Hal tersebut lantaran terdapat insiden masuknya kapal-kapal nelayan asal China ke perairan Natuna secara ilegal.
Bahkan, kapal-kapal tersebut memasuki Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Natuna dikawal oleh kapal coast guard atau kapal penjaga pantai milik China.
Peristiwa tersebut membuat pihak Indonesia menjadi murka kemudian mengirim nota protes serta memanggil Dubes China untuk Indonesia di Jakarta.
Baca: Kabupaten Natuna
Baca: Polemik Natuna-China, 5 KRI dan 600 Prajurit TNI Siaga, Prabowo Didesak Lebih Garang : Tenggelamkan!
Dikutip dari Kompas.com, kasus tersebut diyakini merupakan buntut dari klaim wilayah perairan dan daratan Natuna oleh China terkait Nine Dash Line.
Terbukti, Pemerintah Beijing melalui Kementerian Luar Negeri mengklaim kapal-kapal tersebut tidak melanggar kedaulatan Indonesia.
Bahkan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, mengatakan China tidak melanggar hukum internasional.
China menganggap pihaknya memiliki hak dan kepentingan di wilayah perairan yang disengketakan dengan dasar Nine Dash Line.
Banyak pihak menilai, pemerintah belum bersikap keras pada China terkait Nine Dash Line atau sembilan garis putus-putus.
Bahkan, oleh beberapa kalangan, sikap ini dikaitkan-kaitkan dengan ketergantungan Indonesia pada China, utang luar negeri salah satunya.
Apa itu Nine Dash Line?
Berapa utang Indonesia kepada China?
Nine Dash Line
Dikutip dari Kompas.com, Nine Dash Line adalah wilayah Laut China Selatan seluas 2 juta km persegi yang 90 persennya diklaim China sebagai hak maritim historisnya.
Jalur tersebut membentang sejauh 2.000 km dari daratan China hingga beberapa ratus kilometer dari Filipina, Malaysia, dan Vietnam.
Pada 1947, China yang masih dikuasasi oleh Partai Kuomintang pimpinan Chiang Kai Sek memulai klaim teritorialnya atas Laut China Selatan.
Angkatan laut China menguasai beberapa pulau di Laut China Selatan yang telah diduduki oleh Jepang selama perang dunia kedua.
Saat itu, pemerintah Kuomintang menciptakan garis demarkasi di peta China berupa 11 garis putus-putus atau disebut sebagai Eleven Dash Line.
Pada 1949, Republik Rakyat China didirikan dan pasukan Kuomintang melarikan diri ke Taiwan.
Selanjutnya, Pemerintah Komunis menyatakan diri sebagai satu-satunya perwakilan sah China dan mewarisi semua klaim maritim bangsa di wilayah tersebut.
Namun pada awal 1950-an, dua garis putus-putus dihapus dengan mengeluarkan Teluk Tonkin sebagai isyarat untuk kawan-kawan komunis di Vietnam Utara.
Sehingga namanya pun berubah dari Eleven Dash Line menjadi Nine Dash Line.
Baca: PKS Kritik Prabowo Lembek Soal Natuna, Dahnil: Ada Upaya Turunkan Wibawa Menhan
Baca: Kebijakan Jadi Kontroversi, Edhy Prabowo: Anda Pasti Tertawa tentang Lobster, Saya Tidak akan Mundur
China masih mempertahankan klaimnya atas Laut China Selatan dan bersikeras memiliki hak secara historis melalui Nine Dash Line.
Melalui klaim Nine Dash Line, China mengakui Perairan Natuna sebagai bagian dari wilayahnya baik darat maupun perairan.
Tak hanya Indonesia, China juga berkonflik dengan Filipina, Malaysia, dan Vietnam.
Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam dan Vietnam juga melakukan klaim pertahanan atas wilayah mereka yang masuk dalam Nine Dash Line.
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menegaskan pihak Indonesia tidak akan pernah mengakui klaim China atas Nine Dash Line.
"Indonesia tidak pernah akan mengakui Nine Dash Line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok. Karena tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982," kata Retno seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Berapa utang Indonesia kepada China?
Berdasarkan data statistik utang luar negeri Indonesia (SULNI) yang dirilis Bank Indonesia (BI) periode terbaru, yakni per September 2019 menurut negara pemberi kredit, utang Indonesia yang berasal dari China tercatat sebesar 17,75 miliar dollar AS atau setara Rp 274 triliun (kurs Rp 13.940).
Posisi utang Indonesia terhadap China ini meningkat tipis dibandingkan per Agustus 2019 yang mencatatkan utang sebesar Rp 17,09 miliar dollar.
China sejak beberapa tahun belakangan menjadi salah satu negara penyumbang terbesar untuk Indonesia atau saat ini berada di posisi keempat.
Negara pemberi kredit terbesar Indonesia masih ditempati Singapura dengan jumlah pinjaman sebesar 66,49 miliiar dollar AS, disusul Jepang 29,42 miliar dollar AS, Amerika Serikat 22,46 juta dollar AS.
Total keseluruhan utang luar negeri Indonesia per September 2019 sebesar 202,31 miliar dollar AS.
Baca: Kerap Dinyanyikan Hanya 1 Larik Sajak, Indonesia Raya Ternyata Punya 3 Stanza, Apa Bedanya?
Baca: Pencuri Ikan dari Vietnam Beraksi, Nelayan Rindukan Susi Pudjiastuti Menjabat Kembali
Masih di periode yang sama, jika dirinci lebih lanjut, utang Indonesia terbagi dalam utang pemerintah sebesar 194,35 miliar dollar AS dan utang yang berasal dari Bank Indonesia tercatat 2,78 miliar dollar AS.
Sementara utang luar negeri yang berasal dari sektor swasta yang dicatat Bank Indonesia yakni 198,49 miliar dollar AS.
Sebagai informasi, pertumbuhan utang terutama dipengaruhi oleh transaksi pembayaran neto utang luar negeri.
Dari data SULNI utang luar negeri adalah posisi utang yang menimbulkan kewajiban membayar kembali pokok atau bunga utang kepada pihak luar negeri atau bukan penduduk baik dalam valuta asing maupun rupiah dan tidak termasuk kontinjen.
Yang termasuk dalam pengertian utang luar negeri adalah surat berharga yang diterbitkan di dalam negeri yang menimbulkan kewajiban membayar kembali kepada pihak luar negeri atau bukan penduduk.