Melalui pemerintahannya, Negara Malaysia mulai mengubah pendekatan setelah 40 tahun lebih menerapkan hukuman terberat bagi para pelanggar.
Dilansir oleh ABC, Senin, (16/9/2019), kini Pemerintah Malaysia memperlakukan para pengguna narkoba bukan sebagai kriminal.
"Melihat pengguna narkoba sebagai seseorang yang menderita penyakit merupakan hal yang penting," kata Nurul Izzah Anwar, politisi partai yang sedang berkuasa Pakatan.
Baca: Ari Lesmana Fourtwnty Ceritakan Kisah Hidupnya, Pernah Jajal Narkoba hingga Kerja di Bursa Efek
Hukuman terhadap pelanggaran yang berkenaan dengan narkoba merupakan salah satu yang paling berat di dunia, termasuk Malaysia.
Anggota parlemen dari koalisi Pakatan, Nurul Izzah Anwar menerangkan bahwa 50 persen narapidana di Malaysia adalah pengguna narkoba.
Nurul menyatakan bahwa pengguna narkoba mulai ditanamkan kesadarannya melalui rumah ibadah.
"Jadi bagaimana kita memulai gerakan ini? Bagaimana kita mulai menanamkan kesadaran? Dilakukan lewat masjid. Dilakukan lewat rumah ibadah," katanya.
Dilaporkan oleh ABC, bahwa di luar sebuah masjid di Kuala Lumpur, terdapat sebuah mobil van berwarna putih yang terparkir.
Mobil tersebut adalah jenis mobil methadone yang sengaja disediakan Pemerintah Malaysia untuk membuat pengguna narkoba tidak dianggap sebagai pelanggar tindak kriminal serius.
Menteri Liew Vui Keong mengatakan meski tidak lagi memproses secara hukum pengguna narkoba, bukan berarti pengedar narkoba akan dibebaskan dari hukuman.
"Pengguna narkoba tidak perlu dipenjarakan, mereka memerlukan perawatan medis," kata Liew.
Liew Vui Keong menerangkan upaya untuk tidak menjadikan pengguna narkoba sebagai kriminal mendapat dukungan kabinet dan PM Mahathir Mohammad.
Liew merujuk penjara yang penuh sesak di Malaysia, yaitu sebesar 56 persen di antaranya adalah napi narkoba.
Sebagian besar di antaranya melakukan pelanggaran lagi setelah dibebaskan.
"Dalam penelitian, kami menemukan bahwa 90 persen di antara mereka akan kembali ke penjara, karena tidak bisa diterima dengan mudah oleh masyarakat," kata Liew.
"Mereka tidak bisa mendapat pekerjaan, sehingga punya kecenderungan untuk melakukan pelanggaran lagi." ungkap Liew.
Hukuman bagi kepemilikan narkoba di Malaysia merupakan salah satu yang terberat di dunia.
Kepemilikan 200 gram kanabis, 40 gram kokain, atau 15 gram heroin atau morfin sudah masuk dalam pelanggaran.
Dalam konteks ini, pelakunya bisa dijatuhi hukuman mati.
Saat melakukan reportase di Kuala Lumpur, dilaporkan oleh ABC bahwa pengguna narkoba di Malaysia dapat dengan mudah ditemukan di jalan-jalan.
Seorang pria bahkan sedang menggunakan heroin yang dibelinya dengan harga 3 $ atau sekitar 42.241 rupiah.
Pria itu ditemukan di sebuah pertokoan yang tidak lagi digunakan.
Dilaporkan bahwa pria tersebut sudah keluar masuk penjara selama 29 kali.
Di Malaysia, pengguna narkoba masih sering dikucilkan oleh masyarakat.
"Polisi sudah tidak mau menangkap dia lagi, karena begitu seringnya dia keluar masuk penjara," kata Yatie Jonet, seorang mantan pengguna narkoba yang mendampingi ABC malam itu.
Baca: Hari Ini Dalam Sejarah: 17 September 2009 Tewasnya Noordin M Top
Yatie Jonet sebagai mantan pengguna narkoba menceritakan bahwa dirinya pernah dipenjara dua kali karena kasus narkoba.
Ia mengaku bahwa di penjara justru tingkat kecanduannya semakin parah.
"Saya lebih banyak tahu bagaimana menjual narkoba. Saya tahu pengedar besar," kata Yatie.
Professor Adeeba Kamarulzaman, Dekan Fakultas Kedokteran University of Malaya di Kuala Lumpur, mengatakan perang melawan narkoba gagal untuk mengurangi tingkat pengguna.
"Perang melawan narkoba gagal dan sudah menciptakan banyak dampak kesehatan dan sosial yang negatif," katanya.
"Dari sisi kesehatan ini telah menyebakan epidemik HIV dan Hepatitis C. Dan mereka yang masuk penjara, semakin banyak yang terkena TB."
Sebagai seorang akademisi, Adeeba merasa ada hal yang aneh di Malaysia saat ia melanjutkan pendidikan kedokteran di Australia.
Di tahun-tahun saya berada di Australia, saya tidak pernah melihat seorangpun yang menggunakan narkoba terinfeksi HIV," kata Adeeba.
"Ketika saya kembali ke Malaysia, saya melihat pengguna narkoba juga terkena HIV. Itulah mengapa kami mulai mendukung program untuk mengurangi dampak narkoba." kata Adeeba.
Namun demikian, Prof Adeeba menyadari besarnya tantangan yang ada.
"Ini masalah perubahan cara berpikir," katanya.
Baca: Tes Kepribadian - Ungkap Karaktermu dari Pilihan Gambar Keluarga yang Kamu Anggap Palsu
Keterangan yang diperoleh ABC, rencana pemerintah mengubah UU yang pada mulanya akan diajukan akhir tahun, akan ditunda sampai tahun depan.
"Dekriminilasisasi masih belum bisa diterima oleh banyak orang. Baik di kalangan penegak hukum, pemimpin agama, juga masyarakat secara keseluruhan," kata Professor Adeeba.
Di klinik mobil methadone yang bertempat di halaman masjid di Kuala Lumpur, Nurul Izzah Anwar menunjukkan kepada imam setempat bagaimana cara kerja mobil tersebut.
Usaha Nurul untuk membantu mereka yang kecanduan narkoba didasarkan pada pengalaman pribadinya saat mengunjungi ayahnya Anwar Ibrahim dalam penjara.
"Selama bertahun-tahun dia menjadi tahanan politik, saya melihat lebih dari 50 persen napi itu karena kejahatan narkoba," kata Nurul.
Banyak pengguna narkoba di Malaysia keluar masuk penjara karena tidak dapat bantuan dari masyarakat.
"Mereka semua miskin. Kita harus memahami apa yang terjadi. Mengurangi ketergantungan akan narkoba merupakan satu-satunya solusi," ujar Nurul.