Petani lulusan SD ini kini dinobatkan jadi 'profesor' setelah temukan madu terbaik Asia, namanya terkenal hingga Eropa.
Siapa sosok petani tersebut?
Sebuah hutan di desa Banaran, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta ternyata menyimpan potensi alam yang laur biasa.
Hutan asri bernama hutan Wanagama tersebut ternyata memiliki potenis madu yang cukup besar.
Baca: Hasil Penelitian Tanaman Bajakah Buat Peneliti Terperangah
Baca: Mengenal dr Nasrudin, Anak Petani yang Sukses Jadi Dokter Spesialis Kandungan dan Wakil Dekan UMI
Penggagas dari budidaya madu tersebut juga merupakan orang bisa yang hanya lulusan SD.
Namun kini ia malah mendapat julukan sebagai 'profesor lebah' karena jasanya dalam budidaya madu tersebut.
Ia adalah Purwanto (65), warga desa Banaran yang merupakan penggagas budidaya madu.
Ternyata Purwanto sudah puluhan tahun menggeluti madu di hutan desa Banaran tersebut.
Purwanto yang merupakan petani tadah hujan biasa awalnya hanya membudidayakan palawija saat musim kemarau dan padi di saat musim hujan.
Seperti petani pada umumnya di daerah lain di Indonesia.
Namun, mulai tahun 1980an, Purwanto mulai memelihara lebah madu sebagai penghasilan tambahan bagi keluarganya.
Di tahun 1983, Purwanto melihat lebah mengelilingi pohon akasia jenis mangium dan eukaliptus.
Ia pun penasaran saat melihat banyaknya lebah yang berada di sekitar pohon setinggi 10-15 meter itu.
Beberapa waktu kemudian, dirinya melihat daun akasia yang masih basah terkena embun, dan menjilatnya, ternyata muncul rasa manis.
"Lain hari mengecek."
"Sebenarnya makan apa tho lebah ini," kata Purwanto dilansir oleh Kompas.com.
Setelah dipelajari, ternyata lebah mengambil sari makanan dari nektar atau cairan manis yang muncul dari bunga atau daun.
"Saya lalu mengecek, keluarnya nektar ini dari mana. Daun muda diambil dari ujung daun dan kelopaknya," imbuhnya.
Rasa penasaran inilah yang membuat ia lantas menanyakan ke pengelola hutan Wanagama.
Wanagama merupakan hutan penelitian milik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Hal itu mudah karena dirinya juga diangkat sebagai karyawan bagian pengukur tanaman hutan Wanagama.
Selain itu, warga di sekitar bisa memanfaatkan lahan di sekitar hutan untuk berkebun.
Ia meminta izin untuk memelihara lebah di sekitar hutan.
Sebab, tumbuhan akasia waktu itu belum diketahui menjadi makanan lebah.
Setelah mendapatkan izin, dirinya pun mulai membuat sangkar lebah madu di sekitar hutan yang dekat dengan sumber makanan.
Lama-kelamaan penanaman pohon akasia mangium dan eukaliptus diperbanyak.
Dua jenis pohon itu sudah ada di hampir seluruh kawasan hutan Wanagama, yakni petak 19, 18, 17, 16, dan 5.
Purwanto memiliki 300 kotak rumah lebah di kawasan hutan Wanagama.
Warga Desa Banaran pun juga ikut memelihara lebah.
Ia memperkirakan lebih dari 3.000 kotak rumah lebah yang dipelihara di hutan Wanagama.
Ia menceritakan, temuan pohon akasia jenis mangium dan eukalipsus, sumber makanan lebah kemudian direspons serius oleh UGM.
UGM bahkan itu menyebarkan informasi ke berbagai negara di Asia hingga Eropa.
Bahkan, negara China waktu itu menganggap madu yang dihasilkan dari hutan Wanagama merupakan yang terbaik di Asia.
Atas kegigihan itu, dirinya dijuluki "profesor" meski hanya lulusan SD.
Seiring perkembangan madu, dirinya pun keluar dari pengurusan hutan Wanagama.
Namun ia masih diminta membantu pengelola hutan Wanagama setiap saat ada yang ingin belajar pengelolaan lebah.
Saat ini perkembangan madu sudah menunjukkan tren positif.
Baca: Deretan Fakta Unik Tentang Suku Baduy, Bisa Panen Madu dan Durian Sesuka Hati
Baca: Selain Sebagai Obat Batuk Alami, Ini Manfaat Lain dari Konsumsi Air Madu Hangat
Saat panen pada bulan Juni, Juli, Agustus, September, dan Oktober, ia dan warga tak perlu takut menjual karena pembeli dari berbagai kota sudah siap menampung.
Saat panen, setiap kotak bisa menghasilkan 3-5 kilogram madu dalam sebulan.
Per kilogramnya dijual seharga Rp 600.000. " Madu di hutan Wanagama tak perlu ditawar.
Dari orang mana-mana itu yang beli.
Mereka sudah tahu kualitas, rasa, dan keasliannya," ucapnya.
Penghasilan yang menggiurkan ini bisa meningkatkan perekonomian warga dan mengurangi potensi keinginan warga menebang pohon di hutan.
"Istilahnya untuk menanggulangi kerusakan hutan juga," ucapnya.