Sebelumnya, kenaikan iuran untuk peserta kelas III sudah mdapatkan penolakan dari DPR dan kelompok.
Dikutip dari Kompas.com, DPR memberikan penolakan untuk kenaikan iuran BPJS kelas III sampai pemerintah menyelesaikan permasalahan data peserta.
Hal tersebut merupakan keputusan DPR dalam rapat gabungan Komisi IX dan XI DPR RI dengan pemerintah dan direksi BPJS Kesehatan pada Senin (2/9/2019).
Berdasarkan kesimpulan yang dibacakan Wakil Ketua Komisi XI DPR, Supriyatno, DPR menolak kenaikan iuran BPJS untuk peserta kelas III dan mendesak pemerintah untuk mencari solusi lain guna menanggulangi defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) kesehatan.
Kemudian pada 16 September, Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf, memastikan bahwa DPR dan pemerintah sepakat untuk tidak menaikkan iuran peserta kelas III BPJS Kesehatan.
"DPR setelah berdiskusi panjang dengan pemerintah akhirnya sepakat untuk kelas III tidak naik," kata Dede Yusuf.
Lebih lanjut, Dede Yusuf mengatakan bahwa iuran BPJS untuk peserta kelas III tidak dinaikkan terlebih dahulu karena hampir 60 persen peserta BPJS merupakan masyarakat dari ekonomi bawah.
Baca: Iuran BPJS Naik 2 Kali Lipat, Ini Cara Turun Kelas BPJS Kesehatan Mandiri
Baca: BPJS Kesehatan Tersandung Gambar Joker dan Disomasi, Alasan Manfaatkan Momentum
Tidak hanya dari pihak DPR, kelompok buruh juga menyuarakan penolakan untuk kenaikan iuran BPJS untuk kelas III.
Melansir dari Kompas.com, penolakan tersebut juga sempat disuarakan langsung oleh dua pimpinan kelompok buruh saat diterima Presiden Jokowi di Istana Bogor pada 30 September 2019.
"Kami mengatakan iuran BPJS kelas III akan memberatkan rakyat dan menurunkan daya beli. Oleh karena itu, kami mengusulkan dan menyarankan kepada beliau untuk dipertimbangkan agar iuran kelas III tidak dinaikkan," kata Said Iqbal Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonseia (KSPI).
Sedangkan Jokowi yang berdiri di samping Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nea dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, mengatakan jika usulan dari kelompok buruh tersebut akan dipertimbangkan.
"Itu usulan, kita pertimbangkan lah, karena memang kita harus berhitung, harus berkalkulasi nanti kalau kenaikan BPJS tidak kita lakukan yang terjadi juga defisit besar di BPJS. Semuanya dihitung, semuanya dikalkulasi," kata Jokowi.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan bahwa kenaikan iuran BPJS untuk kelas III sudah diperhitungkan secara matang.
"Ada perhitungannya. Kan perhitungan dibandingkan antara manfaat yang didapat dengan nilai premi berapa. Itu ada perhitungannya," kata Suahasil seperti dikutip Tribunnewswiki dari Kompas.com.
"Kan bisa dihitung untuk seluruh Indonesia berapa uang yang dikumpulkan dari premi. Lalu kemudian selama periode tertentu berapa yang sakit, sakitnya apa saja. Dijumlahkan biayanya. Harusnya itu manfaatnya. Perbandingan ini yang jadi dasar perhitungan berapa (kenaikan) premi," lanjutnya.
Baca: BPJS Kesehatan: JKN KIS Tanggung Penderita Gangguan Jiwa Agar Tidak Ada Joker-Joker Lainnya
Baca: Kini Peserta BPJS Kesehatan Bisa Naik Kelas Secara Gratis, Berikut Syaratnya
Dalam Pasal 34 beleid tersebut, diatur besaran kenaikan iuran BPJS semua kelas yang mulai berlaku pada 1 Januari 2020.
Kenaikan iuran BPJS tersebut mengikat semua kelas, termasuk kelas III yang sebelumnya mendapatkan penolakan dari Komisi IX dan XI DPR serta dari kelompok buruh.
Dalam Pasal 34 beleid tersebut diatur bahwa kenaikan iuran terjadi terhadap seluruh segmen peserta mandiri kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP).
Kenaikan mulai berlaku 1 Januari 2020.
Berikut rinciannya:
-Iuran peserta kelas 3 akan meningkat menjadi Rp 42.000, dari saat ini sebesar Rp 25.500
-Iuran peserta kelas 2 akan meningkat menjadi Rp 110.000 dari saat ini sebesar Rp 51.000
-Iuran peserta Kelas 1 akan naik menjadi Rp 160.000 dari saat ini sebesar Rp 80.000
Selain kenaikan untuk peserta mandiri, diatur juga kenaikan untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Baca: Dilema BPJS Kesehatan, Dibutuhkan Tapi Menumpuk Utang hingga Rp 60 Miliar
Baca: Tanggapan Kemenkeu Saat Sri Mulyani Disalahkan atas Kenaikan Iuran BPJS
Iuran bagi Peserta PBI yang didaftarkan oleh pemerintah daerah yaitu sebesar Rp 42.000, naik dari sebelumnya Rp 23.000.
Kenaikan iuran PBI yang berasal dari anggaran pemerintah ini akan berlaku surut pada 1 Agustus 2019.
Selain itu, dalam Pasal 30 diatur kenaikan perhitungan iuran peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang terdiri atas ASN, prajurit, Polri.
Besaran iuran sebesar 5 persen dari gaji per bulan terdiri dari 4 persen yang dibayar oleh pemberi kerja dan 1 persen dibayar oleh peserta.
Sebelumnya, pemberi kerja membayar 3 persen dan peserta 2 persen. Pasal 32 mengatur batas tertinggi dari gaji per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran iuran peserta PPU.
Batas tertinggi itu naik menjadi Rp 12 juta dari sebelumnya sebesar Rp 8 juta.
Lebih lanjut, dalam Pasal 33 juga diatur bahwa gaji yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran bagi peserta PPU terdiri atas gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi, dan tunjangan kinerja.
Sebelumnya, yang dijadikan dasar perhitungan hanya gaji pokok dan tunjangan keluarga.
Berdasarkan Pasal 33A, perubahan ketentuan komposisi persentase tersebut berlaku mulai 1 Oktober 2019.