Reaksi keras pemerintah Indonesia terhadap pelanggaran perbatasan di peraian Natuna nyatanya tidak dihiraukan oleh kapal-kapal asing China.
Pemerintah Indonesia yang melakukan sejumlah upaya agar kapal-kapal China yang mencari ikan di Indonesia pergi meninggalkan peraian Indonesia tidak menunjukkan hasil yang signifikan.
Bahkan, setelah kunjungan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan beberapa pasukan TNI yang mengawal pada Rabu (8/1/2020) keberadaan kapal asing masih terdeteksi di peraian Natuna.
Dari pantauan udara yang dilakukan TNI menggunakan pesawat intai maritim Boeing 737 Al-7301, kapal asing yang menangkap ikan di Natuna masih ada.
Dari pantauan tersebut, ditemukan sekitar 30 kapal asing masing berlayar di utara Natuna.
Baca: Kapal Ikan Asing Bertambah di Natuna, TNI Lakukan Aksi Persuasif: Jika Diabaikan Bisa Diproses Hukum
Baca: Tingkatkan Pertahanan, Prabowo Sebut Akan Bangun Pangkalan Militer di Natuna
Pahadal, dari kunjungan Presiden RI Joko Widodo tersebut menegaskan bahwa kedaulatan NKRI tidak bisa ditawar.
Dilansir dari Kompas.com, Panglima Komando Gabungan Wilayah I (Pangkogabwilhan) Laksdya TNI Yudho Margono mengatakan jumlah sekitar 30 KIA (Kapal Ikan Asing) masih berlayar di Laut Natuna.
Yudho mengaku akan menggunakan langkah persuasif terlebih dahulu untuk mengusir kapal-kapal aisng tersebut.
Jika upaya persuasif kembali dihiraukan, ia menegaskan akan melakukan penegakan hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Baca: Polemik Natuna-China, Jokowi : Tak Ada Kapal di Teritorial, Kalau Ada Tangkap!
Baca: Kasus China Masuki ZEE Natuna, Buntut dari Nine Dash Line hingga Dikaitkan dengan Utang Luar Negeri?
Apa yang menyebabkan kapal asing tersebut masih nekat melakukan penangkapan ikan di Laut Natuna?
China mengklaim bahwa Natuna adalah bagian dari laut China berdasarkan sejarah.
China mengatakan bahwa Natuna merupakan bagian dari daerah penangkapan ikan para pelayan tradisionalnya dahulu.
China terdorong untuk berlayar di laut Natuna karena stok ikan di perairan China semakin menipis.
Sementara permintaan pasar China sendiri semakin meningkat.
Dikutip dari Kompas.com, nelayan-nelayan China yang berada di Natuna mendapatkan bantuan dan dukungan dari Pemerintah untuk membuat kapal yang lebih besar agar dapat menjelajah lebih jauh dan mendapat hasil tangkapan ikan yang lebih banyak.
Mereka juga berkonsolidasi dan melengkapi armada Coast Guard untuk mendukung kegiatan nelayan ini.
China mengatakan bahwa menilik dari sejarah, nelayannya sudah berabad-abad melakukan penangkapan ikan di peraian Laut China Selatan.
Pernyataan tersebut kemudian dijadikan klaim untuk mengakui peraian dan kekayaan di Laut China Selatan sebagai milik China melalui Nine-Dash Line.
Walaupun klaim tersebut tidak diterima oleh pemerintah Indonesia maupun Pengadilan Internasional yang diadakan di Den Haag, Belanda pada 2016.