Jokowi melalui akun @jokowi mengunggah video kebersamaannya dengan sang cucu, Jan Ethes di Istana Bogor.
Dalam video tersebut, Jokowi mengajak Jan Ethes untuk melihat berbagai binatang di kompleks Istana Bogor seperti kuda, kambing, dan rusa.
Presiden Indonesia ketujuh itu mengajak cucu pertamanya itu untuk jogging bersama.
Tidak hanya itu, Jokowi juga mengajari Jan Ethes untuk naik sepeda.
"Jalan-jalan pagi di sekitar Istana Bogor bersama Jan Ethes, melihat kuda, kambing, dan rusa merumput di pelataran. Ngomong-ngomong, Jan Ethes paling suka binatang apa?" tulis Jokowi.
Namun tidak seperti biasanya, bukannya pujian dan sanjungan, kebanyakan warganet justru berkomentar miring terhadap unggahan Jokowi itu.
Mereka menyindir Jokowi dengan masalah-masalah yang tengah dialami Jokowi, terutama masalah kabut asap di Sumatera dan Kalimantan.
Misalnya akun @AgusMagelangan, dia menyayangkan video tersebut diunggah di momen yang kurang tepat.
“Bagaimana pun, Jokowi adalah seorang kakek. Ia punya hak untuk bermain dengan cucunya. Tapi sungguh, video ini bikin banyak orang mengelus dada, marah, sakit hati, merasa terabaikan, tidak dianggap, dsb. Kepekaan memang mahal harganya,” tulis @Agus Magelangan.
Sementara akun Twitter komedian @NOTASLIMBOY menyindir bahwa unggahan Jokowi merupakan praktik eksploitasi anak di bawah umur.
“Tolong KPAI... Ada seorang cucu dieksploitasi eyangnya untuk pencintraan lewat vlog,” tulis @NOTASLIMBOY.
Sementara itu, @NU_rhs menulis “Indonesiaku kini presiden dan cucunya jalan2 di istana menikmati hidup,rakyat dan cucunya berjuang di area karhutla mempertahankan hidup.”
Komentar @fullmoonfolks lebih keras lagi, dia mengatakan Jokowi sengaja meledek dengan unggahannya tersebut.
“Orang lagi pada kena ISPA doi malah pamer beginian, ini mah emang sengaja ngeledek,” tulis @fullmoonfolks.
Baca: Menhub: Kabut Asap di Wilayah Riau Mulai Mereda, Operator Penerbangan Diimbau Tetap Hati-Hati
Baca: Karhutla Riau : Wiranto Klaim Tak Parah, Gubernur Kalbar Sebut Oknum Pejabat Lindungi Korporasi
Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) memang semakin pekat menyelimuti beberapa wilayah di Sumatera dan Kalimantan.
Korban paparan kabut asap berharap pelaku pembakar hutan dan lahan dihukum seberat mungkin.
Hal ini diungkapkan korban asap yang mengungsi posko kesehatan di Pekanbaru.
Para korban kabut asap dan anak-anaknya sudah sesak napas dan batuk filek akibat kualitas udara yang sangat tidak sehat hingga berbahaya. Nora (31), salah satu korban asap meminta pelaku karhutla dihukum berat.
Warga Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru, ini mengaku mengungsi sejak Sabtu (14/9/2019) lalu.
Baca: 5 Fakta Dampak dari Kabut Asap di Riau: Warga Mengungsi hingga Sekolah Diliburkan
Dia dan keluarganya mengungsi di posko pengungsian di kantor DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Riau di Jalan Soekarno Hatta, Pekanbaru.
Alasan dia mengungsi karena kabut asap pekat di lingkungan tempat tinggalnya, dan bayi sudah terpapar asap.
Menurutnya, kabut asap ini berdampak ke berbagai aspek kehidupan.
"Dampaknya banyak. Aktivitas terganggu, anak-anak sekolah pun diliburkan. Warga pada banyak yang sakit. Jadi kita berharap kebakaran cepat padam dan asap hilang. Untuk pelaku pembakar (hutan dan lahan) dihukum berat," kata Nora.
Korban asap yang mengungsi lainnya, Dania (27), juga meminta pelaku dihukum berat
Sebab, kata dia, ulah pelaku karhutla menyebabkan kabut asap yang menyengsarakan masyarakat.
Terlebih, bayinya yang baru berusia 23 hari mengalami batuk dan sesak napas karena terpapar asap.
Kata Dabi, beberapa hari lalu bayinya sempat dirawat jalan karena kesehatannya memburuk.
Namun, saat ini sudah mulai membaik selama di posko kesehatan.
Warga Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau, ini mengaku asap sangat pekat di sekitar tempat tinggalnya.
"Di rumah kami asap pekat sekali. Apalagi di sana juga ada (lahan) terbakar. Jadi kami sekeluarga kena dampak asap," kata Dania kepada Kompas.com, Kamis.
Sementara itu, diduga karena kabut asap, 3 bayi meninggal.
Bayi berusia tiga hari meninggal dunia di Kelurahan Kulim, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru, Riau (18/9/2019).
Sebelum meninggal, bayi malang dari pasangan Evan Zebdrato dan Lismayani Zega mengalami sesak napas, batuk dan demam.
Evan mengatakan, badan anaknya panas tinggi dan bibir menghitam. Dia dan istrinya sudah sangat cemas.
"Badannya panas sekali, bibirnya menghitam. Kami cemas sekali dan langsung dibawa ke rumah sakit," kata Evan sata diwanwacarai wartawan di rumahnya, Kamis (19/9/2019).
Lantaran cemas kondisi kesehatan anaknya memburuk, Evan membawa bayinya ke rumah sakit.
Namun, dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Safira Pekanbaru, bayi malang itu meninggal dunia. Bayi tetap dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa medis.
Hasil pemeriksaan, korban terkena virus diduga karena asap.
Baca: Kabut Asap Makin Parah, Greenpeace Desak Presiden Segera Bertindak
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera dan Kalimantan membuat setidaknya 144.219 ribu warga terkena Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Angka tersebut berasal dari data yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Kesehatan per 16 September 2019 pukul 16.00 WIB.
Kota Palembang menjadi kota dengan penderita ISPA terbanyak yakni 76.236 penderita, periode Maret hingga September.
Peringkat kedua diduduki Provinsi Kalimantan Barat dengan jumlah penderita ISPA sebanyak 15.468 periode Juli 2019.
Selanjutnya, Provinsi Riau dengan 15.346 penderita ISPA periode 1 hingga 15 September 2019.
Disusul Provinsi Jambi dengan penderita ISPA sebanyak 15.047 pada Juli hingga Agustus 2019.
Provinsi selanjutnya dengan penderita ISPA terbanyak yakni Kalimantan Selatan, tepatnya di Kabupaten Banjarbaru.
Tercatat, setidaknya 10.364 penderita ISPA periode Juni hingga Agustus 2019.
Yang terakhir adalah Provinsi Kalimantan Tengah, tepatnya di Kota Palangkaraya. Tercatat ada 11.758 penderita ISPA pada Mei hingga September 2019.