Informasi Awal
TRIBUNEWSWIKI.COM - Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Anggota DPD RI adalah perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan Umum.
Pembentukan DPD RI pada mulanya dilakukan melalui perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada bulan November 2001.
Pada akhirnya, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pertama kali dibentuk pada tanggal 1 Oktober 2004, ketika 128 anggota DPD terpilih untuk pertama kalinya dilantik dan diambil sumpahnya.
Pada awal pembentukannya, masih banyak tantangan yang dihadapi oleh DPD.
Tantangan tersebut mulai dari wewenangnya yang dianggap jauh dari memadai untuk menjadi kamar kedua yang efektif dalam sebuah parlemen bikameral, sampai dengan persoalan kelembagaannya yang juga jauh dari memadai.
Tantangan-tantangan tersebut timbul terutama karena tidak banyak dukungan politik yang diberikan kepada lembaga baru ini.
Berikut adalah profil lembaga Dewan Perwakilan Daerah yang Tribunnewswiki.com himpun dari situs resmi DPD RI di dpd.go.id. [1]
Sejarah
Pada bulan November 2001, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) membentuk lembaga perwakilan baru yaitu DPD RI.
Pembentukan lembaga ini difungsikan untuk memperluas dan meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan nasional serta guna memenuhi rasa keadilan masyarakat di daerah.
Pembentukan DPD RI ini dilakukan melalui perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada bulan November 2001.
Sejak perubahan itu, maka sistem perwakilan dan parlemen di Indonesia berubah dari sistem unikameral menjadi sistem bikameral.
Perubahan tersebut tidak terjadi seketika, tetapi melalui tahap pembahasan yang cukup panjang baik di masyarakat maupun di MPR RI, khususnya di Panitia Ad Hoc I.
Proses perubahan di MPR RI selain memperhatikan tuntutan politik dan pandangan-pandangan yang berkembang bersama reformasi, juga melibatkan pembahasan yang bersifat akademis, dengan mempelajari sistem pemerintahan yang berlaku di negara-negara lain khususnya di negara yang menganut paham demokrasi.
Dalam proses pembahasan tersebut, berkembang kuat pandangan tentang perlu adanya lembaga yang dapat mewakili kepentingan-kepentingan daerah, serta untuk menjaga keseimbangan antar daerah dan antara pusat dengan daerah, secara adil dan serasi.
Keberadaan unsur Utusan Daerah dalam keanggotaan MPR RI selama ini (sebelum dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945) dianggap tidak memadai untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut. [2]
Visi dan Misi
Berikut adalah visi dan misi DPD RI:
Menjadikan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagai lembaga perwakilan yang mampu secara optimal dan akuntabel memperjuangkan aspirasi daerah untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia
Berdasarkan visi tersebut, rumusan misi DPD RI disepakati sebagai berikut:
1. Memperkuat kewenangan DPD RI melalui amandemen UUD 1945;
2. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran sesuai kewenangan yang ditetapkan oleh UUD 1945 dan Undang-Undang;
3. Memperkuat kapasitas pelaksanaan fungsi representasi yang mencakup penampungan dan penindaklanjutan aspirasi daerah dan pengaduan masyarakat serta peningkatan pemahaman masyarakat tentang kelembagaan DPD RI dalam rangka akuntabilitas publik;
4. Meningkatkan hubungan dan kerjasama dengan lembaga-lembaga negara/pemerintah dan non pemerintah di dalam negeri dan lembaga perwakilan negara-negara sahabat termasuk masyarakat parlemen internasional;
5. Meningkatkan kinerja dan kapasitas kelembagaan baik yang menyangkut tampilan perorangan para anggota DPD RI maupun pelaksanaan fungsi kesekretariatan jenderal termasuk tunjangan fungsional/keahlian. [3]
Fungsi, Tugas, dan Wewenang
Berikut adalah Fungsi, Tugas & Wewenang DPD RI yang mengacu pada ketentuan Pasal 22 D UUD 1945 dan Tata Tertib DPD RI:
DPD RI mempunyai fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran.
