Pematenan obat ini mungkin memicu lebih banyak konflik terkait kebijakan teknologi yang membantu memicu perang tarif Washington dengan Beijing.
Wuhan Institute of Virology yang dikelola pemerintah, yang berbasis di kota di pusat wabah, mengatakan minggu ini pihaknya mengajukan paten pada Januari bersama dengan laboratorium militer.
Baca: Sayembara Jackie Chan, Siap Beri Rp 2 Miliar untuk Siapapun yang Mampu Tangkal Virus Corona
Baca: Ternyata Hanya Butuh 15 Detik Orang Sehat Bisa Terinfeksi Pasien Virus Corona, Begini Prosesnya
Dilansir oleh South China Morning Post, jika disetujui, obat itu akan digunakan untuk memfaslitasi potensi masuknya pasar global.
Hal tersebut dikatakan oleh pihak Institute of Virology di situs resminya pada Selasa, (4/2/2020).
Remdesivir telah diuji di luar tubuh manusia.
Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa senyawa remilei Gilead dan obat malaria chloroquine – yang tidak dipatenkan, keduanya “sangat efektif” dalam pengendalian infeksi virus corona.
Baca: Sudah Habiskan Dana Rp 847 Triliun, Virus Corona jadi Wabah Paling Mahal di Dunia dalam 20 Tahun Ini
Baca: Update Virus Corona hingga 6 Februari 2020: Total 565 Orang Meninggal Dunia, 28.266 Kasus Terinfeksi
Hasil itu disebutkan oleh institute Wuhan dan Beijing Institute of Pharmacology and Toxicology dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Cell Research Journal.
“Karena senyawa ini (secara terpisah) telah digunakan pada pasien manusia dengan rekam jejak keselamatan dan terbukti efektif melawan berbagai penyakit,
kami menyarankan agar senyawa tersebut diuji pada pasien manusia yang menderita penyakit virus corona yang baru,” tulis para peneliti.
Dilansir oleh Japan Times, dalam pernyataan lembaga tersebut mengakui ada "hambatan kekayaan intelektual".
Tetapi mengatakan tindakan itu diambil untuk "melindungi kepentingan nasional."
Baca: The Simpson Disebut Sudah Prediksi Virus Corona 27 Tahun Lalu, Benarkah?
Baca: Tak Ingin Corona Mewabah Seperti di Wuhan, Beberapa Kota di Hainan dan Henan Kini Mulai Diisolasi
Memberikan hak paten kepada perusahaan sendiri dapat berpengaruh kepada pemerintahan China.
Tepatnya dalam negosiasi untuk membayar obat tersebut.
Tetapi itu juga dapat memicu keluhan Beijing menyalahgunakan sistem regulasi untuk menekan perusahaan asing untuk menyerahkan teknologi yang berharga.
Baca: Selebgram Mengaku dari China dan Tak Enak Badan, Pesawat Mendarat Darurat Dikira Corona, Faktanya?
Baca: Warganya Terjebak di Bali, China Akan Jemput Gunakan Boeing 777, Kru Diharap Tak Keluar Pesawat
Pada hari Kamis (6/2/2020), kantor berita resmi Xinhua mengatakan uji klinis obat itu, remdesivir, akan dimulai.
Gilead Sciences Inc. berkantor pusat di Foster City, California.
Mereka mengatakan, pihaknya mengajukan permohonan paten pada tahun 2016 untuk penggunaan remdesivir terhadap virus corona.
Hingga saat ini mereka masih menunggu keputusan.
"Gilead tidak memiliki pengaruh terhadap apakah kantor paten mengeluarkan paten untuk para peneliti Tiongkok," kata juru bicara perusahaan, Ryan McKeel seperti dikutip dari Japan Times, Kamis (6/2/2020).
Baca: Penerbangan Ditutup, Ribuan Wisatawan Asal China Terjebak di Bali, Sebagian Masih Enggan Pulang
Baca: Dokter di Wuhan Sempat Peringatkan Soal Corona, Dituduh Sebarkan Hoaks hingga Terpapar Setelahnya
"Aplikasi mereka telah diajukan lebih dari tiga tahun setelah pengajuan Gilead dan akan dipertimbangkan,
mengingat apa yang sudah diketahui tentang senyawa dan aplikasi paten yang tertunda," lanjutnya.
