RUU PKS Tak Kunjung Disahkan, DPR Dinilai Tak Peduli Isu Kekerasan Seksual

Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Solidaritas Perempuan, Dinda Nur Annisa Yura, dalam Konferensi Pers Gerak Lawan di kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/8/2019).

TRIBUNNEWSWIKI.COM – Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) tak kunjung disahkan.

Ketua Solidaritas Perempuan, Dinda Nur Annisa Yura menilai hal tersebut menunjukkan ketidak seriusan DPR dalam bekerja.

Dikutip dari Kompas.com, keadaan ini menurut Dinda juga menunjukkan watak asli DPR yang tidak menganggap kekerasan seksual sebagai suatu masalah krusial.

"Tidak seriusnya DPR terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual itu sebenarnya menunjukkan watak anggota DPR itu seperti apa," kata Dinda selepas menghadiri diskusi di Sekretariat Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Jakarta Selatan, Minggu (22/9/2019).

"Watak anggota DPR yang menoleransi kekerasan seksual, tidak menganggap kekerasan seksual itu sesuatu yang penting, tidak menghargai perempuan sebagai manusia dan melihat perempuan lebih rendah dari laki-laki dalam konteks kehidupan manusia," kata dia.

Baca: Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Tersendat, 3 Poin Masih Jadi Perdebatan

Menurut Dinda, alih-alih mengebut RUU PKS yang pengesahannya didorong banyak masyarakat sipil, DPR justru lebih mengutamakan pembahasan RUU yang cenderung berfokus pada investasi.

Oleh karenanya, ketimbang persoalan kekerasan seksual, perihal investasi menjadi isu yang lebih diprioritaskan DPR.

Padahal, angka kekerasan seksual tidak pernah turun dari tahun ke tahun.

Faktanya, kekerasan seksual pun tidak hanya terjadi pada perempuan, tetapi juga laki-laki.

"Saya pikir kalau misalnya pemerintah serius dengan hal ini seharusnya ada tindakan, tapi kan memang tidak ada pernyataan, pembelaan, dan upaya apa pun yang dilakukan untuk mendukung disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," ujar Dinda.

Baca: Revisi UU KPK Mulus, Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Terseok

Ia khawatir, jika RUU PKS tak kunjung selesai, angka kekerasan seksual akan terus meningkat.

Sebab, menurut Dinda, sampai saat ini belum ada landasan hukum komprehensif yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

Akan banyak kejadian-kejadian yang sebenarnya merupakan kekerasan seksual, tetapi tidak bisa dihukum karena tidak adanya payung hukum yang memadai.

Terlebih selain itu, budaya menyalahkan korban kekerasan seksual masih ada.

"RUU Penghapusan Kekerasan Seksual seharusnya nanti juga mencakup bagaimana proses pembuktian atau akses keadilan bagi korban juga memperhatikan aspek-aspek psikologis dan kerentanan perempuan sebagai korban kekerasan seksual," kata Dinda.

Baca: Pasal RUU Pertanahan Dinilai Bermasalah, Ribuan Petani akan Gelar Aksi pada 24 September

 

Ratusan perempuan gelar aksi demo di depan gedung DPR RI. Mereka menuntut anggota DPR Sahkan RUU PKS, Selasa (17/9/2019) (KOMPAS.COM/WALDA MARISON)

Tiga poin masih jadi perdebatan

Seperti yang sudah diketahui, masa kerja DPR hanya tersisa sekitar satu pekan lagi, namun RUU PKS belum juga selesai.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, mengatakan ada beberapa hal yang masih menjadi perdebatan dalam RUU PKS.

Misalnya judul RUU, definisi yang dinilai masih ambigu, hingga soal pidana dan pemidanaan.

"Satu, mengenai judul. RUU Penghapusan Kekerasaan Seksual. Kedua, definisi. Definisi ini oleh teman-teman anggota panja menganggap bermakna ambigu. Kalau dipahami sebaliknya bisa menjadikan undang-undang ini terlalu bebas," kata Marwan Dasopang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2019).

Baca: Jika RUU Pemasyarakatan Disahkan, Pemerintahan Diprediksi Akan Sangat Korup

Halaman
12


Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
BERITA TERKAIT

Berita Populer