Gletser di Puncak Jaya Papua Diprediksi akan Mencair dalam Waktu Kurang dari Satu Dekade?

Penulis: saradita oktaviani
Editor: Adya Rosyada Yonas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Puncak Jaya

TRIBUNNEWSWIKI.COM – Puncak Jaya Papua memiliki salju yang disebut-sebut sebagai salju abadi.

Tetapi seorang ilmuan memprediksi bahwa gletser tersebut juga akan mencair.

Gletser terakhir yang tersisa di dunia ada di deretan pegunungan tinggi antara Andes dan Himalaya.

Namun sebuah studi mengatakan bahwa gletser tersebut akan mencair sepenuhnya dalam kurun waktu kurang dari satu dekade.

Hal itu disebabkan oleh krisis iklim yang makin menjadi.

Baca: Sandiaga Uno Akui Siap untuk Bantu Erick Thohir di BUMN: Ini Bentuk Kontribusi Bangsa dan Negara

Baca: Hasil Pekan 17 Liga Inggris: Liverpool Kokoh di Puncak, Chelsea dan Leicester Gagal Menang

Puncak Jaya di Pegunungan Jaya Wijaya, Papua, diselimuti salju (Contentraja)

Dikutip dari Independent UK, seorang ilmuwan peneliti senior di Byrd Polar and Climate Research Centre Ohio State University, Profesor Lonnie Thompson mengatakan gletser Puncak Jaya adalah ‘kenari di tambang batu bara’.

“Ini akan menjadi yang pertama menghilang; yang lain pasti akan mengikuti,”kata Profesor Thompson.

Gletser, di gunung dekat Puncak Jaya, di bagian barat pulau New Guinea, telah mencair selama bertahun-tahun, kata Profesor Thompson.

Tetapi pencairan itu meningkat dengan cepat setelah El Niño 2015-2016 yang kuat.

Sebuah fenomena iklim yang menyebabkan air laut tropis dan suhu atmosfer menjadi lebih hangat.

El Nino adalah fenomena alam, tetapi efeknya telah diperkuat oleh pemanasan global.

Studi ini menunjukkan gletser akan menghilang dalam 10 tahun ke depan, kemungkinan besar selama El Niño berikutnya yang kuat.

Profesor Thompson mengatakan kemungkinan gletser tropis lainnya, seperti yang ada di Kilimanjaro di Tanzania dan Quelccaya di Peru, akan menyusul.

"Saya pikir Papua, Indonesia, gletser adalah indikator dari apa yang akan terjadi di seluruh dunia," katanya.

Baca: Aksi Para Bintang Papan Atas Hollywood di The Expendables 3, Tayang di Bioskop TransTV Pukul 00.00

Baca: Viral Video Sarwendah Tepis Tangan Betrand Peto, Tanggapan Psikolog: Edukasi Seks Harus Diajarkan

Puncak Jaya (beautyofmnature)

Penyusutan gletser

Profesor Thompson dan timnya telah memantau gletser sejak 2010.

Ketika mereka mengebor inti es untuk memeriksa komposisi dan suhu atmosfer di sekitar gletser sepanjang sejarah.

Bahkan pada saat itu, gletser tersebut menyusut.

Pencairan dimulai setidaknya 150 tahun yang lalu, kata Profesor Thompson, tetapi telah meningkat dalam dekade terakhir.

Para peneliti menemukan tanda-tanda mencair di bagian atas gletser dan di bagian bawah.

Sebuah tim kembali pada Mei 2016, dan melihat bahwa tambahan sekitar 4,26 meter tali yang terbuka.

Ini menunjukkan peningkatan cepat dalam pencairan hanya dalam waktu enam bulan saja.

Tim juga mengukur tingkat pencairan gletser dengan mengukur luas permukaannya, yang menyusut sekitar 75 persen dari 2010 hingga 2018.

Lapangan es telah menyusut sedemikian rupa sehingga pada 2016 itu telah terpecah menjadi dua gletser yang lebih kecil.

