Keduanya ialah FG (25) dan YA (21).
Diberitakan TribunJakarta.com, hal itu disampaikan oleh Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Heru Novianto, dalam konferensi pers di Pos Polisi Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu (19/2/2020).
FG dan YA ialah dalang di balik video perkelahian yang viral terjadi di Jalan MH Thamrin, Jakarta, beberapa waktu silam.
Rupanya, video baku hantam itu tidak nyata alias hanya rekayasa FG dan YA.
Keduanya melakukan skenario ini demi mengejar viral dan menambah followers media sosial.
Berikut ini adalah fakta kasus rekayasa perkelahian di Jalan MH Thamrin, diberitakan TribunnewsWiki.com dari TribunJakarta.com.
Baca: Viral Video Banyak Pemotor Terobos Pemakaman TPU Menteng Pulo demi Hindari Macet di Tebet
Baca: VIRAL Gedung Bergoyang, Konser di Jogja Dihentikan setelah Penampilan Denny Caknan dan Pamungkas
Polisi tak hanya mengamankan kedua otak video viral itu.
Empat orang sewaan yang berperan sebagai aktor juga diamankan.
Komisaris Besar Polisi Heru Novianto memberikan keterangan, FG merupakan pria yang baku hantam seolah pahlawan.
Sementara YA, merupakan pelaku yang menyebarkan video tersebut.
Heru mengatakan, tujuan dua pelaku rekayasa baku hantam ini agar pengikut media sosialnya bertambah.
Bahkan, kata Heru, supaya mendapat sponsor iklan dari berbagai pihak.
"Mereka melakukan untuk meningkatkan pengikut (media sosial), sehingga ada iklan untuk film itu sendiri," kata Heru, saat konferensi pers di Pos Polisi Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2020).
Menurut Heru, FG dan YA tak sadar telah meresahkan masyarakat.
"Secara tidak langsung, mereka menunjukkan di pusatnya ibu kota ini, rusuh atau tawuran yang membikin masyarakat tidak nyaman," jelas Heru.
Baca: VIRAL Pemulung di Bandar Lampung Dituduh sebagai Penculik Anak, Mantan Majikan Ungkap Sosoknya
Baca: Buang Bayi Hasil Hubungan Terlarang dengan Adik Kandung, Siswi SMA di Sumbar Jadi Tersangka
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Polisi Heru Novianto, menyatakan FG merupakan dosen di kampus terkenal di perbatasan Tangerang dan Jakarta.
"Pelaku FG statusnya sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Jakarta," kata Heru.
"Satunya lagi, YA mahasiswanya, 21 tahun, dia juga sebagai penyebar video di media sosial," lanjutnya.
Heru melanjutkan, ide awal rekasaya baku hantam ini dimulai dari FG.
Kemudian FG meminta tolong YA guna merekam video baku hantam yang direkayasa tersebut.
"Mereka sepakat, lalu FG menuju Jalan MH Thamrin dan mencari orang yang mau dibayar," kata Heru.
FG pun menawarkan uang ratusan ribu kepada Didi, Irawan, Toto, dan Wahid.
"Akhirnya empat pelaku lainnya mau dibayar dan melakukan rekayasa tersebut," kata Heru.
Didi, Irawan, Toto, dan Wahid merupakan supir bajaj yang kerap mangkal di dekat gedung Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Wajah keempat sopir bajaj ini tampak melas, bingung, dan seolah tak tahu harus melakukan apa.
Didi mengatakan, saat itu dirinya sedang mangkal di dekar Sarinah dan tetibanya FG menawarkan Rp 200 ribu, untuk merekayasa baku hantam.
"Saat itu dia (FG) datang dan menawarkan saya untuk pura-pura berantam," kata Didi, saat diwawancarai TribunJakarta.com, di lokasi dan waktu yang sama.
Kemudian, FG meminta Didi mencari tiga orang lagi untuk melakukan hal yang sama.
