Beberapa hari yang lalu sempat viral dua mahasiswa yang menggugat aturan menyalakan lampu motor pada siang hari.
Mereka menilai aturan itu tidak adil karena Presiden Joko Widodo pernah mengendarai motor pada siang tanpa menyalakan lampu, tetapi tidak ditilang.
Keduanya secara resmi mengajukan permohonan uji materi Pasal 107 Ayat (2) dan Pasal 293 Ayat (2) Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ke Mahkamah Konstitusi.
Aturan menyalakan lampu kendaraan pada siang hari memang bukan hal baru di Indonesia.
Aturan yang dimuat dalam UU LLAJ ini pertama kali dikeluarkan oleh Direktorat Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tahun 1988 lewat Giri Suseno Hadihardjono selaku Dirjen Perhubungan Darat waktu itu.
Baca: Mahasiswa Gugat Aturan Nyalakan Lampu Motor Siang Hari, Singgung Jokowi hingga Nasib Driver Ojol
Baca: Tampil Baru, Lampu Yamaha All New NMAX 2020 Ternyata Lebih Terang dari Versi Lama, Ini Alasannya
Selanjutnya peraturan mengenai Daytime Running Light (DRL) pertama kali diuji coba awal 2005 di Surabaya, Jawa Timur dan diterapkan pertama kali 4 Desember 2006 dengan tanpa sanksi bagi yang melanggar.
Akhirnya peraturan DRL mulai berjalan efektif, setelah UU No. 14 Tahun 1992 direvisi menjadi UU No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ.
Soal waktu penerapan DRL, ternyata Indonesia tertinggal sangat jauh dari negara-negara maju.
"Di negara-negara maju aturan DRL sudah diterapkan 40 tahun yang lalu, jadi semua mobil dan motor di negara maju itu begitu engine hidup lampu otomatis langsung menyala," kata Jusri Pulubuhu, Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Minggu (12/1/2020).
"Hal tersebut bisa dilihat pada mobil atau motor built up (CBU) zaman dulu di Indonesia yang berasal dari negara maju seperti dari benua Eropa, itu lampunya otomatis menyala semua sebelum aturan itu berlaku di sini," tambah Jusri kepada GridOto.com.
Sementara Finlandia jadi negara pertama yang mewajibkan lampu kendaraan menyala pada siang hari bagi semua pengendara pada tahun 1972, disusul Swedia tahun 1977, kemudian diikuti negara-negara lainnya di Eropa.
Inggris sendiri baru memberlakukan DRL pada 1 April 1987, tiga tahun berselang giliran Kanada menerapkannya pada 1 Januari 1990.
Setelah menerapkan regulasi DRL, rata-rata angka kecelakaan yang melibatkan motor di negara-negara tersebut berkurang 20 sampai 30 persen dari sebelumnya.
Baca: Tilang Elektronik untuk Motor Mulai Diberlakukan pada 2020
Baca: Punya SIM Tapi Tidak Dibawa Saat Ada Razia, Bakal Tetap Ditilang? Ini Penjelasannya
Salah satu faktor turunnya angka kecelakaan dikarenakan kecepatan cahaya yang lebih cepat dari kecepatan suara dan laju kendaraan.
"Dari jauh mata manusia sudah bisa mendeteksi cahaya, sementara laju kendaraan itu bervariasi, misalnya di jalan lintas ada mobil yang melaju 80 kilometer per jam dan di arah berlawanan ada mobil berkecepatan 120 kilometer per jam. Dalam hitungan detik dengan jarak sekitar 200 meter dua kendaraan tersebut bisa sangat dekat," kata Jusri.
"Nah, dengan nyalanya lampu kendaraan di siang hari, itu membantu pengendara melihat kendaraan dari jarak yang jauh walaupun bentuk kendaraan masih samar-samar," kata Jusri.
Dengan adanya DRL, kendaraan dari arah belakang yang ingin menyalip juga lebih terlihat tanpa membunyikan klakson, karena kecepatan cahaya yang sebesar 300 ribu km/detik lebih cepat dari kecepatan suara yang hanya 0,34 km/detik.
Dua mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), Eliadi Hulu dan Ruben Saputra secara resmi mengajukan permohonan uji materi Pasal 107 Ayat (2) dan Pasal 293 Ayat (2) Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ke Mahkamah Konstitusi.
Dikutip dari Kompas.com, mereka menggugat soal aturan wajib nyalakan lampu motor siang hari.
Mereka menilai aturan tersebut tidak berjalan adil.
Keduanya kemudian membandingkan aktivitas Presiden Joko Widodo pada 4 November 2018 pukul 06.20.
Kala itu Jokowi tengah mengendarai motor di Tangerang.
Namun, Jokowi diketahui memacu kendaraan dengan kondisi lampu motor yang mati.
"Namun tidak tidak dilakukan tindak penindakan langsung (tilang) oleh Pihak Kepolisian.
Hal ini telah melanggar asas kesamaan di mata hukum (Equality Before The Law) yang terdapat dalam Pasal UU 27 UUD 1945," seperti dikutip dari surat permohonan uji materi yang diajukan Eliadi dan Ruben, sebagaimana diakses melalui situs resmi Mahkamah Konstitusi (MK), Sabtu (11/1/2020).
Dalam permohonannya, Eliadi dan Ruben mempertanyakan keputusan polisi menilang Eliadi pada Juli 2019 lalu.
Dengan alasan tidak menyalakan lampu motor saat berkendara pada siang hari.
Setelah membaca pasal yang dikenakan kepadanya, Eliadi merasa tidak terima ditilang lantaran ia ditilang pada pukul 09.00 WIB.
Menurutnya, waktu itu masih tergolong pagi hari.
"Artinya petugas kepolisian tidak berwenang untuk melakukan penilangan terhadap Pemohon 1 karena menurut kebiasaan masyarakat Indonesia waktu tersebut masih dikategorikan sebagai "pagi" namun petugas Polisi Lalu Lintas tersebut tetap melakukan penilangan," bunyi gugatan tersebut.
Lewat permohonan ini, Eliadi dan Ruben meminta MK menyatakan Pasal 107 Ayat (2) dan Pasal 293 Ayat (2) UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945.
Bila MK berpendapat lain, Eliadi dan Ruben meminta MK menyatakan kedua pasal tersebut sesuai dengan UUD 1945 sepanjang frasa "pagi hari" diubah menjadi "sepanjang hari".
Adapun Pasal 107 Ayat (2) UU LLAJ berbunyi, "Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.
Sedangkan, Pasal 293 Ayat (2) UU tersebut menyatakan, "Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah)"