1. Pengajuan Usul Rancangan Undang-Undang
2. Pembahasan Rancangan Undang-Undang
3. Pertimbangan Atas Rancangan Undang-Undang dan Pemilihan Anggota BPK
4. Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-Undang [4]
Hak Dan Kewajiban Anggota
Sesuai dengan ketentuan Pasal 49 dan 50 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD bahwa Anggota DPD mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:
- Menyampaikan usul dan pendapat
- Memilih dan dipilih
- Membela diri
- Imunitas
- Protokoler dan
- Keuangan dan administratif.
- Mengamalkan Pancasila
- Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan
- Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
- Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia
- Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat
- Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah
- Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan
- Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya
- Menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPD dan
- Menjaga etika dan norma adat daerah yang diwakilinya.
Berkenaan dengan kewajiban tersebut, hal itu mempertegas fungsi politik legislatif Anggota DPD RI yang meliputi representasi, legislasi dan pengawasan yang dicirikan oleh sifat kekuatan mandatnya dari rakyat pemilih yaitu sifat “otoritatif” atau mandat rakyat kepada Anggota; di samping itu ciri sifat ikatan atau “binding” yaitu ciri melekatnya pemikiran dan langkah kerja Anggota DPD RI yang semata-mata didasarkan pada kepentingan dan keberpihakan pada rakyat daerah.
Alat Kelengkapan Dewan
- KOMITE I
Komite I DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; serta pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah.
Lingkup tugas Komite I sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan memperhatikan urusan daerah dan masyarakat, sebagai berikut :
1. Pemerintah daerah;
2. Hubungan pusat dan daerah serta antar daerah;
3. Pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah;
4. Pemukiman dan kependudukan;
5. Pertanahan dan tata ruang;
6. Politik, hukum, HAM dan ketertiban umum; dan
7. Permasalahan daerah di wilayah perbatasan negara.
Komite II DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada pengelolaan sumber daya alam; dan pengelolaan sumber daya ekonomi lainnya.
Lingkup tugas Komite II sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan memperhatikan urusan daerah dan masyarakat, sebagai berikut :
1. Pertanian dan Perkebunan;
2. Perhubungan;
3. Kelautan dan Perikanan;
4. Energi dan Sumber daya mineral;
5. Kehutanan dan Lingkungan hidup;
6. Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan dan Daerah Tertinggal;
7. Perindustrian dan Perdagangan;
8. Penanaman Modal; dan
9. Pekerjaan Umum.
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, maka komite II DPD RI :
a. Menyampaikan konsepsi usul rancangan undang-undang dalam rangka penyusunan program legislasi nasional untuk 1 (satu) masa keanggotaan DPD dan setiap tahun anggaran; dan
b. menyampaikan usulan rencana kerja dan acara persidangan Komite kepada Panitia Musyawarah.
(2) Komite membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat dipergunakan sebagai bahan Komite pada masa keanggotaan tahun sidang berikutnya.
Komite III DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada pendidikan dan agama.
Lingkup tugas Komite III sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan memperhatikan urusan daerah dan masyarakat, sebagai berikut :
1. Pendidikan;
2. Agama;
3. Kebudayaan;
4. Kesehatan;
5. Pariwisata;
6. Pemuda dan olahraga;
7. Kesejahteraan sosial;
8. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
9. Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
10. Ekonomi Kreatif;
11. Pengendalian Kependudukan/Keluarga Berencana; dan
12. Perpustakaan.
Komite IV DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN; perimbangan keuangan pusat dan daerah; memberikan pertimbangan hasil pemeriksaan keuangan negara dan pemilihan Anggota BPK; pajak; dan usaha mikro, kecil dan menengah.
