Keputusan tersebut diambil secara aklamasi dalam rapat pleno Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Idham Azis merupakan calon tunggal yang diajukan Presiden Jokowi untuk menggantikan Tito Karnavian yang dilantik menjadi Menteri Dalam Negeri.
Sebelumnya, Idham Azis mengatakan jika dirinya tidak memiliki firasat akan ditunjuk menjadi Kapolri.
Hal tersebut diungkapkan Idham Azis ketika Komisi III DPR berkunjung ke rumahnya dalam rangkain fit and proper.
"Saya tidak ada firasat, sama seperti yang istri saya bilang jangankan niat, mimpi pun kami tidak (jadi Kapolri)," kata Idham, Rabu (30/10/2019), dikutip Tribunnewswiki dari Kompas.com.
Sebagai Kapolri yang baru, Idham Azis memilki masa kerja 13 bulan sebelum purna tugas pada Januari 2021.
Di dalam masa baktinya yang terhitung cukup singkat tersebut sederet pekerjaan rumah telah menantinya untuk diselesaikan.
Dikutip dari Kompas.com, Pihak Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai, calon tunggal Kapolri, Komjen Idham Azis, memiliki pekerjaan rumah (PR) terkait reformasi kepolisian.
Baca: Idham Azis
Baca: Mantan Kapolri Bongkar Isi Buku Khusus Milik Soeharto, Ungkap kebiasaan Sang Presiden ke-2 RI
Menurut pengamatan Ketua Umum YLBHI, Asfinawati, reformasi kepolisian berjalan mundur belakangan ini.
Asfinawati juga mencontohkan timbulnya sejumlah korban yang diduga terkait tindakan represif aparat kepolisian saat pengamanan demo.
"Reformasi kepolisian berjalan mundur. Tahun 2009 ada komitmen Polri tentang HAM yang ditunjukkan dengan Perkap HAM," ungkap Asfinawati.
Baca: Tito Karnavian
Baca: Tenggat Waktu 3 Bulan Habis, Kasus Novel Baswedan Tak Kunjung Ada Kejelasan
"Tetapi dari penyampaian pendapat di muka umum terlihat banyak kekerasan hingga meninggal akibat penggunaan kekuatan Polri," lanjutnya.
Berdasarkan catatan YLBHI, 51 orang tewas terkait unjuk rasa sepanjang 2019 atau sejak Januari hingga 22 Oktober 2019.
Dari jumlah itu, 44 orang meninggal tanpa diketahui penyebabnya.
Itu lantaran aparat keamanan maupun pemerintah tidak menyampaikan keterangan resmi terkait tewasnya ke-44 orang itu.
Diketahui juga bahwa banyak video yang beredar di media sosial mengenai tindakan represif aparat saat pengamanan demo mahasiswa terkait UU KPK hasil revisi, RKUHP, dan sejumlah RUU lainnya di bulan September 2019.
Perkara lain yang menunggu untuk diselesaikan adalah kasus-kasus terhadap aktivis HAM dan antikorupsi serta kriminalisasi terhadap pihat tertentu.
"Juga kasus-kasus terkait pembela HAM dan antikorupsi seperti Novel. Tidak ada yang terungkap sehingga tidak aneh terus berulang. Belum (terkait) kriminalisasi terhadap orang yang sedang menjalankan haknya," ujar dia.
Salah satu kasus yang disinggungnya yakni mengenai penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Hingga berakhirnya masa jabatan Tito Karnavian, pelaku penyiraman air keras terhadap Novel belum juga bisa terungkap.
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjajaran, Muradi, juga menyebutkan pkerjaan rumah yang menanti Kapolri baru Komjen (Pol) Idham Azis.
Baca: Undur Diri dari Pimpinan KPK, Saut Situmorang Tulis Surat Sebut 9 Nilai KPK hingga Novel Baswedan
Baca: 2 Tahun Kasus Air Keras : Kondisi Terkini Novel Baswedan hingga Siap Ungkap Keterlibatan Jenderal
Dikutip dari Kompas.com, Muradi menilai salah satu “PR” untuk Idham Azis adalah meningkatkan komunikasi serta koordinasi dengan KPK, TNI, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara, dan Kementrian Dalam Negeri.
Sama seperti yang diungkapkan pihak YLBHI sebelumnya, kasus Novel Baswedan menjadi kasus yang harus dituntaskan oleh Idham Azis.
"Pekerjaan rumah yang belum selesai dan ditinggalkan Pak Tito ialah hubungan dengan KPK. Isu yang berkaitan dengan KPK, seperti kasus Novel Baswedan, harus dituntaskan," ujar Muradi.
Dalam masa tugas 13 bulan, Idham Azis diharapkan mampu menyelesaikan berbagai persoalan berkaitan dengan lembaga penegak hukum lain, misalnya kasus penyiraman penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dengan air keras.
"Idham yang hanya memiliki masa tugas lebih kurang 13 bulan tidak memiliki pilihan lain, kecuali melanjutkan fondasi kebijakan dan program kerja yang telah dicanangkan Tito dalam waktu tiga tahun terakhir.
Namun, tugas utama Idham adalah menyelesaikan berbagai persoalan dengan penegak hukum lain, khususnya KPK," jelas Muradi.
"Masa bakti 13 bulan akan terasa singkat bagi Idham karena rutinitas kerja yang tinggi sehingga cenderung sulit memperkenalkan kebijakan baru," sambungnya.