Amir Syarifuddin Harahap

Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: Fathul Amanah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolase foto Amir Syarifuddin Harahap


Daftar Isi


  • Kehidupan


TRIBUNNEWSWIKI.COM -  Amir Syarifuddin Harahap atau Amir Sjarifoeddin Harahap (ejaan Ophuisjen) lahir di Medan pada 27 Mei 1907.

Kakek Amir Syarifuddin Harahap bernama Mangaraja Monang (bergelar Sutan Gunung Tua), seorang bangsawan Batak yang dibaptis A. Schreiber menjadi kristen.

Mangaraja Monang mempunyai anak laki-laki bernama Djamin (bergelar Baginda Soripada Harahap) yang menurunkan Amir Syarifuddin.

Baginda Soripada kemudian menjadi mualaf dan menikahi Basunu Siregar, seorang muslim taat yang  akan menjadi ibu Amir.

Amir adalah anak sulung dari tujuh bersaudara.

Kakek Amir adalah seorang jaksa.

Profesi ini diteruskan ayah Amir dengan menjadi jaksa di Sibolga.

Berasal dari keluarga elit, kehidupan Amir dapat dikatakan mapan.

Pada Oktober 1935, Amir menikahi perempuan yang masih satu marga dengannya bernama Djaenah Harahap.

Pernikahannya tidak disukai karena budaya Batak melarang pernikahan satu marga.

Amir dan Djaenah memiliki enam anak, yakni Andrea, Lidya Ida Lumongga, Kesas Taromar, Damaris, Tito Batari dan Helena Luisa.

  • Pendidikan


Amir Syarifuddin bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) Medan dan dikenal sebagai siswa yang cerdas dan brilian.

Namun pendidikan Amir di ELS hanya sampai kelas dua karena ayahnya pindah kerja ke Tapanuli.

Amir kemudian melanjutkan pendidikan di Sibolga dan selesai pada 1921.

Sutan Gunung Mulia, sepupu Amir menyarankan untuk melanjutkan pendidikan di Belanda.

Pada tahun yang sama, Amir mengambil studi hukum di Gymnasium Harleem dan lulus pada 1927.

Amir Syarifuddin bersama Perkumpulan Amicitia Juncti di Haarlem, Belanda (Koleksi KITLV (CC By)

Di Belanda, Amir berteman dekat dengan Ferdinand.

Melalui Ferdinand, Amir mulai tertarik dengan pemikiran Kristen.

Amir dibaptis di Batavia pada 1931.

Selain itu, Amir juga tertarik pada pemikiran Maximillien Robespierre dan Comte de Mirabeau.

Amir aktif mengikuti Perkoempoelan Hindia (kemudian berubah nama menjadi Perhimpoenan Indonesia) selama menjadi mahasiswa di Belanda.

Amir Syarifuddin di Belanda (Koleksi KITLV (CC By)

  • Karier Politik sebelum 1945


Amir Syarifuddin kembali ke Indonesia pada 1927 karena faktor ekonomi keluarga yang terpuruk setelah ayahnya berhenti bekerja.

Amir terlibat dalam pendirian Partai Indonesia (Partindo) pada 1931.

Ketika Musso datang ke Indonesia pada 1935, Amir menjadi anggota Central Comite Partai Komunis Indonesia (CC PKI).

Pada 24 Mei 1937, Amir memprakarsai berdirinya Partai Gerindo (Gerakan Indonesia).

Amir tidak banyak ambil bagian pada tahun pertama Partai Gerindo karena pindah ke Sukabumi.

Di Sukabumi, Amir membuka kantor pengacara.

Amir pindah ke Batavia pada 1938 dan mulai aktif di Gerindo.

Selama kepemimpinannya, Gerindo dikenal sebagai partai kiri antifasis.

Selama 1939-1940, pemerintah kolonial menuduh Amir sebagai komunis sekaligus antifasis.

Pemerintah kolonial sempat memenjarakannya selama seminggu di Boven Digul.

Amir diancam akan dipenjara lagi jika tidak bersedia bekerja untuk pemerintah kolonial.

Amir setuju dan pada September 1940 mulai bekerja di Kantor Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perekonomian (Departemen Economische Zaken).

Sebelum Jepang datang, Dr. Idenburg meminta Amir untuk menyusun gerakan bawah yang bertujuan menghalau Jepang.

Pada 1943, Jepang menangkap Amir karena gerakan bawah tanahnya terendus.

  • Amir pasca Kemerdekaan Indonesia


Amir Syarifuddin keluar dari penjara pada 1 Oktober 1945.

Presiden Sukarno kemudian menunjuk Amir sebagai Menteri Penerangan di Kabinet Syahrir.

