Pada pagi hari, Donald Trump sedang bermain golf 18 holes di Trump International, sebuah klub golf di areal Pantai West Palm miliknya.
Sekitar pukul 3 sore waktu setempat, Trump kembali ke Mar-a-Lago, sebuah kawasan bersejarah di tepi luat yang sering disebut "Gedung Putih pada Musim Dingin".
Di tempat ini, Donald Trump menunggu dengan mengenakan setelah biru laut dan dasi biru muda serta bendera Amerika yang disematkan di kerah kemejanya.
Donald Trump telah membuat keputusan berisiko -yang berpotensi mengubah dunia- dengan memberi instruksi militer AS untuk membunuh Qasem Soleimani, pemimpin pasukan paramiliter elit Iran, seperti dilansir Politico, Jumat (3/1/2020),
Baca: AS Konfirmasi Bunuh Jenderal Qasem Soleimani, Iran Siapkan Balas Dendam, Perang Dunia 3?
Pada awal Minggu ini di Mar-a-Logo, ia dikelilingi oleh para pejabat tinggi AS seperti, Sekretaris Negara, Mike Pompeo, Kepala Staf Gabungan, Mark Miley, penjaga kepala staf Gedung Putih Mick Mulvaney, dan Penasihat Keamanan Nasional, Robert O'Brien dan Direktur Urusan Legislatif, Eric Ueland.
Sepanjang minggu -sebelum keputusannya dibuat- Trump mencari masukan dari para penasihat lainnya melalui sambungan telepon.
"Dia tenang, kalem, dan dingin," kata pembawa acara radio, Howie Carr, yang berbicara dengan Trump pada Kamis, (2/12/2019), setelah berita serangan ke Iran mengemuka pertama kali.
Saat itu, Presiden Trump sedang makan malam dengan pemimpin GOP House, Kevin McCarthy.
"Aku tak tahu ada hal besar terjadi sampai aku pulang ke rumah" ujar Kevin.
Izin Trump Kepada Pentagon
Semenjak serangan roket terhadap pangkalan-pangkalan AS di Irak meningkat selama dua bulan terakhir, Presiden Trump telah memberikan keleluasaan luar biasa terhadap Pentagon.
Militer AS mengantongi izin untuk membunuh Qasem Soleimani apabila ada kesempatan, menurut pejabat senior pertahanan yang tidak disebutkan namanya.
"Kami sebelumnya punya wewenang (untuk membunuh) sebelum serangan (di Kedubes AS di Irak) untuk mengambil tindakan itu," kata pejabat tersebut.
Pentagon telah diberi hak oleh Trump beberapa minggu ataupun bulan sebelumnya.
Hal ini berlawanan dengan pernyataan Trump kepada wartawan baru-baru ini pada malam tahun baru bahwa ia tidak ingin perang dengan Iran.
Baca: Jenderal Qasem Soleimani Tewas di Tangan AS, Pemimpin Tertinggi Iran Bersumpah Akan Balas Dendam
Qasem Soleimani digambarkan oleh para pejabat AS sebagai dalang terorisme, seorang jenius yang jahat yang bertanggung jawab atas kematian ratusan orang Amerika.
Soleimani juga disebut mempertontonkan pengaruh dan kekuatannya saat mengunjungi Teheran, Baghdad, dan Beirut untuk melakukan pertemuan dengan para penguasa lokal.
"Saya pikir tidak sulit mencarinya (Qasem Soleimani), walau dia tidak berada di bawah radar dalam dua atau tiga tahun terakhir," kata seorang mantan pejabat senior pemerintah Israel yang pernah mencatat bahwa Soleimani sebelumnya bergerak di bawah operasi ketat dan rahasia.
"Namun dua atau tiga tahun terakhir, dia (Qasem Soleimani) beraktivitas di tempat terbuka." tambah mantan pejabat senior tersebut.
Baca: Donald Trump Dimakzulkan, Bernie Sanders: Memang Sedih, tapi Dibutuhkan Demokrasi Amerika
Senada dengan pernyataan tersebut, mantan penasihat keamanan nasional, John Bolton -seorang aktivis perubahan rezim di Iran- menggambarkan pembunuhan Soleimani sebagai "rencana lama yang tertunda."
