Gempa Bumi Berkekuatan 4.9 Guncang Iran di Dekat Fasilitas Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Melia Istighfaroh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gempa bumi berkekuatan 4.9 skala richter mengguncang Iran di dekat fasilitas Pembangkit Listrik tenaga Nuklir

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Gempa bumi berkekuatan 4.9 mengguncang daerah di sekitar fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir di Iran.

Gempa bumi yang terjadi di wilayah provinsi Bushehr, Iran ini diperkirakan merupakan peristiwa alami.

Mengutip situs earthquake.usgs.gov, kedalaman gempa bumi diperkirakan 10 km dan terjadi pada Rabu dini hari (8/1/2020), pukul 02.20 UTC waktu setempat.

Seperti diberitakan oleh NewsCenter1, (8/1/2020), waktu setempat, gempa bumi ini terjadi beberapa jam setelah serangan rudal balistik oleh Iran ke pangkalan militer AS di Irak.

Sampai berita ini dibuat, belum diketahui informasi perihal kerusakan bangunan maupun korban jiwa akibat gempa bumi tersebut.

Baca: Gubernur Texas AS, Greg Abbott Serukan Warga Texas untuk Waspada Terkait Serangan Siber dari Iran

Gempa bumi berkekuatan 4.9 skala richter mengguncang Iran di dekat fasilitas Pembangkit Listrik tenaga Nuklir (Tangkapan Layar: https://earthquake.usgs.gov/)

Jatuhnya Pesawat Boeing 737 di Iran

Sebuah pesawat penumpang asal Ukraina yang membawa 180 penumpang beserta awak kabin jatuh di dekat Teheran, Iran.

Pesawat dengan jenis Boeing 737 ini jatuh di dekat Bandara Internasional Teheran Imam Khomeini, seperti dilansir oleh TV lokal Iran. 

Seorang koresponden urusan Iran untuk BBC, melaporkan insiden itu pada Selasa malam dan menyebut bahwa pesawat Boeing 737 mengalami masalah teknis kemudian turun beberapa menit setelah lepas landas di Teheran.  

Pesawat yang dilaporkan mengalami kecelakaan, Boeing 737-800, adalah generasi sebelumnya dari 737 keluarga jet Boeing.

Generasi saat ini, 737 Max, telah diterbangkan ke seluruh dunia sejak Maret 2019.

Namun ada dua kecelakaan fatal oleh sistem kontrol penerbangan yang salah.

Kedua 737 Max itu mogok dalam beberapa menit setelah take-off.

Media lokal Iran melaporkan bahwa belum ada kabar tentang korban.

Tweet Kontroversi Presiden Iran

Sehari sebelumnya, Presiden Iran Hassan Rouhani memposting tweet kontroversial.

Ia menyinggung tentang peristiwa peledakan yang terjadi pada tahun 1988 yang menewaskan 270 orang.

Rouhani mencuit bahwa Amerika seharusnya 'tidak pernah mengancam Iran' setelah memperingatkan AS seharusnya "mengingat nomor 290' sehubungan dengan sebuah insiden ketika Angkatan Laut AS secara tidak sengaja menembak jatuh sebuah jet penumpang Iran di Teluk Persia pada Juli 1988, yang menewaskan 290.

Beberapa pakar Timur Tengah menganggap ini sebagai rujukan terselubung yang berkaitan terhadap serangan teroris Lockerbie.

Serangan Rudal Balistik Iran ke Pangkalan AS di Irak

Sebelum dua peristiwa ini terjadi, Iran meluncurkan sejumlah rudal balistik ke Pangkalan Militer AS di Irak.

Iran telah menembakkan lebih dari selusin roket (rudal balistik) di dua pangkalan militer Amerika Serikat di Irak.

Serangan tersebut merupakan balas dendam Iran atas pembunuhan Qasem Soleimani, perwira militer senior Iran yang juga menjabat Kepala Islamic Revolutionary Guard Corps-Quds Force.

Dilaporkan pangkalan udara Al Asad di Irak barat terkena lebih dari selusin rudal balistik yang ditembakkan oleh militer Iran.

Rupanya Trump pernah berkunjung di pangkalan tersebut pada Desember 2018 lalu.

Tak hanya itu, markas AS di Erbil, Kurdistan Irak ini menyediakan fasilitas dan layanan untuk setidaknya ratusan personel koalisi dan koperasi CIA, juga terkena dampaknya.

Pemerintah AS telah mengkonfirmasi serangan tersebut tetapi tidak ada kabar langsung tentang cedera.

Seorang sumber dari pihak keamanan AS mengatakan kepada CNN bahwa ada korban orang Irak di pangkalan udara Al Asad.

