Dikutip dari Kompas.com, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan skandal di PT Asabri tidak kalah fantastis dibandingkan dengan skandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dengan kerugian keuangan negara hingga puluhan triliuan rupiah.
"Saya mendengar ada isu korupsi di Asabri yang mungkin itu tidak kalah fantastisnya dengan kasus Jiwasraya, di atas Rp 10 triliun," kata Mahfud MD di kantor Kemenko Polhukam, Jumat (10/1/2020).
Terkait hal ini, Menteri BUMN Erick Thohir mengaku belum bisa banyak berbicara atas kasus dugaan korupsi di tubuh Asabri sebagaimana disampaikan oleh Mahfud MD.
“Saya belum siap bicara soal Asabri karena belum tahu,” ujar Erick di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (10/1/2020).
Baca: Asabri
Baca: Deretan Fakta Terbaru Kasus Jiwasraya, Laba Semu sejak 2006 hingga Investasi di Saham Gorengan
Erick menjelaskan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI belum mengeluarkan hasil audit terkait Asabri.
Atas dasar itu, dia belum bisa banyak berkomentar mengenai masalah yang membelit Asabri.
“BPK sudah keluarkan audit untuk Jiwasraya, kalau Asabri belum ada,” kata Erick.
Sebelumnya, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) juga menjadi sorotan atas dugaan atas korupsi.
Diberitakan sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan sebanyak dua kali dalam kurun waktu 2010-2019 terhadap PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Terkait hal tersebut, Kejaksaan Agung mengaku sudah mengantongi identitas terduga pelaku dalam kasus dugaaan korupsi perusahaan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Dilansir oleh Kompas.com, Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin menyampaikan informasi terbaru terkait perkembangan kasus yang diduga rugikan negara sekitar Rp 13,7 triliun tersebut.
Informasi tersebut disampaikan Burhanuddin saat konferensi pers bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Gedung BPK, Jakarta Pusat, Rabu (8/1/2020).
Selain Jiwasraya dan Asabri, berikut deretan perusahaan asuransi di Indonesia yang pernah terseret kasus seperti dikutip Tribunnewswiki.com dari Kompas.com.
Baca: PT Asuransi Jiwasraya
Baca: Babak Baru Kasus Gagal Polis Asuransi Jiwasraya, Kejagung Kantongi Nama Pelaku
Perusahaan asuransi Bakrie Life pernah mengalami masalah terkait kasus gagal bayar Bungan dan pokok investasi nasabah.
Pada 2005, Bakrie Life pernah meluncurkan Diamond Investa yang merupakan kombinasi produk asuransi jiwa dan investasi.
Diamond Investa menawarkan imbal hasil investasi yang cukup tinggi, yaitu sekitar 13 persen per tahun.
Untuk dapat memberikan bunga tersebut, Bakrie Life menginvestasikan lebih dari 80 persen dana nasabah di pasar saham.
Namun karena ada kejatuhan harga saham yang terjadi setelah krisis global akhir tahun 2008 menyebabkan Bakrie Life mengalami kerugian yang cukup besar.
Sejak Juli 2009, Bakrie Life pun tidak mampu membayar bunga dan pokok investasi nasabah yang jatuh tempo akibat kesulitan likuiditas.
Dalam kasus ini, tercatat sekitar 200 nasabah yang pembayarannya belum dilunasi dengan nilai sebesar Rp 270 miliar.
Kemudian pada 2016, para nasabah tersebut diberikan tawaran untuk menerima konversi tunggakan menjadi saham di perusahaan Grup Bakrie lainnya seperti PT Bakrie & Brother Tbk (BNBR).
Namun, para nasabah enggan menerimanya karena saham tersebut tidak begitu bernilai di BEI.
Kasus serupa juga menimpa PT Asuransi Bumi Asih Jaya, sebuah perusahaan asuransi yang didirikan pada 14 September 1967.
Perusahaan ini dinilai tak mampu lagi memenuhi ketentuan yang berkaitan dengan kesehatan keuangan, diantaranya adalah rasio kecukupan modal (risk based capital).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kemudian mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya berdasarkan keputusan Dewan Komisioner OJK pada 18 Oktober 2013.
OJK juga sudah memberikan kesempatan bagi PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya untuk memperbaiki kondisinya, namun hingga batas waktu yang ditentukan perusahaan ini tidak dapat memenuhinya.
Baca: PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero)
Baca: Cerita Bos Samsung Indonesia, Lee Kang Hyun, Uangnya Macet di Jiwasraya Rp 8,2 Miliar
Perusahaan Asuransi Jiwa Bumiputera 1912 tercatat mengalami enam kali krisis besar, yakni pada 1930 (Depresi Besar), 1945 (pasca-Perang Dunia II), 1965 (peristiwa sanering), 1997 (krisi Asia), 2008 (krisis keuangan global), dan pada 2016 sebelum pemberlakuan statuter.
Pada akhir 2018, perusahaan Asuransi Jiwa Bumiputera 1912 mengalami gagal bayar klaim asuransi kepada para nasabah karena kewajiban yang harus dibayarkan lebih besar dengan aset yang dimiliki.
Aset yang tercatat adalah sebesar Rp 10,28 triliun.
Sementara, kewajibannya mencapai Rp 31 triliun.
Pada akhir Januari 2019, total klaim jatuh tempo yang belum dibayarkan mencapai angka Rp 2,7 triliun.
Berdasarkan risalah rapat dengar pendapat dengan DPR (7/12/2019), pendapatan premi Asuransi Jiwa Bumiputera per Oktober 2019 adalah sebesar Rp 2,6 trilun.
Akan tetapi, jumlah klaimnya mencapai Rp 2,4 triliun.
Hingga kini, ada 265.000 pemegang polis yang masih menunggu kepastian atas pembayaran klaimnya.