"Kapur tohor ditaburkan di gumpalan asap sehingga dapat mengurangi partikel karhutla dan gas. Akibatnya asap hilang dan radiasi matahari bisa menembus ke permukaan bumi," kata Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT, Tri Handoko Seto, dikutip dari Kompas.com, Rabu (18/9/2019).
Baca: Kabut Asap Makin Parah, Greenpeace Desak Presiden Segera Bertindak
Baca: Minta Pemerintah segera Sikapi soal Kabut Asap, Uya Kuya: Kondisi Ini Jadi Perhatian Luar Biasa
Hal ini dilakukan karena kabut asap telah menghambat proses penguapan sebagai syarat terbentuknya awan.
Sehingga asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tertahan dan melayang di angkasa sehingga sinar matahari tidak bisa tembus ke bumi.
"Dengan kapur tohor aktif ini diharapkan konsentrasi asap berkurang, awan terbentuk, dan garam bisa ditebar untuk hujan buatan," kata Tri Handoko Seto.
Apabila awan sudah terbentuk, maka hujan buatan bisa mulai dilakukan.
Diketahui, BPPT telah menyiapkan 40 ton kapur tohor aktif di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Kapur tohor aktif akan diterbangkan ke beberapa provinsi terdampak karhutla seperti Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Riau, Jambi dan Sumatera Selatan.
Namun, kapur tohor akan diterbangkan apabila sudah mendapatkan arahan.
Baca: Singapura Bentuk Satgas dan Tawarkan Bantuan ke Indonesia terkait Kabut Asap
Baca: Titik Panas Kebakaran Hutan Masih Tinggi, BMKG: Musim Hujan Diprediksi Mundur
Tiga jenis pesawat juga disiapkan untuk menaburkan kapur tersebut.
Ketiga pesawat tersebut adalah Cassa 212 dengan kapasitas 800 kilogram, CN 295 dengan kapasitas 2.4 ton dan pesawat Hercules C 130 dengan kapasitas 4-5 ton.
BNPB menyatakan bahwa karhutla ini tidak bisa ditangani dengan pemadaman darat dan udara saja.
Sementara itu, BMKG juga memprediksi bahwa musim hujan akan terjadi pada pertengahan Oktober nanti.
1. Penerbangan Terhambat
Sejumlah penerbangan mengalami keterlambatan yang diakibatkan dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Dikutip dari Kompas.com, Corporate Communication Strategic Lion Air, Danang Mandala Prihantoro menuturkan, dampak asap karhutla menyebabkan jarak pandang menjadi terbatas.
Pesawat Lion Air yang mengalami keterlambatan hingga tadi pagi pukul 10.30 WIB antara lain satu penerbangan dari Makassar ke Pontianak.
Lalu dua penerbangan dari Pontianak ke Soekarno-Hatta, kemudian tiga penerbangan dari Soekarno Hatta ke Pontianak, dan satu penerbangan dari Surabaya ke Pontianak.
Adapun maskapai lain yang mengalami keterlambatan adalah Wings Air penerbangan Pontianak ke Ketapang, lalu penerbangan Ketapang ke Pontianak, dan pesawat penerbangan dari Pontianak ke Sintang.
Baca: 5 Fakta Dampak dari Kabut Asap di Riau: Warga Mengungsi hingga Sekolah Diliburkan
Pesawat Wings Air lain yang mengalami keterlambatan adalah penerbangan dari Sintang ke Pontianak dan penerbangan Pontianak ke Kuching, Malaysia.
Sedangkan dua pesawat mengalami pembatalan, yakni pesawat Wings Air penerbangan Surabaya ke Sampit dan pesawat penerbangan Sampit menuju ke Surabaya.
Namun ia menambahkan, penerbangan dari Surabaya ke Palangkaraya sudah lepas landas.
2. Warga Terserang ISPA
Menurut catatan Harrison, kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mengakibatkan sedikitnya 6.025 warga menderita infeksi saluran pernapasan akut ( ISPA).
Dia merinci, penderita ISPA tersebut meliputi bayi di bawah 5 tahun, anak-anak, dewasa dan orang lanjut usia.
"Data ini jumlah penderita ISPA di seluruh Kalbar, dalam rentang waktu minggu ke-37 sejak bencana karhutla," kata Harrison, Senin (16/9/2019).
Dikutip dari Kompas.com, Elsa Pitaloka, seorang bayi berusia 4 bulan mengalami pilek, batuk dan perut kembung.
Elsa Pitaloka meninggal karena diduga terpapar kabut asap kebakaran hutan dan lahan yang melanda kampung mereka dalam tiga hari terakhir.
Elsa dinyatakan meninggal sebelum sempat dirujuk ke Rumah Sakit Muhammad Hoesin.
Baca: Kabut Asap Riau, Ini Daftar Keterlambatan, Penundaan dan Pembatalan Pesawat Lion Air Group
"Dokter bilang ada gangguan pernafasan, karena terkena ISPA. Saya sudah ikhlas menerimanya," jelas Ngadirun.
Namun, hal tersebut ditanggapi oleh Gubernunr Sumatera Selatan, Herman Deru.
Menurutnya, belum tentu karhutla menjadi penyebab bayi tersebut menderita ISPA.