Menteri Pertahanan Mark Esper dan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo terlihat tiba di Gedung Putih pada Selasa malam, sesaat setelah berita tentang serangan tersebut.

Televisi pemerintah Iran mengatakan 'lebih dari selusin' rudal diluncurkan oleh divisi aerospace Garda Revolusi yang mengendalikan program rudal negara itu.

Mereka melaporkan nama operasi itu 'Martyr Soleimani', dinamai sesuai nama jenderal yang terbunuh dalam serangan pesawat tak berawak AS.

Dalam sebuah pernyataan, Pentagon mengatakan Iran meluncurkan lebih dari selusin rudal balistik pada pasukan militer dan koalisi AS di Irak, Selasa (7/1/2019) sekitar pukul 5.30 sore (EST) waktu setempat.

"Dalam beberapa hari terakhir dan sebagai respons terhadap ancaman dan tindakan Iran, Departemen Pertahanan telah mengambil semua langkah yang tepat untuk melindungi personel dan mitra kami."

"Pangkalan-pangkalan ini telah bersiaga tinggi karena indikasi bahwa rezim Iran berencana untuk menyerang pasukan kami."

"Jelas bahwa rudal ini diluncurkan dari Iran dan menargetkan setidaknya dua pangkalan militer (AS) di Irak yang menampung personel militer dan koalisi AS di Al-Assad dan Irbil.

"Kami sedang meninjau kerusakan atas serangan ini."

'Setelah kami mengevaluasi situasi dan respons kami, kami akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan anggota tentara, mitra, dan sekutu AS di kawasan tersebut. Karena situasi yang berubah cepat, kami akan terus memberikan pembaruan saat tersedia." tulis Badan Pertahanan AS dalam pernyataan tersebut.

Tanggapan Gedung Putih

Trump telah diberi pengarahan tentang serangan roket tersebut.

"Kami menyadari laporan serangan terhadap fasilitas AS di Irak. Presiden telah diberi pengarahan dan sedang memantau situasi dengan cermat dan berkonsultasi dengan tim keamanan nasionalnya," kata sekretaris Gedung Putih, Stephanie Grisham.

Tidak jelas apakah ada korban di pangkalan tempat Presiden Trump berkunjung pada Desember 2018 lalu.

"Ini adalah rudal jelajah atau rudal balistik jarak pendek," kata sumber senior militer AS di Irak, menurut laporan Fox News. "Di seluruh negeri." lanjutnya.

Menurut sumber pasukan militer di lokasi tersebut, pangkalan Al Asad dihantam oleh tiga rentetan rudal.

Dalam laporan selanjutnya, ada enam roket menghantam pangkalan militer al-Taji.

Laporan media lokal awalnya menyatakan bahwa lima roket menghantam pangkalan militer al-Taji, yang terletak 30 km utara Baghdad.

Sirene juga terdengar menggelegar di dalam konsulat AS di Erbil, di wilayah Kurdistan Irak, menurut Al Ghad TV.

Namun, reporter Kurdistan 24 Barzan Sadiq kemudian mencuitkan bahwa pangkalan al-Taji cukup tenang pada Selasa malam dan menyebut serangan yang diklaim kemungkinan hanya latihan.

Pasukan AS dikatakan secara khusus menargetkan Kataib Hezbollah (KH), sebuah faksi di dalam PMU. Sebagai tanggapan atas serangan berulang kali terhadap pasukan koalisi pimpinan-AS di Irak.

Tiga pangkalan KH yang ditargetkan, yakni di Irak dan dua di Suriah, keduanya termasuk fasilitas penyimpanan senjata dan lokasi komando dan kontrol yang digunakan KH untuk merencanakan dan melakukan serangan terhadap pasukan koalisi.

Trump mengatakan pasukan tentara harus tetap di pangkalan untuk mengawasi Iran.

"Saya ingin bisa mengawasi Iran," kata Trump dalam dan wawancara dengan CBS's Face the Nation pada Februari 2019.

"Kita akan terus mengawasi dan kita akan terus melihat dan jika ada masalah, dan jika seseorang mencari untuk mengaktifkan senjata nuklir atau hal-hal lain, kita akan mengetahuinya sebelum mereka melakukannya."

AS Kirimkan Pasukan ke Timur Tengah

Amerika Serikat (AS) dilaporkan mengirim sekitar 3,000 pasukan militer ke kawasan Timur Tengah beberapa jam setelah serangan AS terhadap Jenderal Pasukan Al-Quds, Qasem Soleimani.

Pengiriman 3000 pasukan AS ke Timur Tengah ini merupakan pasukan tambahan, dilaporkan oleh tiga pejabat pertahanan dan seorang pejabat militer AS yang dikutip NBC News, (4/1/2019).