"Kami sudah tahu setiap menit, setiap hari, di mana Soleimani berada selama bertahun-tahun. Tidak pernah ada satu hari pun lima atau enam lembaga intelijen kami yang tidak dapat memberi tahu Anda di mana ia berada," kata seorang pejabat anggota kebijakan luar negeri AS.
Yang menjadi salah satu poin pembicaraan Qasem, menurut pejabat tersebut, adalah, "Orang-orang Amerika dapat menemukanku di mana saja kapanpun, namun mereka tidak berani melukaiku"
Perhitungan 'sesat' itulah yang kemudian dibuktikan beberapa jam sebelum pergantian tanggal 3 Januari di Irak di mana Soleimani sedang mendarat di tengah ketegangan antara AS dan faksi Iran-sekutu.
"Dia (Soleimani) tiba di bandara dan kami punya peluang target, dan berdasarkan arahan presiden, kami mengambilnya, " kata pejabat senior pertahanan tersebut.
Para pejabat AS sebelumnya juga telah menerima "analisa dari para intelijennya dalam proses pengambilan keputusan," kata Sekretaris Negara, Mike Pompeo.
Briefing pejabat AS yang dilakukan pada Jumat (3/1) menyebut bahwa sistem 'kecerdasan luar biasa' AS mendeteksi sebuah rencana untuk menyerang orang-orang Amerika di Irak, Suriah, dan Lebanon.
Dengan membunuh Soleimani, maka AS dapat mengganggu sekaligus membatalkan rencana tersebut.
Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) mengeluarkan rilis resmi pernyataan penyerangan terhadap pemimpin Pasukan Pengawal Revolusi Islam / Islamic Revolutionary Guard Corps-Quds Force.
Atas perintah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan resmi membunuh Qasem Soleimani, perwira militer senior Iran yang juga menjabat Kepala Islamic Revolutionary Guard Corps-Quds Force.
Islamic Revolutionary Guard Corps-Quds Force disebut sebagai organisasi teroris luar negeri, dalam rilis yang dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan, melalui situs defense.gov (2/1/2020).
Kebijakan membunuh Qasem Soleimani merupakan bagian dari strategi defensif pemerintah Amerika Serikat untuk melindungi personilnya di luar negeri.
Menurut rilis Departemen Pertahanan AS, Jenderal Soleimani secara aktif mengembangkan rencana untuk menyerang para diplomat Amerika dan para anggota lainnya di Irak dan sejumlah kawasan.
Kebijakan 'membunuh' Jenderal Qasem Soleimani hadir lantaran pimpinan besar Iran bersama Pasukan Qudsnya bertanggungjawab atas kematian ratusan orang Amerika dan sejumlah anggota lain.
Qasem Soleimani dianggap telah mengatur serangan terhadap pangkalan koalisi di Irak selama beberapa bulan terakhir.
Satu di antaranya adalah serangan pada 27 Desember 2019 yang berujung adanya korban tewas dan terluka dari pihak Amerika dan Irak.
Jenderal Qasem Soleimani disebut menyetujui agenda serangan terhadap Kedutaan Besar Amerika Serikat di Baghdad yang terjadi pada minggu ini.
Serangan yang terjadi di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Irak minggu ini disebut bertujuan menghalangi rencana serangan Iran selanjutnya.
Departemen Pertahanan AS menyebut akan terus mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi orang-orang dan warganya yang bertugas di timur tengah dan di seluruh dunia.
Baca: 8 Hal yang Perlu Diketahui Soal Isu Pemakzulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump
Dilansir oleh BBC, Jumat (3/1/2020), Jenderal Qasem Soleimani tewas dalam serangan rudal di Bandara Baghdad, Irak.
Pihak militer Irak mengemukakan Bandara Internasional Baghdad dicecar dengan serangkaian serangan rudal pada Jumat tengah malam.
Sumber keamanan Amerika menerangkan, serangan itu menargetkan konvoi paramiliter Hashed al-Shaabi, dengan delapan orang tewas, termasuk Soleimani.
Selain Soleimani, Hashed al-Shaabi mengonfirmasi bahwa pemimpin mereka, Abu Mahdi al-Muhandis juga tewas, dalam serangan yang dilakukan helikopter AS.
Serangan tersebut terjadi tiga hari setelah massa pendukung Hashed menyerbut Kedutaan Besar AS di Baghdad.
--