Informasi Awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Nadia Murad Base Taha lahir di Kocho, Irak, pada tahun 1993 adalah aktivis hak asasi manusia yang tinggal di Jerman.
Pada tahun 2014, dia diculik dari rumahnya di Kocho oleh anggota ISIS selama tiga bulan lamanya.
Murad adalah pemilik Nadia's Initiative, sebuah organisasi yang berdedikasi untuk menolong para perempuan dan anak-anak yang menjadi korban genosida, kekejaman massal, dan perdagangan manusia, untuk mengobati dan membangun kembali kehidupan dan komunitas mereka.
Pada tahun 2018, Nadia Murad dan Denis Mukwege sama-sama memenangkan Penghargaan Nobel Peace Prize atas "usaha-usaha mereka untuk mengakhiri kekerasan seksual sebagai senjata perang dan konflik bersenjata".
Ia adalah orang Irak dan Yazidi pertama yang mendapatkan penghargaan Nobel Prize. [1]
Kehidupan Pribadi: Ditangkap ISIS
Nadia Murad lahir di Desa Kocho, di Distrik Sinjar, Irak.
Keluarganya berasal dari minoritas Suku Yazidi, yaitu para pekebun.
Pada umur 19 tahun, Murad yang saat itu sebagai pelajar tinggal di sebuah desa di Kocho di Sinjar, di Irak Utara, tempat di mana ISIS berkuasa.
Banyak komunitas Yazidi di Irak yang ditangkap oleh ISIS di desa tempat Murad tinggal.
Anggota ISIS ini tercatat membunuh 600 orang - termasuk enam saudara laki-laki dan beberapa saudara angkat Nadia Murad.
Para anggota ISIS ini membawa para perempuan yang lebih muda dan gadis-gadis ke dalam perbudakan.
Pada tahun tersebut Nadia Murad adalah satu dari lebih dari 6.700 perempuan dan gadis Yazidi yang dibawa ke penjara oleh ISIS di Irak.
Nadia Murad ditangkap ISIS pada 15 Agustus 2014.
Dia dibawa sebagai budak di kota Mosul di mana dia dipukuli, dibakar dengan rokok, dan diperkosa.
Nadia berhasil kabur setelah penangkapnya pergi meninggalkan rumah yang tidak terkunci.
Ia kemudian dibawa ke rumah tetangganya, yang bersedia menyelundupkannya keluar dari wilayah yang dikuasai ISIS, dan membolehkannya kabur ke kamp pengungsi di Duhok, Irak Utara.
Nadia Murad tercatat keluar dari teritorial ISIS pada awal September atau sekitar bulan November 2014.
Pada Februari 2015, ia membuat testimoni pertamanya kepada para wartawan surat kabar Belgia, La Libre Belgique, saat ia berada di kamp Rwanga, tinggal di kontainer pengiriman barang.
Pada tahun 2015, ia adalah satu dari 1000 perempuan dan anak yang mendapatkan keuntungan dari program dari Pemerintah Baden-Wurttemberg, Jerman, yang kemudian menjadi rumah barunya. [2]
Karir Aktivisme
Pada 16 Desember 2015, Nadia Murad berbicara di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang perdagangan manusia dan konflik.
Ini adalah kali pertama, Dewan Keamanan memberi pengarahan membahas ihwal perdagangan manusia.
Perannya sebagai duta besar, Murad juga berpartisipasi dalam advokasi global dan lokal untuk mengkampanyekan kepedulian terhadap isu perdagangan manusia dan pengungsi.
Nadia Murad kerap kali menjangkau para pengungsi dan komunitas orang-orang yang mencari tempat tinggal, mendengar keluh kesah korban perdagangan manusia dan genosida.
Pada September 2016, seorang pengacara Amal Clooner sekaligus aktivis hak asasi manusia berbicara di Kantor PBB khusus Narkoba dan Kriminal untuk mendiskusikan keputusan yang ia buat pada Juni 2016 untuk mewakili Nadia Murad sebagai kliennya dalam kasus hukum melawan para pimpinan ISIL (Islamic State of Iraq and the Levant).