Lembaga itu mengatakan permohonannya diajukan pada 21 Januari lalu.
Dua hari kemudian, otoritas China menangguhkan sebagian sebagian akses ke Wuhan.
Pengisolasian itu telah meluas ke tota-kota sekitarnya dan beberapa provinsi lain.
Baca: Begini Bedanya Inggris dan Indonesia Evakuasi Warga dari Wuhan, Disorot Pemerintah dan Media Asing
Baca: Viral Akun Rusia Komentari soal Penyemprotan Disinfektan ke WNI dari Wuhan
Pencegahan penyebaran virus corona ini mengisolasi total sekitar 60 juta orang.
China memiliki hak berdasarkan peraturan Organisasi Perdagangan Dunia untuk menyatakan keadaan darurat dan memaksa perusahaan untuk melisensikan paten untuk melindungi masyarakat.
Ini diperlukan untuk membayar biaya lisensi yang dianggap sebagai nilai pasar yang wajar.
Baca: 2 Kasus Baru Virus Corona Di Korea Selatan, Pria Itu Pergi Ke Singapura Untuk Konferensi
Baca: 24 Kasus Positif Virus Corona di Singapura, KBRI Sebut Belum Ada Larangan WNI Pergi ke Negeri Singa
Pemerintah mungkin dapat menghindari biaya itu jika paten diberikan kepada lembaga Wuhan, sebuah laboratorium elit yang merupakan bagian dari Akademi Ilmu Pengetahuan China resmi.
Lembaga itu mengatakan pihaknya mengajukan "penggunaan paten" yang menentukan virus Wuhan sebagai target obat.
Aplikasi paten Gilead, diajukan sebelum virus diidentifikasi, hanya mengutip keseluruhan keluarga virus corona.
Dalam pernyataan lembaga itu, para peneliti Wuhan, bersama dengan laboratorium militer China, membuat aplikasi paten mereka 'dari perspektif melindungi kepentingan nasional'.
"Jika perusahaan asing yang relevan berencana untuk berkontribusi pada pencegahan dan pengendalian epidemi China,
kami berdua sepakat bahwa jika negara membutuhkannya,
kami tidak akan memerlukan penegakan hak-hak yang diberikan oleh paten," katanya.
Gillead mengatakan minggu lalu bekerja dengan AS dan otoritas kesehatan China untuk mempelajari remdesivir.
Baca: Peneliti Temukan Jejak Penyebaran Virus Corona di Gagang Pintu Pasien, Warga Diimbau Jaga Kebersihan
Baca: China Perintahkan Keluarga Segera Kremasi Jenazah Korban Virus Corona dengan Sederhana dan Cepat
Perusahaan itu mengatakan telah menyediakan obat untuk penggunaan darurat pada sejumlah kecil pasien dengan virus Wuhan 'tanpa adanya pilihan pengobatan yang disetujui'.
Wabah virus corona telah memicu kepanikan di seluruh dunia.
Memaksa negara itu untuk mengunci Wuhan dan kota-kota lain di provinsi Hubei pusat tempat virus mematikan itu berasal.
Baca: Viral Foto Kondisi Tangan dan Wajah Petugas Medis yang Tangani Pasien Virus Corona di China
Baca: Daftar 54 Hoax Virus Corona yang Dikabarkan Dapat Sebarkan Malware Lewat WhatsApp
Ini juga telah memaksa perusahaan untuk menutup bisnis mereka di daratan, memaksa kontrol perbatasan dan mengguncang pasar global.
Presiden Xi Jinping mengatakan China harus memperlakukan perang melawan virus corona sebagai 'tugas paling penting yang ada', menurut penyiar negara CCTV pada 3 Februari.
Sejauh ini, virus tersebut telah menewaskan lebih dari 560 jiwa dan menginfeksi setidaknya 27.000 orang, sebagian besar di daratan Cina.