Sebelumnya, AS telah mengirimkan pasukan militernya ke Timur Tengah usai ribuan orang massa menyerbu kompleks pertahanan AS.

Pengerahan pasukan militer tambahan berasal dari brigade pasukan udara 82nd Airbone Division yang berbasis di Fort Bragg, North Carolina, Amerika Serikat.

Para prajurit tambahan ini akan digabungkan dengan sekitar 650 orang prajurit lain yang sebelumnya telah dikerahkan di wilayah tersebut dan telah tinggal di sana selama kurang lebih 60 hari, kata seorang pejabat pertahanan militer AS.

Brigade Pasukan Cepat Tanggap AS / The Immediate Respon Force ini akan menyebar di seluruh wilayah di Timur Tengah bersama sejumlah pasukannya yang berada di Irak dan sebagian lainnya di Kuwait.

"Seperti yang diumumkan sebelumnya, brigade Pasukan Cepat Tanggap dari Divisi 82nd Airbone telah disiagakan untuk mempersiapkan penempatan, dan saat ini sedang dikerahkan, " kata Pentagon dalam sebuah pernyataan.

"Brigade pasukan ini akan ditempatkan di Kuwait sebagai strategi dan tindakan pencegahan melawan segala usaha yang mengancam personel dan fasilitas Amerika Serikat, serta akan membantu dalam menyusun kekuatan cadangan."

Konfirmasi AS atas Penyerangan Qasem Soleimani

Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) mengeluarkan rilis resmi pernyataan penyerangan terhadap pemimpin Pasukan Pengawal Revolusi Islam / Islamic Revolutionary Guard Corps-Quds Force.

Atas perintah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan resmi membunuh Qasem Soleimani, perwira militer senior Iran yang juga menjabat Kepala Islamic Revolutionary Guard Corps-Quds Force.

Islamic Revolutionary Guard Corps-Quds Force disebut sebagai organisasi teroris luar negeri, dalam rilis yang dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan, melalui situs defense.gov (2/1/2020).

Kebijakan membunuh Qasem Soleimani merupakan bagian dari strategi defensif pemerintah Amerika Serikat untuk melindungi personilnya di luar negeri.

Menurut rilis Departemen Pertahanan AS, Jenderal Soleimani secara aktif mengembangkan rencana untuk menyerang para diplomat Amerika dan para anggota lainnya di Irak dan sejumlah kawasan.

Kebijakan 'membunuh' Jenderal Qasem Soleimani hadir lantaran pimpinan besar Iran bersama Pasukan Qudsnya bertanggungjawab atas kematian ratusan orang Amerika dan sejumlah anggota lain.

Qasem Soleimani dianggap telah mengatur serangan terhadap pangkalan koalisi di Irak selama beberapa bulan terakhir.

Satu di antaranya adalah serangan pada 27 Desember 2019 yang berujung adanya korban tewas dan terluka dari pihak Amerika dan Irak.

Jenderal Qasem Soleimani disebut menyetujui agenda serangan terhadap Kedutaan Besar Amerika Serikat di Baghdad yang terjadi pada minggu ini.

Serangan yang terjadi di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Irak minggu ini disebut bertujuan menghalangi rencana serangan Iran selanjutnya.

Departemen Pertahanan AS menyebut akan terus mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi orang-orang dan warganya yang bertugas di timur tengah dan di seluruh dunia.

Sumber keamanan Amerika menerangkan, serangan itu menargetkan konvoi paramiliter Hashed al-Shaabi, dengan delapan orang tewas, termasuk Soleimani.

Selain Soleimani, Hashed al-Shaabi mengonfirmasi bahwa pemimpin mereka, Abu Mahdi al-Muhandis juga tewas, dalam serangan yang dilakukan helikopter AS.

Serangan tersebut terjadi tiga hari setelah massa pendukung Hashed menyerbut Kedutaan Besar AS di Baghdad.

Aksi massa berujung kerusuhan tersebut terjadi setelah Pentagon menggelar serangan udara yang menewaskan 25 orang anggota Hashed.

Serangan yang terjadi Minggu (29/12/2019) itu disebut Washington merupakan balasan atas serangan roket yang menewaskan kontraktor sipil Amerika.

Melalui Pentagon, Amerika Serikat mengumumkan berhasil membunuh Jenderal Qasem Soleimani sebagai bagian dari usaha melindungi Amerika dari serangan Iran di masa mendatang.

Mayor Jenderal Qasem Soleimani disebut secara aktif merencanakan serangan diplomat maupun militer AS di wilayah Timur Tengah.

--

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)



Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Melia Istighfaroh
BERITA TERKAIT

Berita Populer