Pasukan pelindung Soekarno tersebut bahkan lebih disebut lebih mengerikan dibandingkan dengan Kopassus.
Indonesia memiliki pasukan khusus atau elit dari tiga matra seperti TNI AL, AD dan AU.
Dari ketiga matra tersebut semuanya memiliki pasukan yang handal dan siap diturunkan kapan saja sesuai dengan perintah dari Presiden.
Pasukan yang siap diturunkan kapan saja tersebut merupakan pasukan terbaik yang dimiliki oleh Indonesia.
Baca: Prabowo Pernah Sekolahkan 35 Perwira ke Luar Negeri hingga Bentuk Pasukan Khusus Terbaik di Dunia
Baca: Raja Intel Kopassus Jatuh Cinta dengan Pramugari Cantik Garuda, Sering Hilang Karena Misi Rahasia
Namun ternyata, dibandingkan dengan mereka masih ada pasukan lagi yang bahkan lebih mengerikan.
Dilansir oleh TribunJambi.com, pasukan tersebut disebut sebagai Pasukan Detasemen Harimau (Den Harin).
Meski demikian, kebenaran dari pasukan itu masih belum bisa dipastikan.
Namun, diyakini bahwa pasukan khusus yang bernama Detasemen Harimau (Den Harin) ini merupakan rajanya pasukan elit Indonesia.
Terbentuknya pasukan ini ternyata sejak zaman pemerintahan Soekarno.
Kala itu, Belanda ingin kembali merebut kekuasaan yang telah diambil Indonesia setelah menyatakan kemerdekaannya melalui proklamasi yang dinyatakan Soekarno.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 ternyata tidak diketahu secara merata.
Khususnya oleh rakyat Sulawesi Selatan karena masih jarang yang memiliki radio.
Oleh karena itu pasukan NICA dan KNIL yang sudah dibebaskan oleh pasukan Jepang dari tahanan memanfaatkan situasi minimnya informasi di Sulawesi Selatan itu untuk mengambil alih kekuasaan.
Pasukan NICA dan KNIl yang dengan cepat melakukan konsolidasi itu langsung memiliki pengaruh karena didukung persenjataan hasil rampasan dari pasukan Jepang yang sudah menyerah kepada Sekutu.
Pada 24 September 1945, pasukan Sekutu (Australia-Belanda) mendarat di Makassar untuk melaksanakan misi pembebasan tawanan pasukan Belanda yang ditahan Jepang sekaligus melucuti persenjataan pasukan Jepang.
Pasukan Sekutu itu selain membawa pasukan Belanda juga membekali diri dengan “surat sakti”, yakni Perjanjian Postdam yang ditandatangani pada 26 Juli 1945.
Isi perjanjian Postdam itu menyatakan bahwa “wilayah yang diduduki musuh” (occupied area) harus dikembalikan kepada penguasa semula.
Jika isi perjanjian itu dikaitkan dengan Indonesia, berarti pasukan Jepang harus mengembalikan Indonesia kepada Belanda.
Singkat kata Belanda memang ingin menguasai Indonesia lagi dan menjadikan Makassar sebagai ibukota Negara Indonesia Timur.
Baca: G30S 1965 - Pasukan Gerakan 30 September & Siarannya di Radio Republik Indonesia (RRI)