Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mengatakan bahwa sudah siap untuk meninggalkan DPR di masa akhir jabatan periodenya 2014-2019.
Dilansir Kompas.com, Sabtu (28/9/2019), Fahri Hamzah mengaku sudah mulai mengemas barang-barang yang ada di ruang kerjanya.
"Saya masih di sini sampai Senin. Senin sore, lah, Senin malam sudah semua barang, sudah saya kembalikan, saya agak rapi soal ini," kata Fahri Hamzah, dikutip dari Kompas.com.
Baca: Fahri Hamzah
Baca: Jokowi Kenakan Pakaian Adat Sasak asal NTB saat Pidato Kenegaraan, Fahri Hamzah: Karena Kalah di NTB
"Sejak enam bulan lalu saya punya boks sehingga keuangan adminstrasi harta benda teridentifikasi semua," tambah Fahri.
Dirinya juga mengatakan tidak membawa barang milik negara sekalipun barang-barang kecil.
"Sendok milik negara enggak ada yang terbawa, enggak boleh itu. Enggak boleh yang punya negara, tapi kalau milik saya mungkin boleh saja tertinggal yang penting enggak boleh ada milik negara pindah ke rumah saya," ujar Fahri Hamzah, dikutip dari Kompas.com.
Tak hanya itu, Fahri Hamzah juga berpesan kepada anggota DPR yang baru untuk banyak membaca pada bulan-bulan pertama sebagai wakil rakyat.
"Mulailah minggu pertama, bulan-bulan pertama banyak baca, jangan banyak omong, baca konstitusi amandemen sampai empat kali, baca MD3 secara detail dan tata tertib," jelas Fahri Hamzah, dikutip dari Kompas.com.
Fahri Hamzah juga berharap kepada anggota DPR yang baru yang mana diisi oleh kalangan muda sehingga dapat bekerja lebih cepat.
"Saya percaya akan banyak yang lebih muda, lebih berani, lebih bersih, lebih cemerlang. Kita harus dorong supaya stok pemimpin bangsa ke depan makin banyak dan Indonesia punya kepemimpinan yang kaderisasi dan estafet kepimpinan yang baik," ujar Fahri Hamzah.
Baca: Joko Anwar Perang Twit Lagi, Kali Ini Ditantang Debat oleh Fahri Hamzah
Baca: Joko Anwar Perang Twitter dengan Wakil DPR RI Fahri Hamzah, Ini Cuitannya
Kemudian, Fahri Hamzah juga memberikan pesan kepada pimpinan DPR agar tidak jaga jarak dengan media.
"Jangan jaga jarak dengan media, jangan anggap jadi pimpinan DPR terlalu banyak ruang tertutupnya tak baik. Dia harus terbuka, apa adanya," kata Fahri Hamzah.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly mengundurkan diri dari kabinet kerja.
Hal tersebut dikarenakan Yasonna Laoly akan dilantik sebagai anggota DPR 2019-2024 pada 1 Oktober mendatang.
Yasonna Laoly mengirimkan surat pengunduran diri kepada Presiden pada Jumat (27/9/2019).
Dalam surat pengunduran dirinya, Yasonna menjelaskan bahwa tidak diperbolehkan rangkap jabatan sebagai anggota DPR dan menteri sesuai dengan pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 2008.
Tak hanya itu, Yasonna Laoly juga mengucapkan terima kasih kepada Jokowi atas kesempatan dan kepercayaan yang telah diberikan selama ini.
"Selain itu, saya juga meminta maaf apabila selama menjabat sebagai menteri terdapat banyak kekurangan dan kelemahan," ungkap Yasonna.
Baca: Fahri Hamzah Kembali Kritik Jokowi soal KPK: Pak Jokowi Merasa KPK adalah Gangguan
Baca: 4 Kontroversi Yasonna Laoly, Sebut Dian Sastro Bodoh hingga Tuding Aksi Mahasiswa Ditunggangi
Selain itu Yasonna Laoly memohon pengunduran diri terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2019, di mana saat dirinya akan dilantik sebagai anggota DPR.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo akan menunjuk pelaksana tugas untuk menggantikan dua menterinya yang akan dilantik sebagai anggota DPR pada 1 Oktober 2019.
Jelang pelantikan Presiden-Wakil Presiden dan DPR pada Oktober mendatang, Menko Polhukam Wiranto memastikan agar situasi tetap aman.
"Kalau ditanya (situasi jelang pelantikan) aman apa tidak, ya insyaallah terjaga, karena itu proses yang sudah melalui jalan panjang," kata Wiranto, dikutip dari Kompas.com, Selasa (24/9/2019).
Baca: Wiranto Tuduh Demonstrasi Mahasiswa Diambil Alih Perusuh untuk Gagalkan Pelantikan Jokowi
Wiranto mengingatkan agar publik untuk menjaga demokrasi mencapai tahapan pelantikan Presiden-Wakil Presiden dan anggota DPR.
"Jangan kemudian justru, sekarang ada pihak-pihak tertentu yang diduga justru akan mengacaukan proses itu, membuat onar, membangun opini-opini, mendelegitimasi pemerintah, yang ujung-ujungnya diduga akan mengacaukan proses pelantikan DPR dan Presiden," kata Wiranto.