Lingkup tugas Komite IV sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan memperhatikan urusan daerah dan masyarakat, sebagai berikut :
1. Anggaran pendapat dan belanja negara;
2. Pajak dan pungutan lain;
3. Perimbangan keuangan pusat dan daerah;
4. Pertimbangan hasil pemeriksaan keuangan negara dan pemilihan anggota BPK;
5. Lembaga keuangan; dan
6. Koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah.
Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap.
Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) bertugas :
1. Merencanakan dan menyusun program serta urutan prioritas pembahasan usul rancangan undang-undang untuk 1 (satu) masa keanggotaan DPD dan setiap tahun anggaran;
2. Membahas usul rancangan undang-undang berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;
3. Melakukan kegiatan pembahasan, harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi usul rancangan undang-undang yang disiapkan oleh DPD;
4. Melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus ditugaskan oleh Panitia Musyawarah dan/atau Sidang Paripurna;
5. Melakukan pembahasan terhadap rancangan undang-undang dari DPR atau Presiden yang secara khusus ditugaskan oleh Panitia Musyawarah atau Sidang Paripurna;
6. Melakukan koordinasi, konsultasi, dan evaluasi dalam rangka mengikuti perkembangan materi usul rancangan undang-undang yang sedang dibahas oleh komite;
7. Melakukan evaluasi terhadap program penyusunan usul rancangan undang-undang;
8. Melakukan tugas atas keputusan Sidang Paripurna dan/atau Panitia Musyawarah;
9. Mengusulkan kepada Panitia Musyawarah hal yang dipandang perlu untuk dimasukkan dalam acara DPD;
10. Mengadakan persiapan, pembahasan dan penyusunan RUU yang tidak menjadi lingkup tugas komite;
11. Mengoordinasikan proses penyusunan RUU yang pembahasannya melibatkan lebih dari 1 (satu) Komite; dan
12. Membuat inventarisasi masalah hukum dan perundang-undangan pada akhir tahun sidang dan akhir masa keanggotaan untuk dapat dipergunakan sebagai bahan Panitia Perancang Undang-Undang pada masa keanggotaan berikutnya.
Selain tugas sebagaimana dimaksud di atas Panitia Perancang Undang-Undang mempunyai tugas:
1. Memberikan pendapat dan pertimbangan atas permintaan daerah tentang berbagai kebijakan hukum dan tentang masalah hukum yang berkaitan dengan kepentingan daerah dan kepentingan umum;
2. Memberikan masukan yang objektif kepada pimpinan, pemerintah daerah, dan masyarakat mengenai pelaksanaan pembangunan hukum dan saran-saran lain yang berkaitan dengan penyusunan rancangan undang-undang di DPD; dan
3. Mengoordinasikan secara substansi dan fungsional Pusat Perancangan Kebijakan dan Informasi Hukum Pusat-Daerah (Law Center) DPD.
Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) merupakan Alat Kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap,
PURT mempunyai tugas :
1. membantu pimpinan dalam menentukan kebijakan kerumah tanggaan DPD RI, termasuk kesejahteraan Anggota dan pegawai Sekretariat Jenderal;
2. membantu pimpinan dalam melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dilakukan oleh Sekretariat Jenderal, termasuk pengelolaan kantor DPD RI di daerah;
3. membantu pimpinan dalam merencanakan dan menyusun kebijakan anggaran DPD;
4. mengawasi pengelolaan anggaran yang dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal;
5. mewakili pimpinan melakukan koordinasi dalam rangka pengelolaan sarana dan prasarana kawasan gedung perkantoran MPR, DPR, dan DPD;
6. melaksanakan tugas lain yang berhubungan dengan masalah kerumahtanggaan DPD yang ditugaskan oleh pimpinan berdasarkan hasil Sidang Panitia Musyawarah; dan
7. menyampaikan laporan kinerja dalam Sidang Paripurna yang khusus diadakan untuk itu.
Badan Kehormatan (BK) merupakan Alat Kelengkapan DPD yang bersifat tetap,
BK bertugas :
1. Melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap Anggota DPD karena :
- tidak melaksanakan kewajiban;
- tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangantetap sebagai Anggota selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun;
- tidak menghadiri Sidang Paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam ) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
- tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Anggota sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum;
- melanggar ketentuan larangan Anggota.
