Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman, Minggu (23/2/2020).
"Apa-apa perlu penyesuaian.
Ada yang cepat beradaptasi, ada yang tidak.
Mohon sedikit dimaafkan dulu," kata Fadjroel dikutip oleh Tribunnews.com.
Menurut Fadjroel Rachman, dalam silaturahmi dengan pegiat media sosial di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (18/2/2020), Jokowi memerintahkan semua anggota kabinet untuk fokus terhadap fungsi kementeriannya masing-masing dan segera dapat beradaptasi.
Baca: Menuju Pilkada Kota Medan 2020, Bobby Nasution Dapat Wejangan dari Jokowi
Baca: Megawati Singgung Soal Anak yang Dipaksa Ikut Pilkada, Gibran: Saya Tidak Dipaksa, Keinginan Sendiri
Pernyataan Jokowi tersebut merespons pertanyaan tentang kinerja menteri baru-baru ini.
Menurut Jubir Presiden, dalam kesempatan itu Jokowi menegaskan tujuan pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia.
Program tersebut dapat tercapai melalui prioritas Panca Kerja Kabinet Indonesia Maju.
Panca kerja berupa pembangunan Sumber Daya Manusia, melanjutkan pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, penyederhanaan birokrasi.
Selain itu, ada transformasi ekonomi modern bernilai tambah, yang berpihak pada kemajuan lingkungan hidup dan kehidupan sosial-budaya yang berkemajuan secara efektif dan efisien.
Karenanya, presiden menyebut perlunya anggota kabinet yang dapat menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan fungsi kementeriannya.
"Kalau terus (tidak dapat beradaptasi), pasti saya ganti," kata Jokowi saat itu.
Baca: Nadiem Makarim Jawab Tuduhan Pakai Wewenang Soal Bayar SPP via GoPay : Saya Sudah Tinggalkan Go-Jek
Baca: Nadiem Persilakan 50 Persen Dana BOS untuk Gaji Guru Honerer, Tapi dengan Syarat Ini
Terlepas dari bantahan pihak pemerintah, siapa saja sosok menteri yang layak diganti?
Baru-baru ini, muncul survei kepuasan publik terkait kinerja para pembantu Jokowi yang dilakukan Indonesia Political Opinion (IPO).
IPO merilis hasil survei daftar menteri Jokowi yang patut diganti walau mereka baru menjabat dalam hitungan bulan.
Setidaknya ada lima nama menteri yang menurut masyarakat pantas diganti karena dinilai memiliki kinerja buruk.
Selain itu, isu korupsi, membuat kegaduhan di publik, dan ada konflik kepentingan juga memengaruhi penilaian publik.
Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah menjelaskan, munculnya nama menteri itu merujuk kepada respons 42 persen responden yang menyatakan perlu ada perombakan kabinet Jokowi-Ma'ruf.
"Ini cukup mengejutkan, sebab meski baru 100 hari, sebanyak 42 persen publik menyatakan pergantian menteri itu perlu."
"Kemudian, 36 persen sebut tidak diperlukan dan 22 persen tidak menjawab," ucap Dedi dalam pemaparan diskusi bertajuk "100 Hari Kabinet jokowi-Ma'ruf Amin" di Gondangdia, Sabtu (8/2/2020).
1. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly
Yasonna berada di urutan pertama menteri yang patut diganti.
"Kalau publik menyebut ada menteri yang perlu diganti, maka siapa yang dianggap layak (diganti)?"
"Perlu saya sampaikan, yang pertama nama yang muncul adalah Menkumham Yasonna Laoly yang mendapat atensi 36 persen responden," ujar Dedi.
Yasonna H Laoly adalah Menteri Hukum dan HAM yang dipertahankan Jokowi di periode keduanya menjabat.
Satu kasus yang membuat Yasonna H Laoly menjadi sorotan adalah kasus suap komisioner KPU, Wahyu Setiawan yang melibatkan caleg dari PDI Perjuangan, Harun Masiku.
Di kasus ini, Yasonna yang juga kader PDI Perjuangan sempat dituduh merintangi penyidikan terkait simpang-siur keberadaan Harun Masiku yang kemudian dibantahnya.
2. Menteri Agama, Fachrul Razi
Menteri Agama, Fachrul Razi masuk dalam daftar nama menteri yang layak diganti.
Sebanyak 32 persen responden menilai Fachrul Razi perlu diganti.
Ini adalah kali pertama purnawirawan TNI tersebut menjadi menteri.
Di awal menjabat sebagai Menteri Agama, Fachrul berencana melarang pengguna niqab atau cadar untuk masuk ke instansi milik pemerintah.
Selain itu, ia juga mempermasalahkan ASN yang memakai celana cingkrang.
Belum usai dengan kegaduhan tersebut, kebijakan Fachrul Razi yang kembali menuai pro-kontra adalah pemberian surat rekomendasi untuk perpanjangan izin ormas Front Pembela Islam (FPI).
3. Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate
Masih merujuk hasil survei IPO, sebanyak 29 persen responden menganggap Menkominfo, Johnny G Plate juga perlu diganti.
Johnny G Plate adalah politikus Partai NasDem yang diangkat menjadi menteri oleh Jokowi di Kabinet Indonesia Maju.
Berasal dari kalangan partai membuat beberapa kalangan meragukan Johnny G Plate yang tidak memiliki latar belakang industri telekomunikasi atau yang berkaitan dengan Kominfo.
Johnny G Plate menuai sorotan saat ia mengkritik Netflix yang dinilai lebih banyak menyediakan konten asing dibanding film dalam negeri.
Bahkan, Johnny G Plate meminta agar Netflix tidak memuat film atau serial original produksi luar Indonesia.
"Kita minta Netflix original jangan dulu, lah di Indonesia, gunakan dulu hasil kreativitas anak Indonesia sendiri dulu, kalau bisa," kata dia.
Pernyataan ini mendapat kritikan dari warganet.
Banyak di antara mereka mengatakan, film Indonesia sudah banyak tersedia di Netflix, meski tidak sebanyak film-film asing.
4. Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo
Edhy Prabowo menjadi dua nama menteri terakhir yang layak diganti setidaknya menurut 24 persen responden.
Edhy Prabowo adalah politikus Partai Gerindra yang dilantik Jokowi sebagai Menteri KKP menggantikan Susi Pudjiastuti.
Sejak awal menjabat, kinerja dua menteri ini selalu dibandingkan.
Bahkan Susi dan Edhy pernah beda pendapat terkait ekspor benih lobster.
Di masa Susi, ekspor benih lobster sangat dilarang keras, sedangkan Edhy membuka kemungkinan keran ekspor bibit lobster.
Selain itu, sejumlah kebijakan Susi saat di KKP juga direvisi oleh Edhy.
5. Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim
Nama menteri lain yang layak diganti versi survei adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim (22 persen).
Nadiem Makarim adalah pendiri GoJek sekaligus menteri paling muda yang diangkat Jokowi di Kabinet Indonesia Maju.
Satu kebijakan Nadiem Makarim yang sempat membuat gaduh adalah menghapus ujian nasional (UN) pada 2021.
Walau akan menghapusnya, Nadiem Makarim telah menyiapkan pengganti UN yaitu dengan sistem penilaian baru.
"UN diganti jadi asesmen kompetensi," kata Nadiem dalam rapat bersama Komisi X DPR di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Selain dengan asesmen kompetensi, UN juga akan diganti dengan survei karakter.
Menurut Nadiem, kedua penilaian itu merupakan penyederhanaan dari UN.