Informasi Awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM – Komunitas Barapan Kebo atau Karapan Kerbau Desa Lameta, Kecamatan Empang, Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat berhasil mendapat Anugerah Kebudayaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2019.
Pemberian penghargaan tersebut karena komunitas tersebut dinilai setia mempertahankan, mewarisi, dan mengembangkan tradisi Barapan Kebo.
Barapan Kebo atau Karapan Kerbau merupakan warisan secara turun temurun, dari nenek moyang tanah Sumbawa.
Barapan Kebo merupakan event tradisional para Sandro, joki, dan kerbau terbaik guna menyambut musim tanam di Sumbawa.
Tradisi Barapan Kebo tidak hanya diselenggarakan di Pamulung, tetapi juga diselenggarakan di Desa Moyo Hulu, Desa Senampar, Desa Poto, Desa Lengas, Desa Batu Bangka, Desa Maronge, dan Desa Utan sebagai event budaya khas tanah Sumbawa[1].
Sejarah Barapan Kebo
Barapan Kebo atau Karapan Kerbau khas Sumbawa diselenggarakan, menjelang awal musim tanam padi.
Arena Barapan Kebo diselenggarakan di areal persawahan yang telah digenangi air, atau sudah siap untuk musim tanam.
Perlakuan pemilik kerbau jargon Barapan Kebo sama seperti perlakuan audisi Main Jaran, yakni kerbau-kerbau dikumpulkan 3 atau 4 hari sebelum event digelar untuk diukur tinggi dan usia kerbau.
Penetuan tinggi dan umur kerbau digunakan untuk, menentukan kelas perlombaan Barapan Kebo.
Durasi event budaya Barapan Kebo ditentukan seberapa banyak jargon kerbau yang ikut dalam karapan.
Event Barapan Kebo berbeda dengan Karapan Sapi Madura atau Makepung di Bali.
Perbedaan tersebut yakni pentas para Sandro (Seni Beladiri) beradu ilmu, dan para joki adu kumbar terutama saat “Sakak” atau tongkat magis Sandro Penghalang tersentuh oleh kerbau dengan bantuan Sandro back-up Joki dan kerbau peserta.
Pasangan kerbau yang berhasil meraih juara yakni pasangan kerbau tercepat mencapai tujuan dan menyentuh kayu pancang tanda finish yang disebut dengan Sakak[2].
Fungsi Penting Barapan Kebo
Barapan Kebo memainkan peran penting dalam kehidupan, masyarakat Kabupaten Sumbawa.
Perlombaan ini merupakan saranan intrgrasi sosial, pertunjukan budaya, dan memperkuat kemandirian ekonomi dan spiritual sosial.
Istilah-istilah yang digunakan dalam Barapan Kebo, yakni:
- Niga yakni kayu penjepit leher penyatu sepasang jargon (Kerbau) barapan.
- Kareng yakni tempat berdiri atau pijakan kali sang joki barapan berbentuk segitiga.
- Mangkar yakni pecut pemacu kerbau barapan.
- Sandro yakni sebutan untuk orang sakti dengan ilmu supranatural ala Sumbawa yang dimiliki, dengan pakaian khas berwarna hitam polos.
- Lawas yakni lantunan syair pantun daerah Sumbawa yang dilakukan diantara teriakan kemenangan sang joki, disaat kerbau barapan mampu menyentuh dan menjatuhkan tanpa sedikitpun terjatuh dari kareng-nya.
- Ngumang yakni sesumbar kemenangan sebagai pemikat wanita penonton barapan, dengan cara merayu dengan lantunan syair lama yang dikuasai[3].
Nilai Filosofi Barapan Kebo
Makna Barapan Kebo dalam masyarakat Sumbawa, yakni memungkinkan seseorang untuk bisa berangkat ke Tanah Suci dan menunaikan ibadah haji.
Memilihara empat ekor kerbau, bagi masyarakat Sumbawa dapat dipergunakan untuk biaya berangkat haji.
Barapan Kebo memiliki nilai historis dan religius dalam masyarakat Sumbawa, yakni:
1. Dari segi ekonomi, kerbau membantu perekonomian masyarakat Sumbawa, khususnya masyrakat petani dan peternak.
2. Segi religiusitas, Barapan Kebo menyatukan semua komponen masyarakat Sumbawa, dan memperkuat tali silaturahmi antar masyarakat.
Barapan Kebo tidak hanya dilakukan oleh pria dewasa, namun juga anak-anak terutama masyarakat Desa Lamenta Sumbawa.
Menggelar Barapan Kebo di wilayah Sumbawa dapat membangkitkan semangat masyarakat untuk mencintai Karapan Kerbau.
Selain untuk melestarikan budaya, juga menambah nilai tentang kerbau sehingga masyarakat terpacu untuk tetap melestarikan kerbau.
Barapan Kebo juga memiliki arti, gambaran dan orientasi seseorang dalam mengarungi hidup yang dilakukan secara lurus, bersemangat, dan harus mencapai tujuan dari hidup.
Festival Barapan Kebo tahun 2019 diselenggarakan di Sirkuit Sumer Payung, Karang Dima Sumbawa.
Dihadiri perwakilan beberapa negara tetangga, dan komunitas yachter (Pendayung kapal Yacht) dari beberapa negara.
Kerbau dan Sumbawa diibaratkan sekeping mata uang, yang tidak dapat dipisahkan dari bingkai sejarah, peradaban, tradisi, keyakinan, dan kepercayaan masyarakat.
Kerbau dipandang sebagai kendaraan untuk berjumpa dalam semangat, perdamaian, dan kemanusiaan.
Barapan Kebo dan Sumbawa kini semakin berbenah sebagai tempat barapan kebo, satu-satunya di dunia dan mensejajarkanya dengan Pulau Moyo Sumbawa untuk melestarikan dan memajukan karapan kerbau[4].