Baik Muhammadiyah hingga Ma'ruf Amin sama-sama menolak tuduhan bahwa terdapat fasilitas dan lobi-lobi Pemerintah China terhadap Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU) maupun Majelis Ulama Indonesia (MUI), untuk menutup mata pada kasus kemanusiaan warga muslim Uighur di Xinjiang.
Dikutip dari Tribunnews.com, (17/12/2019), Ketua Pusat Pimpinan (PP) Muhammadiyah Haedar Nasir meminta Wall Street Journal meminta maaf dan meralat terkait laporannya yang dimuat Rabu, 11 Desember 2019).
Hal itu disampaikan Haedar saat konferensi pers di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2019).
"Pemberitaan tersebut sangat tidak berdasar dan fitnah yang merusak nama baik Muhammadiyah, NU, dan MUI." ujar Haedar.
Dalam pernyataan pers PP Muhammadiyah nomor 507/PER/I.O/I/2019 tentang Permasalahan HAM di Xinjiang, China, PP Muhammadiyah juga meminta PBB untuk mengeluarkan resolusi terkait pelanggaran HAM untuk masyarakat Uighur.
Pernyataan pers PP Muhammadiyah yang dibagikan melalui akun media sosial Twitter, (16/12/2019) ini juga meminta PBB untuk mengeluarkan resolusi pelanggaran HAM untuk masyarakat Rohingya, Palestina, Suriah, Yaman, India, dan sebagainya.
"Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendesak agar Wallstreet Journal meralat berita tersebut dan meminta maaf kepada warga Muhammadiyah. Apabila hal tersebut tidak dipenuhi, Muhammadiyah akan mengambil langkah hukum sebagaimana mestinya," tegas Haedar.
Ia menambahkan, Muhammadiyah bergerak dibidang kemanusiaan dan menjunjung tinggi moral sebagai kekuatan bangsa. Sehingga pemberitaan tersebut, jauh dari hal yang sebenarnya.
Dalam laporan WSJ yang ditulis pada Rabu (11/12), memaparkan China menggelontorkan sejumlah bantuan dan donasi terhadap ormas-ormas Islam setelah isu Uighur mencuat pada 2018 lalu.
Isu Uighur sebelumnya mencuat dari laporan organisasi HAM Internasional yang menyebut pemerintah China menahan satu juta orang Uighur di kamp penahanan.
China berupaya membujuk ormas Islam hingga akademisi untuk menutup mata dan tidak mengeluarkan kritik atas dugaan persekuasi serius yang terima warga Muslim Uighur di Xinjiang.
Pemerintah China bahkan mengundang dan membiayai puluhan tokoh, petinggi ormas, akademisi, dan wartawan untuk melihat langsung keadaan di Xinjiang.
Dikutip dari Kompas.com, (17/12/2019), Wakil Presiden Ma'ruf Amin membantah bahwa terdapat organisasi masyarakat Islam di Indonesia yang disuap pemerintah China agar tidak lagi menyuarakan penderitaan kelompok Muslim Uighur.
Ma'ruf Amin menanggapi pemberitaan The Wall Street Journal yang menyebutkan Ormas Islam Indonesia dibungkam dengan gelontoran dana dari pemerintah China agar tidak menyuarakan penderitaan Muslim Uighur
"Kalau Ormas Islam kan sudah ada bantahan dari masing-masing Ormas Islam bahwa itu tidak benar," kata Ma'ruf di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (17/12/2019).