AHMR merupakan warga Desa Sibaragas Toruan, Kecamatan Pagaran, Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara.
Rupanya, anka yang juga putus sekolah ini kabur dari rumah karena tak tahan dengan siksaan ayah tiri.
Berbagai perlakuan kasar pernah dirasakan bocah ini.
Bahkan, dirinya kerap disiksa hanya karena masalah sepele.
Baca: Gunung Kawi
Baca: Kasus China Masuki ZEE Natuna, Buntut dari Nine Dash Line hingga Dikaitkan dengan Utang Luar Negeri?
Ayah tirinya bernama Eben Pasaribu alias Tiger.
Sementara itu, ibunya bernama Yanti Mulyanis.
Orangtua AHMR kerap menganiaya dirinya hingga mengalami luka di kepala.
Bahkan kekerasan tak hanya dari orang tua, melainkan juga dari pembantu yang bernama Nuraini Sinaga dan Lambar.
"Saya tidur di bak mandi yang baru dibuat, makan pun kadang tak di beri," kata korban dengan polosnya.
"Siksaan lain juga kerap dirasakan korban. Badannya kerap dipukul menggunakan bambu berukuran gagang sapu hingga patah," bebernya.
Karena sudah berulang kali mendapatkan siksaan dari orang-orang terdekat, korban akhirnya memutuskan untuk lari.
Bocah ini nekat lari sejauh sepuluh kilometer dari rumahnya menuju Desa Lumban Motung.
Saat ditemui, korban mengaku hanya karena masalah sepele pun, ia disiksa.
Bahkan, korban juga pernah di beri makan kotoran ayam.
Baca: Banyak Terjadi Banjir, Waspadai Penyakit Leptospirosis atau Kencing Tikus yang Mudah Menyebar
Baca: Tagihan Pengobatan Sang Ayah Capai 37,5 Juta, Perempuan Ini Justru Berterima Kasih pada BPJS
Sementara itu, abang korban FR sengaja dipisahkan darinya agar kedua orang tuanya leluasa menganiaya korban.
Hal ini membuat ayah kandung korban HR sudah melaporkan kasus tersebut ke Polres Tapanuli Utara.
Perpisahan antara orang tuanya ini seolah menjadi petaka bagi korban.
Mulai dari penganiayaan, perlakuan tak wajar hingga tak diperbolehkan sekolah dialami bocah berusia tujuh tahun ini.
Hal ini pun memicu amarah bagi warga sekitar.
Keluarga berharap, kasus ini segera menjadi perhatian bagi penegak hukum.
Kini korban diamankan pihak keluarga di salah satu tempat di Kota Medan.
Kapolres Tapanuli Utara, AKBP Horas Silaen mengatakan kasus penganiayaan dan penyiksaan yang dialami korban AHMR akan segera ditindaklanjuti.
"Polres Tapanuli Utara dipastikan memberikan atensi untuk segera menindaklanjuti perkara ini," kata Horas.
"Saya pastikan jajaran Satkrimum Polres Tapanuli Utara khususnya UNIT PPPA dan komitmen Polres Taput akan bekerja keras untuk menangani kasus kekerasan dan penganiayaan ini" tegasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan, bahwa peristiwa memilukan diawal tahun 2020 ini telah mengundang reaksi masyarakat Tapanuli Utara.
Khususnya masyarakat di Siborongborong, sangat mengecam tindakan ini.
"Betapa nasib anak-anak di Indonesia dilingkungan dekatnya pun tidak bebas dari kekerasan," kata Arist, Sabtu (4/1/2020).
Dijelaskan Arist, harus ada keadilan dan kepentingan terbaik untuk anak (the best interest of child). Tidak ada alasan bagi siapapun pelaku kekerasan yang dapat ditoleransi dan kebal hukum.
Sekalipun orangtua kandung sebagai pelaku maupun orang disekitar korban yang mengetahui penyiksaan itu.
Namun, tidak memberikan pertolongan termasuk orang yang ada disekitar anak dan keluarga dekat.
Baca: Kisah Supri Lolos dari Maut Banjir Jakarta, Tersapu Air Tertimpa Tembok, Selamat Karena Pohon Pisang
Baca: Polemik Natuna-China, 5 KRI dan 600 Prajurit TNI Siaga, Prabowo Didesak Lebih Garang : Tenggelamkan!
Polres Tapanuli Utara dipastikan akan segera menangkap dan menahan pelaku serta menjeratnya pelaku.
Dengan ketentuan UU RI Nomor : 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun pidana penjara.
"Jika orangtua kandung terbukti menjadi pelaku, maka orangtua dapat dijerat dengan ketentuan pasal berlapis, yakni ditambahkan sepertiga dari pidana pokoknya," tegas Arist.
Lebih lanjut, untuk memulihkan trauma berat korban yang saat ini diberi rasa nyaman di rumah salah satu keluarga korban di Medan.
Komnas Perlindungan Anak akan segera meminta Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Propinsi Sumatera Utara.
"Kita akan meminta bantuan LPS Sumut, untuk memberikan dampingan pemulihan traumatis korban," pungkas Arist.