Pada 13 November 1945, Amir memprakarsai berdirinya Partai Sosialis Indonesia (Parsi).

Banyak eks anggota Gerindo yang bergabung ke Parsi.

Parsi kemudian bergabung dengan Partai Rakyat Sosialis (Paras) yang didirikan Syahrir.

Fusi keduanya bernama Partai Sosialis, Syahrir menjadi Ketua dan Amir menjadi Wakil Ketua.

Amir juga membentuk barisan pemuda bernama Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo).

Pesindo diberi bantuan uang dan sejanta oleh Amir.

Amir mengundurkan diri dari jabatan Menteri Penerangan pada 4 Januari 1946.

Sebagai gantinya, Amir menjadi Menteri Pertahanan.

Amir sering berkonflik dengan Sudirman soal pelatihan dan pendidikan militer.

Pada 19 Februari 1946, Amir membentuk Pendidikan Politik Tentara (Pepolit) karena menganggap tentara eks-Peta telah didoktrin Jepang.

Ketika Kabinet Syahrir jatuh pada 1947, Sukarno menunjuk Amir, A.K. Gani, Soekiman dan Setjadjit Soegondo untuk membentuk kabinet baru.

Kabinet ini dikenal dengan nama Kabinet Amir Syarifuddin dengan Amir sebagai Perdana Menteri.

Kabinet Amir dapat dikatakan sebagai masa yang berat karena Belanda melakukan agresi militer pertamanya.

Dewan Keamanan PBB mengusulkan perundingan antara Indonesia dengan Belanda.

Mulai 2 Desember 1947, Amerika Serikat, Australia dan Belgia ditunjuk sebagai penengah dalam perundingan yang dikenal sebagai Perundingan Renville.

Hasil perundingan ditandatangani pada 17 Januari 1948 (dikenal sebagai Renville).

Perjanjian Renville merugikan Republik karena wilayahnya semakin sempit.

Masyumi dan PNI tidak menyetujui hasil Perjanjian Renville dan memojokkan Amir.

Amir akhirnya mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri yang kemudian diambil alih oleh Hatta.

  • Peristiwa Madiun 1948


Setelah melepaskan jabatannya, Amir membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR).

FDR merupakan koalisi partai-partai dan kelompok-kelompok sayap kiri, yakni PKI, Partai Sosialis, Partai Buruh Indonesia, Pesindo dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indoensia (SOBSI).

FDR menjadi oposisi Kabinet Hatta dan ganti mengkritik pelaksanaan Perjanjian Renville yang dulu mereka kecam.

Ketika Musso datang ke Indonesia, FDR menjadi jauh lebih agresif.

Koalisi FDR kemudian melebur ke dalam PKI dan mendorong demonstrasi buruh serta pengambilalihan lahan milik tuan tanah.

Hatta menghalau pergerakan PKI dan meyingkirkan para TNI pro komunis.

Pada 2 September 1948, kepemimpinan FDR berpindah dari Amir ke Musso.

Amir menjadi sekretaris pertahanan dan berkampanye di daerah-daerah, menyerukan masyarakat untuk memilih berpihak pada Amerika atau Uni Soviet.

Pada pertengahan September, ketika Amir dan Musso sedang berkampanye, terjadi pengejaran terhadap orang-orang yang diketahui tergabung dalam PKI.

Amir dan Musso kemudian kembali ke Madiun.

Tersiar berita bahwa Musso melalui PKI ingin mendirikan Negara Madiun.

Pemerintah langsung menangkap orang-orang yang terkait PKI, temasuk yang berada di Yogyakarta.

Musso kemudian beradu mulut dengan Sukarno melalui pidato-pidato mereka yang membuat PKI mulai terdesak.

Amir bersama 2.000 orang di  rombongannya kemudian melakukan longmarch melewati hutan.

Setelah beberapa minggu longmarch, Amir dan rombongannya tertangkap pada 29 November 1948.

Mereka kemudian ditembak mati pada 19 Desember 1948 di dekat Desa Ngalihan.

(Tribunnewswiki.com/Febri Ady Prasetyo)

Biografi ini disarikan dari Amir Syarifuddin: Nasionalis yang Tersisih, karya Yema Siska Purba (diterbitkan PolGov 2013)



Nama Amir Syarifuddin Harahap


Lahir Medan, 27 Mei 1907


Pendidikan ELS, Gymnasium Haarlem, dan Recht Hooge School


Pekerjaan Politikus


Istri Djaenah Harahap


Anak Andrea, Lidya Ida Lumongga, Kesas Taromar, Damaris, Tito Batari, dan Helena Luisa.


Sumber :




Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: Fathul Amanah

Berita Populer