Secara resmi badan pemerintah Arab Saudi ini menyatakan bahwa penggolongan feminisme sebagai bagian dari ekstremisme adalah suatu kesalahan.
Sampai saat ini, seperti dilansir oleh BBC, (13/11/2019) pihak pemerintah Arab Saudi masih melakukan penyelidikan terkait unggahan video di media sosial tersebut.
Sebelumnya, video tersebut diunggah oleh Lembaga Pengamanan Kepresidenan di akun media sosial, Twitter.
Lembaga Pengamanan ini bertanggung jawab penuh terhadap Raja Salman.
Usai menyatakan permintaan maafnya, lembaga pengamanan ini mengatakan bahwa terdapat sejumlah kesalahan di dalam video yang diunggah pada akhir pekan lalu.
Baca: Bangkitkan Industri Hiburan dan Wisata, Arab Saudi Lakukan 6 Terobosan Ini
Baca: Arab Saudi Akhirnya Beri Izin Pasangan Turis Tak Menikah Menginap di Satu Kamar Hotel
Komisi Hak Asasi Manusia, Arab Saudi memberikan komentar terkait permasalahan ini.
Mereka memberikan komentar bahwa feminisme bukanlah tindak pidana.
Namun demikian, menurut BBC, mereka tidak menyinggung isu homoseksualitas maupun atheisme.
Dilaporkan BBC, video yang diunggah tersebut bermula dari upaya Arab Saudi menghilangkan citra negara yang tidak ramah terhadap perempuan.
Mereka (pihak Arab Saudi) menyatakan ingin fokus pada pemenuhan sejumlah hak-hak perempuan.
Organisasi Amnesty International turut mengecam video yang diunggah badan pemerintah Arab Saudi tersebut.
Melalui Direktur Amnesty Internasional untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, Heba Morayef, menyebutkan bahwa pesan yang disampaikan video tersebut sangat berbahaya.
"[Pesannya] berdampak sangat besar terhadap kebebasan berpendapat, terhadap kehidupan, kebebasan, dan keamanan di negara tersebut," kata Heba Morayef.
Di Arab Saudi sendiri, sampai saat ini, belum ada aturan tertulis yang membahas ihwal orientasi seksual maupun identitas gender.
Organisasi hak asasi manusia di Amerika Serikat, Human Rights Watch memberi komentar perihal kebijakan hukum di Arab Saudi.
"Hakim menggunakan hukum Islam ketika menangani kasus orang-orang yang diduga melakukan hubungan seksual di luar pernikahan, melakukan hubungan seks sesama jenis atau kegiatan yang dianggap imoral, " tulis Human Rights Watch.
Sebelumnya, Arab Saudi telah mengumumkan kebijakan baru di bidang pariwisata dengan mengizinkan turis asing yang tak menikah menginap di satu kamar hotel.
Pengumuman tersebut merupakan bagian dari reformasi yang termaktub dalam Visi Saudi 2030 yang digagas oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS).
Selain mengizinkan turis tak menikah menginap dalam satu kamar atau menerbitkan visa turis untuk pertama kalinya, Arab Saudi juga membuat reformasi bagi kaum perempuan.
Tercatat ada tiga kebijakan yang memberikan kelonggaran bagi perempuan.
Dikutip dari Kompas.com Senin (14/10/2019), inilah tiga kebijakan terbaru Arab Saudi:
Pada 24 Juni 2018, Riyadh mengumumkan pencabutan larangan bagi wanita untuk mengemudikan mobil yang berlangsung selama beberapa dekade terakhir.
Sebagai langkah awal, Arab Saudi dilaporkan menerbitkan Surat Izin Mengemudi (SIM) bagi 10 perempuan pada 4 Juni tahun lalu.
Keputusan itu disambut dengan antusias.
Mereka berbondong-bondong menukarkan SIM internasional dengan lisensi Saudi.
Salah seorang perempuan yang menerima SIM, Rema Jawdat tak dapat menyembunyikan kebahagiaan ketika mendapatkan SIM dari negaranya.
"Ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan, saya akan menyetir di kerajaan ini," katanya.
Menurutnya, menyetir merupakan pilihan untuk bergerak secara independen.
Air mata pun membanjiri wajah kebahagiaan mereka.
Seorang pembawa acara di televisi, Sabika al-Dosari, tak ingin ketinggalan dan mengemudikan mobil sedannya sampai ke perbatasan Kerajaan Bahrain.
"Ini adalah pencapaian luar biasa," kata miliarder Pangeran Saudi Al-Waleed bin Talal saat putrinya Reem mengemudikan SUV.
Sosiolog Mona Salahuddin Al-Munanjjeed mengatakan, kelonggaran dalam mengemudi bakal memberi perubahan besar di level ekonomi dan sosial.
Dia menuturkan dengan perempuan diizinkan membawa mobil, maka keluarga tak perlu menyewa sopir untuk mengantar mereka ke berbagai tempat.
Para ibu juga bisa mengantar dan menjemput anak-anak mereka di sekolah.
Dengan begitu, secara ekonomi akan mengurangi biaya untuk upah sopir keluarga.
"Uangnya bisa disimpan untuk keperluan rumah tangga lainnya," ucap penulis buku 'Saudi Women: A Celebration of Success' tersebut.
Sebelum mencabut larangan menyetir, pada awal 2018 Saudi memutuskan untuk mengizinkan perempuan menonton pertandingan sepak bola di stadion.
Berdasarkan keterangan dari kantor kementerian informasi, kebijakan tersebut bakal berlaku secara efektif pada 12 Januari 2018.
"Pertandingan pertama yang bakal ditonton warga perempuan adalah Al Ahli melawan Al Batin," ujar kementerian informasi dalam pernyataannya.
Laga tersebut merupakan momen yang sangat spesial sebab dilangsungkan di Ibu Kota Riyadh.
Selepas itu, perempuan juga boleh menonton bola di Jeddah dan Dammam.
Reformasi lain yang memberikan dampak besar adalah izin perempuan untuk bepergian ke luar negeri tanpa izin wali pria.
Dalam sistem perwalian sebelumnya, setiap perempuan butuh izin dari ayah, suami, maupun kerabat pria jika ingin melakukan sesuatu.
Sistem perwalian itu telah mengundang kecaman dari dunia internasional dan dianggap sebagai salah satu alasan yang mendorong upaya sejumlah warga perempuan melarikan diri dari Arab Saudi.
Perubahan peraturan tersebut memungkinkan setiap perempuan yang berusia di atas 21 tahun berhak bepergian ke luara negeri tanpa izin wali.
Selain itu, reformasi dalam sistem perwalian juga memberi keleluasaan bagi perempuan diakui sebagai wali bagi anak yang belum dewasa.
Media pemerintah memberitakan, perubahan tersebut bakal memberi perempuan Saudi otonomi dan mobilitas lebih besar dan dianggap sebagai 'batu lompatan besar'.
"Perubahan ini bisa berarti perempuan akan dapat mengendalikan penuh takdir hukum mereka," pengusaha bernama Muna AbuSulayman dari akun Twitter-nya.
Selain tiga kebijakan di atas, pada Rabu (9/10/2019) ada perubahan baru untuk meningkatkan hak-hak wanita dan mengumumkan perempuan boleh berdinas sebagai tentara sebagai bagian dari reformasi yang gencar dilakukan.
"Langkah-langkah lain untuk pemberdayaan," demikian keterangan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi sebagaimana dikutip dari Kompas, Senin (14/10/2019).