonis 8 tahun penjara dan kewajiban membayar denda Rp 1 miliar atau kurungan 4 bulan atas korupsi investasi blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 10 Juni 2019.
Karen Agustiawan didakwa melakukan tindak pidana korupsi saat PT Pertamina melakukan investasi di Blok Baster Manta Gummy (BMG) di Australia pada tahun 2009.
Karen diduga telah mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina sehingga kerugian negara ditaksir Rp 568 miliar.
Jaksa menyebut, selain tidak mengindahkan prosedur investasi yang ada di PT Pertamina, Karen Agustiawan juga tidak melakukan analisis risiko yang kemudian ditindaklanjuti dengan adanya proses tanda tangan sale purchased agreement tanpa ada persetujuan komisaris dan bagian legal perusahaan minyak pelat merah tersebut.
Berdasarkan anggaran rencana kerja PT Pertamina tahun 2009 menganggarkan Rp 1,77 miliar untuk akuisisi Blok Migas.
Untuk pelaksanaan akuisisi PT Pertamina kemudian membentuk tim dengan Karen sebagai ketua.
Namun tanpa ada analisis dan penelitian terhadap blok yang akan diinvestasikan, Karen Agustiawan beserta Direktur Keuangan PT Pertamina Frederick Siahaan memerintahkan meneruskan penawaran yang diterima Pertamina dari ROC Ltd ke Bayu Kristanto selaku manager merger dan akuisisi PT Pertamina.
Baca: BIGBANG Perbaharui Kontrak Eksklusif dengan YG Entertainment, 4 Personelnya Bakal Comeback Tahun Ini
Baca: Bos Olympiakos Mengaku Positif Corona, Arsenal Langsung Isolasi Empat Stafnya
Atas perbuatannya, Karen didakwa melanggar Pasal 2 atau 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 18 ayat 1 huruf b Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Setelah menjalani masa sidang yang panjang, akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Karen Agustiawan 8 tahun penjara. Vonis tersebut dijatuhkan pada Senin 10 Juni 2019.
Karen juga diharuskan membayar denda Rp 1 miliar atau kurungan 4 bulan atas korupsi investasi blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia.
Karen Agustiawan dinyatakan bersalah terkait investasi Pertamina yang merugikan keuangan negara senilai Rp 568,066 miliar.
Dari fakta persidangan, majelis hakim menilai wanita yang pernah menjadi guru besar di Universitas Harvard tidak melakukan tata tertib aturan perusahaan dalam mengambil keputusan seperti investasi.
Terlebih lagi, menurut hakim Karen menjabat sebagai pucuk pimpinan keputusan investasi, yakni sebagai Direktur Hulu 2008-2009.
Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntutnya 15 tahun penjara serta membayar uang pengganti Rp 284 miliar. Sementara vonis hakim tidak mewajibkan Karen membayar uang pengganti karena dinyatakan tidak terbukti menerima keuntungan.
Karen dikenakan Pasal 3 undang-undang tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara dalam tuntutan jaksa Karen dinilai terbukti mengabaikan prosedur investasi di Pertamina dalam 'participating interest' (PI) atas blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
Pada 14 Oktober 2019 Karen mengajukan kasasi usai putusan bandingnya ditolak Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Dalam putusannya, Pengadilan Tinggi menguatkan keputusan Pengadilan Tipikor.
Pengajuan banding Karen Agustiawan ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Majelis hakim yang terdiri dari Ester Siregar sebagai Ketua Majelis, dua hakim anggota yakni James Butar Butar dan Purnomo Rijadi, menguatkan keputusan Pengadilan Tipikor.
Pada tingkat pertama, majelis hakim menjatuhkan vonis Karen 8 tahun penjara atas kasus investasi Pertamina di blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009.
Dalam pertimbangan yang dibacakan Hakim anggota, M Idris, dari fakta persidangan wanita yang pernah menjadi guru besar di Universitas Harvard ini tidak terbukti menerima keuntungan dari investasi di Basker Manta Gummy (BMG) Australia.
Hanya saja, Karen dianggap menguntungkan perusahaan ROC Ltd sehingga dari proses tersebut menimbulkan kerugian bagi keuangan negara.
Pada 9 Maret 2020, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Abdullah menyatakan, Majelis hakim MA mengeluarkan putusan lepas atau onslag van recht vervolging terhadap Karen Agustiawan. Karen lepas dari hukuman sebelumnya yaitu delapan tahun penjara.
Abdullah belum bisa membeberkan secara lebih gamblang. Intinya, kata dia, Karen Agustiawan terbukti melakukan perbuatan tetapi bukan kejahatan. "Karena bukan tindak pidana tidak bisa di pertangungjawabkan dengan beban pidana," ujar dia.
Jubir MA Andi Samsan Nganro menambahkan, putusan itu dikeluarkan Ketua Majelis, didamping hakim anggota, Prof. Krisna Harahap, Prof. Abdul Latif, Prof. Mohammad Askin dan Sofyan Sitompul pada Senin, 9 Maret 2020.
Andi menyebut, pertimbangan majelis kasasi antara lain, bahwa apa yang dilakukan terdakwa Karen Agustiawan adalah “bussines judment rule” dan perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana.(5)