Clooney menandai kejahatan ISIL yang melakukan genosida, pemerkosaan, dan perdagangan manusia yang dilakukan melalui para pemimpinnya secara nyata dan masih aktif sampai saat ini baik di timur tengah atau melalui media sosial Facebook.
Murad (menurut kesaksian pengacaranya) menerima ancaman serius dari kelompok ISIL.
Pada September 2016, Murad mengumumkan organisasinya Nadia Initiative pada sebuah acara yang dibawakan oleh Tina Brown di Kota New York, Amerika Serikat.
Organisasi Nadia ini bermaksud untuk melakukan advokasi dan mendampingi para korban genosida.
Pada bulan yang sama, Nadia dijuluki First Goodwill Ambassador di Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pemulihan Martabat Para Korban dari Perdagangan Manusia.
Tanggal 3 Mei 2017, Nadia Murad bertemu dengan Paus Francis dan Uskup Agung, Gallagher di Kota Vatikan.
Sepanjang pertemuan, Nadia meminta mereka untuk menolong para kelompok Yazidis yang masih berada di tahanan ISIS, menyatakan dukungan Vatikan untuk kaum minoritas, membahas lingkup daerah otonom yang bisa ditinggali kaum minoritas di Irak, menyoroti situasi terkini dan tantangan yang dihadapi agama minoritas di Irak dan Suriah, khususnya para korban dan orang-orang terlantar yang menjadi imigran.
Memoar pengalaman Nadia Murad dituliskan dalam buku, "The Last Girl: My Story of Captivity, and My Fight Against the Islamic State telah diterbitkan oleh Crown Publishing Group pada 7 November 2017.
Pada tahun 2018, sutradara Alexandria Bombach membuat film dokumenter berjudul On Her Shoulders yang menunjukkan kehidupan Murad dan aktivitas sosialnya.
Pada tahun 2019, Murad membuat pernyataan dalam pertemuan kedua para menteri di AS yang fokus pada usaha meningkatkan kebebasan beragama.
Dalam forum ini, Nadia Murad bicara pengalaman dan tantangannya ke depan yang akan komunitas Yazidi hadapi lima tahun terdekat setelah serangan 3 Agustus 2014, serta menyiapkan lima poin rencana guna mengatasi tantangan yang mereka hadapi di Irak.
Murad bersama dengan para survivor dari seluruh dunia disoroti di acara puncak pertemuan tersebut.
Sebagai bagian dari delegasi, pada 17 Juli 2019, Nadia Murad bertemu dengan Presiden Donald Trump di Oval Office dan membagikan cerita saat ia kehilangan anggota keluarganya, termasuk ibu, dan enam saudara laki-lakinya, dan memohon kepada Trump untuk melakukan sesuatu.
Pada Agustus 2018, Nadia Murad bertunangan dan menikah dengan sesama aktivis hak asasi manusia, Abid Shamdeen. [3]
Penghargaan dan Penghormatan
Berikut adalah penghargaan dan penghormatan yang pernah Nadia Murad dapatkan:
- First Goodwill Ambassador for the Dignity of Survivors of Human Trafficking of the United Nations, tahun 2016.
- Council of Europe Václav Havel Award for Human Rights, tahun 2016.
- Sakharov Prize for Freedom of Thought (with Lamiya Aji Bashar), tahun 2016.
- Nobel Peace Prize, bersama dengan Denis Mukwege, tahun 2018. [4]
Bibliografi
Berikut adalah bibliografi yang pernah Nadia Murad:
- Nadia Murad: The Last Girl: My Story of Captivity, and My Fight Against the Islamic State (Virago eBook, 7 November 2017), ISBN 978-0-349-00974-2 (English)
- Nadia Murad: Ich bin eure Stimme: Das Mädchen, das dem Islamischen Staat entkam und gegen Gewalt und Versklavung kämpft (Knaur eBook, 31 October 2017), ISBN 978-3-426-21429-9 (German) [5]
--