Kemudian, pada bulan Agustus 2019, seorang pendaki gunung yang mendaki puncaknya mengambil foto gletser itu, menunjukkan bahwa gletser tersebut hampir menghilang.

Baca: Ramalan Zodiak Hari Ini Minggu 15 Desember 2019: Scorpio Sebarkan Aura Positif, Leo Tak Mudah Puas

Baca: Boruto Episode 136 Sub Indonesia, Rilis Hari Ini: Permintaan Khusus Jiraiya ke Sasuke saat Berpisah

Es Puncak Jaya (Foto/hendriagustin)

Dampak mencairnya gletser

Secara global, pencairan gletser adalah kontributor utama kenaikan permukaan laut.

Bersama dengan pemanasan air laut, dapat menyebabkan badai yang lebih sering dan lebih intens.

Profesor Thompson mengatakan, gletser puncak gunung di seluruh dunia berkontribusi antara sepertiga hingga setengah dari kenaikan permukaan laut tahunan saat ini di lautan Bumi.

Perubahan iklim telah meningkatkan suhu atmosfer, yang menyebabkan udara di sekitar gletser pun menghangat.

Selain itu juga mengubah ketinggian tempat di mana hujan berubah menjadi salju.

Artinya, ketika salju jatuh di puncak gletser, akan membantu kembali membangun es dari tahun ke tahun.

Sementara, saat ini, justru hujan yang turun.

Air menyerap lebih banyak energi dan lebih banyak panas dari matahari daripada salju.

Oleh karena itu, peningkatan jumlah air di atas gletser akan semakin menghangatkan gletser dan mempercepat pencairan es yang tersisa.

"Air pada dasarnya seperti bor air panas bagi gletser. Ia menembus es ke batuan dasar. Jadi, ketika air menumpuk di atas gletser, ia akan meleleh lebih cepat," kata Profesor Thompson.

Ketika air mulai mengalir melalui celah-celah gletser menuju batuan dasar, akan mulai melelehkan gletser di sepanjang dasarnya.

Pada akhirnya, kondisi ini memunculkan suhu hangat tersendiri yang menyebabkan gletser meluncur, sangat lambat, menuruni gunung ke ketinggian yang lebih rendah dimana suhu lebih hangat.

Demikian halnya dengan gletser ini, para peneliti belajar ketika mereka pertama kali mengebor pada tahun 2010.

Inti yang mereka bawa ke permukaan menunjukkan air lelehan di dasar dan juga di atas gletser.

Pencairan itu dapat memengaruhi informasi yang dapat dipelajari para ilmuwan dari inti, yang biasanya memberikan catatan data tahunan dari iklim di sekitar gletser.

Namun, ketika gletser mencair, catatan-catatan tersebut menjadi kabur.

Dalam hal ini, inti es masih menunjukkan bukti terjadinya El Nino sepanjang sejarah inti es.

Profesor Thompson juga mengungkapkan bahwa hilangnya gletser juga merupakan kerugian budaya.

Ketika timnya melakukan pengeboran pada tahun 2010, sejumlah tetua adat memprotes.

Ketika timnya melakukan pengeboran pada tahun 2010, sejumlah tetua adat memprotes.

Kondisi ini pun memunculkan debat di antara masyarakat adat, yang menimbang apakah tim ekspedisi diizinkan melanjutkan penelitiannya untuk mempelajari sejarah yang terkandung di dalam es, atau membiarkan gletser tidak terganggu.

Setelah itu, Profesor Thompson mengatakan, para tetua bersepakat menolak para peneliti.

Sementara, para pemuda menginginkan misi tersebut berlanjut.

Para pemuda kemudian menang dan membiarkan para peneliti melanjutkan penelitiannya.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Saradita Oktaviani)



Penulis: saradita oktaviani
Editor: Adya Rosyada Yonas
BERITA TERKAIT

Berita Populer