Nama Menteri Perdagangan Disebut-sebut dalam Sidang Suap Impor Gula, Ini Pernyataan Inas Nasrullah

Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang lanjutan pemeriksaan saksi untuk terdakwa anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (25/9/2019).

TRIBUNNEWSWIKI.COM – Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita disebut-sebut oleh anggota Komisi VI DPR RI, Inas Nasrullah ketika menjadi saksi dalam sidang kasus suap impor gula.

Inas bersaksi untuk koleganya, Bowo Sidik Pangarso di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (25/9/2019).

Bowo didakwa menerima suap dari pejabat PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), pejabat PT Ardila Insan Sejahtera (AIS) dan menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya.

Dikutip dari Kompas.com, Rabu (25/9/2019), pada awalnya, jaksa KPK Ikhsan Fernandi bertanya ke Inas mengenai pembahasan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait Lelang Gula Rafinasi dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian Perdagangan.

"Terkait peraturan di Kemendag, kita hanya bisa mengkritisi saja, tetapi itu domain dari pemerintah. Apakah pemerintah mau melaksanakan atau tidak itu adalah hak pemerintah," kata Inas dalam kesaksiannya.

Baca: Enggartiasto Lukita

Menurut Inas, pembahasan itu juga dihadiri oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.

Inas mengonfirmasi peraturan yang dimaksud adalah Permendag Nomor 16 Tahun 2017.

Pada saat itu, kata Inas, ia berpendapat bahwa lelang gula rafinasi bisa saja dilakukan.

Meski demikian, kata dia, Komisi VI ingin pelaksana lelang itu adalah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sebab BUMN dinilai lebih berpengalaman.

"Karena PT yang ditunjuk oleh Kementerian Perdagangan melalui Bappebti, itu ternyata belum punya pengalaman. Cuma mencuat di dalam, mengemuka di dalam rapat itu bahwa PT tersebut diduga di belakangnya adalah TW, karena yang melaksanakan perusahaan tersebut adalah TW, Tomy Winata," kata Inas.

Baca: Tomy Winata

Setelah dikritik, lanjut dia, peraturan itu diminta Presiden untuk ditunda.

Dalam perkembangannya, kata dia, Menteri Enggar kembali menerbitkan jenis peraturan yang sama dengan nomor yang berbeda, yaitu Nomor 54 Tahun 2018.

"Menteri menerbitkan lagi dengan peraturan yang sama tapi dengan nomor yang berbeda. Tapi sebelum dilaksanakan, sudah diminta oleh KPK untuk dihentikan dan dibatalkan," kata Inas.

Jaksa Ikhsan pun bertanya apakah Bowo pernah mengajak pihak tertentu membahas peraturan itu.

"Seingat saya pernah Pak Bowo cerita melaui telepon kepada saya tentang pertemuan antara pimpinan (Komisi VI) Pak Haikal dengan Pak Teguh. Katanya bertemu di suatu hotel lah. Pak Bowo ketemu Pak Haikal, Pak Enggar dengan Pak Teguh. Di salah satu hotel, saya enggak tahu hotelnya," kata dia.

"Saya bilang sedang apa? Dia bilang sedang ngobrol. Sudah itu saja," sambung Inas.

Baca: Jokowi Tolak cabut UU KPK, ICW: Ketidakberpihakan pada Pemberantasan Korupsi, Hanya Halusinasi

Jaksa Ikhsan kembali bertanya, apakah dalam proses pembahasan peraturan itu, Bowo menerima uang dari pihak tertentu.

"Tidak tahu, tidak pernah cerita," kata dia.

Dalam dakwaan jaksa, Bowo disebut menerima gratifikasi dengan total nilai 700.000 dollar Singapura atau Rp 7,1 miliar dan uang tunai Rp 600 juta secara bertahap.

Salah satunya, pada tanggal 26 Juli 2017, Bowo disebut menerima uang 200.000 dollar Singapura dalam kedudukannya selaku Wakil Ketua Komisi VI DPR RI yang membahas Peraturan Menteri Perdagangan tentang Gula Rafinasi.

(TribunnewsWIKI/Kompas.com/Dylan Aprialdo Rachman/Widi Hermawan)



Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Ekarista Rahmawati Putri

Berita Populer