Staf Khusus Wapres bidang Ekonomi dan Keuangan Lukmanul Hakim diketahui menjadi salah satu terlapor dalam kasus penipuan terkait sertifikasi halal.
Lukmanul dilaporkan terkait jabatannya sebagai Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
Meski demikian, Lukmanul masih berstatus sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Hal tersebut terungkap dalam surat pemberitahuan perkembangan penyidikan yang diterima Kompas.com dari kuasa hukum Lukmanul, Ikhsan Abdullah.
"(Lukmanul Hakim) yang ikut dilaporkan, kita saksi," ungkap Ikhsan melalui pesan singkat ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (27/11/2019), dikutip dari Kompas.com.
Laporan itu terdaftar dengan nomor LP/993/XI/2017/JBR/Polres Bogor Kota tertanggal 20 November 2017 tentang dugaan tindak pidana penipuan tersebut dilayangkan dua tahun lalu.
Dalam surat perkembangan penyidikan, polisi disebutkan telah menetapkan satu tersangka, yaitu pihak terlapor lainnya.
Tersangka tersebut bernama Mahmood Abo Annaser.
Warga negara Selandia Baru tersebut dijadikan tersangka setelah polisi menemukan cukup bukti bahwa Mahmood melakukan penipuan dengan cara mengatasnamakan LPPOM MUI.
Ditemui terpisah, Kepolisian RI (Polri) pun membenarkan bahwa Lukmanul Hakim berstatus sebagai saksi.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra mengatakan bahwa kasus tersebut kini ditangani Bareskrim Polri.
"Ini merupakan tindak lanjut dari penanganan di Polres Bogor tepatnya pada Oktober 2019 lalu dilimpahkan ke Bareskrim Polri dan lanjut penyidikannya oleh Bareskrim Polri," kata Asep di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu.
Polri pun masih melanjutkan proses penanganannya dengan berencana memanggil sejumlah saksi dan terlapor.
Ditemui terpisah, kuasa hukum pelapor, Ahmad Ramzy, menjelaskan duduk perkara kasus tersebut.
Kliennya yang bernama Mahmoud Tatari mengaku telah ditipu oleh kedua terlapor, yaitu Lukmanul Hakim dan Mahmood Abo Annaser.
Ramzy menuturkan, terlapor meminta uang sebesar 50.000 euro atau setara Rp 776,22 juta terkait akreditasi lembaga halal.
"Terlapor meminta sejumlah uang kepada korban untuk memunculkan lagi nama ' Halal Control Gmbh' di website MUI sebagai badan sertifikasi halal asing karena namanya dihapus dari situs MUI," kata Ramzy ketika dihubungi Kompas.com, Rabu.
Lalu, terlapor Mahmood menelepon korban dan menyampaikan pesan Lukmanul terkait permintaan uang tersebut. Pelapor Mahmoud pun diminta datang ke Jakarta.
Mahmoud, yang merupakan warga negara Jerman, datang ke Jakarta pada 26 Juni 2016.
Ketiganya kemudian bertemu di GOR Bulutangkis, Bogor.
Berdasarkan pernyataan pelapor, Lukmanul membenarkan bahwa permintaan uang tersebut merupakan prosedur resmi MUI.
"Saudara Lukmanul Hakim mengiyakan seolah-olah itu prosedur resmi dari MUI lalu menyuruh korban mentransfer uang," tutur Ramzy.
Setelah satu korban, pelapor mengungkapkan bahwa terlapor kembali meminta uang.
Setelah dikonfirmasi, pelapor mendapatkan informasi dari Kantor MUI Pusat bahwa uang tersebut bukan permintaan MUI.
Soal penunjukkan staf khusus Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Fadli Zon beri kritikan : Tidak Sejalan dengan Efisiensi, Tidak Perlu!
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon memberi kritikan terkait keberadaan staf khusus baru Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Fadli mengatakan, penunjukkan para stafsus baru itu tidak sejalan dengan rencana pemerintah untuk melakukan efisiensi.
Hal itu dinilainya sebagai sesuatu yang tidak perlu.
"Ini menurut saya enggak sejalan dengan pandangan Presiden yang mau efisiensi.
Efisiensi kelembagaan tapi nambah terus institusi-institusi yang sebenarnya tidak perlu," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/11/2019), dikutip dari Kompas.com.
Fadli menambahkan, sebenarnya kepala negara sudah dibantu banyak lembaga dalam kerjanya sehari-hari.
Mulai dari Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet hingga Kantor Staf Kepresidenan.
Namun, lembaga-lembaga tersebut rupanya tidak mampu berjalan dengan cukup baik.
Alih-alih melakukan efisiensi, kata Fadli, Presiden Jokowi justru menduplikasi lembaga tersebut dengan stafsus baru.
Padahal, biaya untuk gaji staf khusus Jokowi tidaklah sedikit.
"Jadi perangkat dari kepresidenan ini banyak sekali, biayanya juga sangat besar," ujar Fadli.
Apalagi, sebelum penunjukkan stafsus baru, Presiden juga telah menunjuk sejumlah wakil menteri.
Menurut Fadli, kebijakan ini menunjukkan bahwa yang dilakukan Jokowi bukan efisiensi, melainkan pemborosan.
"Kalau semuanya mau dijadikan wakil menteri, menurut saya bukan efisiensi, namanya pemborosan.
Pemborosan itu pasti tidak efektif, termasuk dalam pengambilan keputusan tidak efektif," kata Fadli.
Diberitakan, Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf telah mengumumkan siapa saja tokoh yang menjadi stafsus baru untuk membantu kinerja mereka ke depan.
Stafsus Jokowi berjumlah 13, yakni Putri Indahsari Tanjung, Adamas Belva Syah Devara, Angkie Yudistira, Ayu Kartika Dewi, Gracia Billy Yosaphat Membrasar, Aminuddin Ma'ruf dan Andi Taufan Garuda Putra.
Ada pula Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana, Sukardi Rinakit, Diaz Hendropriyono, Dini Shanti Purwono, Arif Budimanta dan Fadjroel Rachman.
Adapun, stafsus Wapres Ma'ruf, yakni Mohammad Nasir, Satya Arinanto, Masykuri Abdillah. Sukriansyah S Latief, Lukmanul Hakim, Muhammad Imam Azis, Robikin Emhas dan Masduki Baidlowi.