2. Menetapkan keputusan atas hasil penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap Anggota;
3. Menyampaikan keputusan sebagaimana atas penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan teradap Anggota pada Sidang Paripurna untu ditetapkan.
4. Selain tugas-tugas sebagaimana diatas BK juga melakukan evaluasi dan penyempurnaan peraturan DPD tentang Tata Tertib dan Kode Etik DPD.
Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP) dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap.
Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP) mempunyai tugas :
1. Membina, mengembangkan dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPD dan lembaga sejenis, lembaga pemerintah ataupun lembaga nonpemerintah, baik secara regional maupun internasional, atas penugasan Sidang Paripurna ataupun atas dasar koordinasi dengan Panitia Musyawarah, dan Komite;
2. Mengoordinasikan kegiatan kunjungan kerja yang dilakukan oleh alat kelengkapan baik regional maupun internasional;
3. Mempersiapkan hal-hal yang berhubungan dengan kunjungan delegasi lembaga negara sejenis yang menjadi tamu DPD;
4. Memberikan saran atau usul kepada pimpinan tentang kerjasama antara DPD dan lembaga negara sejenis, baik secara regional maupun internasional;
5. Mengadakan sidang gabungan dengan pimpinan, Panitia Musyawarah, Panitia Urusan Rumah Tangga, Panitia Perancang Undang-Undang, dan Komite dalam rangka pembentukan delegasi DPD; dan
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan antar lembaga diatur lebih lanjut dengan keputusan Badan Kerjasama Parlemen
Badan Akuntabilitas Publik (BAP) dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap.
Badan Akuntabilitas Publik (BAP) mempunyai tugas :
1. Melakukan penelaahan dan menindaklanjuti temuan BPK yang berindikasi kerugian negara secara melawan hukum;
2. Menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait dugaan korupsi dan malaadministrasi dalam pelayanan publik;
Panitia Musyawarah dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap.
Panitia Musyawarah mempunyai tugas :
1. Merancang dan menetapkan jadwal acara serta kegiatan DPD, termasuk sidang dan rapat, untuk :
a. 1 (satu) tahun sidang;
b. 1 (satu) masa persidangan; dan
c. sebagian dari suatu masa sidang.
2. Merancang rencana kerja lima tahunan sebagai program dan arah kebijakan DPD selama 1 (satu) masa keanggotaan;
3. Rencana kerja lima tahunan sebagai program dan arah kebijakan DPD selama 1 (satu) masa keanggotaan dapat direvisi setiap tahun;
4. Menyusun rencana kerja tahunan sebagai penjabaran dari rencana kerja lima tahunan;
5. Merancang dan menetapkan perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah;
6. Merancang dan menetapkan jangka waktu penyelesaian rancangan undang-undang, dengan tidak mengurangi hak sidang Paripurna untuk mengubahnya;
7. Memberikan pendapat kepada pimpinan dalam penanganan masalah menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPD;
8. Meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPD yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai hal yang menyangkut pelaksanaan tugas setiap alat kelengkapan tersebut
9. Menentukan penanganan terhadap pelaksanaan tugas DPD oleh alat kelengkapan DPD;
10. Membahas dan menentukan mekanisme kerja antar alat kelengkapan yang tidak diatur dalam Tata Tertib; dan
11. Merumuskan agenda kegiatan Anggota di daerah.
Selain tugas sebagaimana dimaksud diatas, Panitia Musyawarah mempunyai tugas menyusun rencana kegiatan untuk disampaikan kepada Panitia Urusan Rumah Tangga dalam penentuan dukungan anggaran.
UU No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) menambah kewenangan DPD RI, yang diatur dalam Pasal 249 ayat (1) huruf j yaitu “melakukan pemantauan dan evaluasi atas rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah”.Penambahan kewenangan DPD tersebut boleh jadi sebagai implikasi atas JR yag dilakukan oleh APKASI terhadap UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda. Pasca putusan MK tersebut Pemerintah Pusat dalam hal ini Mendagri atau Gubernur tidak berwenang melakukan pembatalan terhadap perda.