"Akhirnya saya tawarkan Irawan, Toto, dan Wahid," kata Didi.
Didi dan Irawan pun berperan sebagai pelaku yang menyerang FG di zebra cross MH Thamrin.
Mereka dibayar Rp 200 ribu per orang.
Sementara Toto dan Wahid dibayar Rp 150 ribu per orang.
Didi menjelaskan, alasan menerima tawaran FG lantaran butuh uang.
Namun, Didi menyatakan enggan melakukan hal yang konyol seperti membunuh orang dan sebagainya.
"Karena itu rekayasa berantamnya, kami mau. Tapi, kalau dibayar untuk bunuh orang, amit-amit. Saya dan teman-teman mending jadi sopir bajaj," beber Didi.
Sementara itu, FG yang mengenakan masker dan baju biru ini menyatakan menyesal.
"Saya betul-betul menyesal melakukan ini," kata FG, di tempat dan waktu yang sama.
Baca: Gendong Warga yang Kena Serangan Jantung, Anggota Polantas di Jakarta Dapat Penghargaan
Baca: Menko PMK Usul Regulasi soal Nikah: Miskin Wajib Cari Jodoh yang Kaya, yang Kaya Cari yang Miskin
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Polisi Heru Novianto, mengatakan FG dan YA dikenakan Pasal 28 Ayat (1) Jo Pasal 45A Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016.
Pasal tersebut menjelaskan tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008, tentang informasi dan transaksi elektronik dan atau Pasal 14 sub.
Mereka juga dapat dikenakan Pasal 15 Nomor 1 Tahun 1946, tentang peraturan hukum pidana dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
"FG dan YA dapat kami sangkakan pasal tersebut dan dengan ancaman sepuluh (10) tahun penjara," ujar Heru.
Dia melanjutkan, pihaknya akan terus menyisir pelaku yang melakukan kebohongan seperti FG dan YA.
"Kami akan terus berpatroli untuk mengamankan para pelaku yang terindikasi meresahkan masyarakat," ucapnya.
"Sekarang, kami lihat jalan MH Thamrin lkondusif, tidak ada perkelahian, tidak ada hal-hal yang meresahkan warga," sambungnya.
Sementara, Didi dan tiga rekannya dibebaskan. Namun wajib memberikan keterangan kepada kepolisian jika dibutuhkan.
Pengamat Media dari Kampus Uhamka, Gilang Kumari Putra, mengatakan yang dilakukan FG dan YA, merupakan konten yang receh atau tak bermutu.
"Dia melakukan hal yang sangat receh," kata Gilang, sapaannya.
Gilang mengatakan, FG dan YA sengaja melakukan rekayasa ini gegara banyak masyarakat Indonesia yang suka melihat konten lucu.
"Dia beranggapan bahwa karena apa, orang Indonesia itu, senang dengan hal yang lucu," beber Gilang.
"Ketika mengirim konten lucu, mereka yakin panjat sosialnya lebih cepat dibanding share hal yang serius," sambungnya.
Panjat sosial, lanjutnya, akan menjadi salah jika dilakukan secara salah pula.
"Misalnya, ketika nge-prank. Karena panjat sosial itu tujuannya meningkatkan viewers, followers, dan akan berujung pada iklan," kata Gilang.
Karena itu, Gilang mengimbau para pelaku konten media sosial sebaiknya membikin hal positif.
"Tidak boleh menggunakan cara-cara rekayasa, ngeprank, misalnya. Karena yang harus dilakukan adalah memberikan edukasi kepada masyarakat, untuk bermedsos secara sehat," tutur Gilang.
Menyoal FG dan YA dari kalangan terpelajar, Gilang menyatakan tak mempersoalkan.
"Ini bukan masalah dosen atau mahasiswa yang dari kalangan intelektual," kata Gilang.
"Saya berkesimpulan, kadang melakukan pansos itu tidak semata-mata untuk bersifat ekonomi," sambungnya.