Kewenangan DPD ini bersifat rekomendasi bukan membatalkan. Hal ini dimaknai bahwa peran DPD dalam mengawasi raperda dan perda bersifat rekomendasi, agar pemerintah daerah dapat meninjau kembali perda maupun raperda melalui instrumen perubahan atau pencabutan perda, jika memang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Untuk menindaklanjuti tambahan wewenang dan tugas DPD sebagaimana diamanatkan pada UU No. 2 Tahun 2018, maka dibentuklah Panitia Urusan Legislasi Daerah (PULD). PULD dibentuk dalam Sidang Paripurna DPD RI dan merupakan alat kelengkapan yang bersifat tetap. Sejalan dengan Peraturan DPD No. 3 Tahun 2018 tentang Tatib, pada pasal 64 ayat (2) disebutkan bahwa “Pembagian tugas Pimpinan DPD diputuskan secara musyawarah mufakat”. Sebagai salah satu unsur Pimpinan, Wakil Ketua DPD Bidang III diberikan ruang lingkup tugas yang membawahi Komite I dan PULD.
Dengan adanya PULD ini diharapkan dapat meminimalisir raperda dan perda yang bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Selain itu sebagai kontrol dan pengawasan terhadap kebijakan di daerah, sebagaimana peran Anggota DPD RI yang merupakan representasi dari daerahnya. Dan yang paling utama adalah memastikan bahwa raperda dan perda tersebut dibentuk sesuai dengan kebutuhan daerah, demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Mempertimbangkan bahwa dorongan terhadap penataan terhadap sistem ketatanegaraan secara kelembagaan di MPR semakin diperlukan, dan di sisi lain kebutuhan akan penguatan kewenangan DPD kian mendesak, maka DPD membentuk Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan (BPKK) sebagai alat kelengkapan baru.
Sebagaimana dalam Pasal 107 ayat (1) Peraturan Tata Tertib DPD, disebutkan bahwa BPKK merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap berkenaan dengan pelaksanaan fungsi pengembangan kapasitas kelembagaan, termasuk kajian atas sistem ketatanegaraan dalam rangka mewujudkan lembaga perwakilan daerah yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai demokrasi.
Selanjutnya Pasal 107 ayat (2) menjelaskan bahwa BPKK juga berfungsi memerankan tugas-tugas sebagai Kelompok Anggota MPR yang berasal dari seluruh Anggota DPD, yang mempersatukan dan mengorganisasikan segenap Anggota DPD dalam kapasitasnya sebagai Anggota MPR. Terkait pelaksanaan tugas tersebut, BPKK mengkoordinir segenap Anggota MPR yang berasal dari Anggota DPD.
Dalam pelaksanaan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) Peraturan Tata Tertib DPD, BPKK melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan Kelompok DPD untuk menjamin interkoneksi pelaksanaan tugas antara BPPK sebagai alat kelengkapan DPD dan Kelompok DPD sebagai pengelompokan Anggota MPR yang berasal dari seluruh Anggota DPD.
Berdasarkan Pasal 108 Tata Tertib DPD, BPKK memiliki tugas:
- Memantau implementasi peran parlemen dan lembaga-lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
- Menyelenggarakan forum-forum ilmiah dalam rangka pengkajian atas penerapan sistem parlemen dan sistem ketatanegaraan.
- Menyiapkan rekomendasi DPD dalam rangka penguatan parlemen dan sistem ketatanegaraan Indonesia.
- Menjalin hubungan kerja sama dengan lembaga-lembaga negara terkait lainnya dalam rangka sinkronisasi pelaksanaan tugasnya dan penguatan kapasitas kelembagaan.
JARINGAN DOKUMENTASI INFORMASI HUKUM [6]
--